Suara.com - Masyarakat Indonesia belakangan sedang heboh dengan fenomena LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) yang mengundang pro dan kontra dari berbagai pihak. Pada dasarnya, LGBT dipahami sebagai orientasi seksual yang menyukai sesama jenis. Terlepas dari itu, apakah LGBT gangguan atau bukan, sebenarnya perubahan orientasi seksual seseorang bisa dilihat sejak usia 6-7 tahun.
Seperti disampaikan psikolog anak dan remaja dari RSAB Harapan Kita, Ade Dian Komala, sejak kecil anak sudah bisa menunjukkan kekagumannya kepada orang lain, baik sesama jenis ataupun tidak. Orangtua sebagai pihak terdekat menurutnya, bisa memperhatikan gejala-gejala yang diperlihatkan anak tersebut, untuk selanjutnya diberikan intervensi.
"Misal anak cowok nyeletuk gurunya ganteng. Tapi perilaku kesehariannya masih cowok banget. Ya, nggak masalah. Bisa aja memang dia mengagumi sosok guru itu yang tampan, dan menjadi motivasi dia untuk jadi guru juga," ujar Ade, dalam temu media yang dihelat Ngobras (Ngobrol Bareng Sahabat), di RSAB Harapan Kita, Jakarta, baru-baru ini.
Namun menurut Ade lagi, jika anak lelaki mengalami kecenderungan menyukai barang-barang yang feminim seperti boneka atau tokoh kartun perempuan, maka bisa jadi sang anak memiliki orientasi seksual yang bermasalah.
"Jadi memang, ada kasus anak laki-laki yang saya tangani. Dia suka barang-barang cewek. Kalau disuruh pilih tas yang gambar pesawat, dia malah milihnya Barbie. Ternyata setelah saya cek, pola asuh orangtuanya juga memicu pergeseran orientasi seksual. Mainnya sama mamanya. Kalau mamanya belanja high heels atau gaun, dia nemenin dan dimintai pendapat bagus atau enggak," imbuhnya.
Oleh karena itu, agar tidak terbawa sampai dewasa, Ade menyarankan agar orangtua segera mengonsultasikan kondisi anaknya kepada psikolog. Dia juga menegaskan bahwa faktor hormonal juga bisa menjadi penyebab pergeseran orientasi seksual, meski porsinya tak sebanyak pola asuh dan lingkungan.
"Tapi ketika melihat ada yang tak beres dengan orientasi seksual anak, jangan langsung menyalahkan dan bilang tidak boleh seperti itu. Takutnya dia trauma, dan (malah) sembunyi-sembunyi melakukannya di luar," pungkasnya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Siapa Saja 5 Pelatih Tolak Melatih Timnas Indonesia?
- 7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Pilihan Sunscreen Wardah dengan SPF 50, Efektif Hempas Flek Hitam hingga Jerawat
- 5 Body Lotion Mengandung SPF 50 untuk Mencerahkan, Cocok untuk Yang Sering Keluar Rumah
Pilihan
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
-
Menkeu Purbaya Segera Ubah Rp1.000 jadi Rp1, RUU Ditargetkan Selesai 2027
-
Menkeu Purbaya Kaji Popok Bayi, Tisu Basah, Hingga Alat Makan Sekali Pakai Terkena Cukai
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
Terkini
-
Satu-satunya dari Indonesia, Dokter Ini Kupas Potensi DNA Salmon Rejuran S di Forum Dunia
-
Penyakit Jantung Masih Pembunuh Utama, tapi Banyak Kasus Kini Bisa Ditangani Tanpa Operasi Besar
-
Nggak Sekadar Tinggi Badan, Ini Aspek Penting Tumbuh Kembang Anak
-
Apoteker Kini Jadi Garda Terdepan dalam Perawatan Luka yang Aman dan Profesional
-
3 Skincare Pria Lokal Terbaik 2025: LEOLEO, LUCKYMEN dan ELVICTO Andalan Pria Modern
-
Dont Miss a Beat: Setiap Menit Berharga untuk Menyelamatkan Nyawa Pasien Aritmia dan Stroke
-
Jangan Tunggu Dewasa, Ajak Anak Pahami Aturan Lalu Lintas Sejak Sekarang!
-
Menjaga Kemurnian Air di Rumah, Kunci Hidup Sehat yang Sering Terlupa
-
Timbangan Bukan Segalanya: Rahasia di Balik Tubuh Bugar Tanpa Obsesi Angka
-
Terobosan Baru Atasi Kebutaan: Obat Faricimab Kurangi Suntikan Mata Hingga 75%!