Suara.com - Seseorang yang terinfeksi virus corona Covid-19 memiliki kemungkinan untuk mengembangkan penyakit medis lainnya. Tapi, kondisi ini lebih sering terjadi pada orang yang menderita batuk infeksi serius.
Selama beberapa bulan, banyak penyakit serius telah dikaitkan dengan virus corona Covid-19, termasuk Sindrom Guillain Barre (GBS). Tapi, sebuah studi baru tidak menemukan hubungan antara GBS dan virus corona Covid-19.
Sindrom Guillain Barre adalah gangguan autoimun di mana sistem kekebalan tubuh bekerja berlebihan dan mulai menyerang saraf tangan serta kaki, yang menyebabkan kelumpuhan mendadak.
GBS bisa terjadi setelah infeksi bakteri dan virus akut, yang bisa menyebabkan gejala kelemahan dan kesemutan. Dalam kasus yang parah, sindrom guillain barre bisa menyebabkan rawat inap.
Penelitian sebelumnya telah mengaitkan GBS dengan virus corona, yang menyatakan bahwa virus bisa memicu kondisi tersebut. Beberapa peneliti di Sekolah Kedokteran Rutgers Robert Wood Johnson menemukan corona pertama kasus virus corona yang memicu kambuhnya GBS.
Namun dilansir dari The Health Site, studi terbaru dalam jurnal Brain membantah temuan studi tersebut. Studi oleh para peneliti di University College London di Inggris tidak menemukan hubungan signifikan antara virus corona dan kondisi neurologis yang berpotensi melumpuhkan dan terkadang fatal.
Pada studi tersebut, tim menilai jumlah pengobatan GBS yang dilaporkan ke Database Imunoglobulin Nasional NHS Inggris antara 2016 dan 2019. Data tersebut dibandingkan dengan jumlah kasus yang dilaporkan selama pandemi virus corona.
Kasus tahunan GBS yang dirawat di rumah sakit Inggris antara 2016 dan 2019 adalah 1,65-1,88 per 100.000 orang. Insiden GBS turun 40-50 persen antara Maret dan Mei 2020, jika dibandingkan dengan metode yang sama tahun 2016-2019.
"Tidak ada peningkatan insiden di GBS selama gelombang pertama virus corona Covid-19 dan justru ada penurunan. Oleh karena itu, tidak ada hubungan sebab akibat dari virus corona Covid-19 dan GBS," jelas Stephen Keddie, penulis studi.
Baca Juga: Studi: Olahraga Berbasis Air Bermanfaat Meningkatkan Kesehatan Jantung
Tim juga memeriksa struktur genetik atau protein SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan Covid-19 untuk menentukan virus bisa memicu respons kekebalan yang menyebabkan GBS.
Tak seperti Campylobacter, yang mengandung antigen mirip manusia dan bisa menyebabkan respons autoimun ini tidak memiliki hubungan kredibel dengan SARS-CoV-2.
Menurut penelitian, sebagian besar vaksinasi Covid-19 didasarkan pada protein lonjakan SARS-CoV-2, yang mendorong respons imun kompleks dan menciptakan antibodi untuk melawan infeksi.
"Analisis kami menunjukkan SARS-CoV-2 tidak mengandung bahan imunogenik tamabahan yang bisa mendorong GBS. Karena itu, kekhawatiran bahwa vaksinasi Covid-19 bisa menyebabkan GBS dalam jumlah yang signifikan," jelasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
-
Statistik Suram Elkan Baggott Sepanjang 2025, Cuma Main 360 Menit
-
Pengguna PLTS Atap Meningkat 18 Kali Lipat, PLN Buka Kouta Baru untuk 2026
Terkini
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia
-
Keberlanjutan Makin Krusial dalam Layanan Kesehatan Modern, Mengapa?
-
Indonesia Kini Punya Pusat Bedah Robotik Pertama, Tawarkan Bedah Presisi dan Pemulihan Cepat
-
Pertama di Indonesia, Operasi Ligamen Artifisial untuk Pasien Cedera Lutut