Suara.com - Sejumlah media televisi dianggap tak menjaga indenpendensinya apalagi selama Pemilihan Umum 2014. Hal itu disampaikan oleh salah satu organisasi pemantauan televisi, Remotivi, yang tergabung dalam Koalisi Indenpenden untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP).
"Tak ada independensi di televisi. Tidak ada keberimbangan. Remotivi menilai satu-satunya yang tidak dihormati adalah publik sebagai pemilik frekuensi," ujar Koordinator Divisi Penelitian Remotivi, Heychael, di Cafe Tjikini, Minggu (13/7/2014).
Hal itu tergambar dalam penelitiannya sejak November 2013 lalu untuk frekuensi pemberitaan pemilik media, tokoh politik hingga calon presiden yang berafilisasi dengan pemilik televisi.
Di antaranya adalah, Metro TV, berdasarkan data Remotivi tanggal 1-7 November 2013, sebelum pileg, frekuensi Jokowi berjumlah 12 persen. Saat itu, frekuensi pemberitaan tertinggi Metro TV diberikan kepada Surya Paloh 20.5 persen. Tidak hanya itu, Surya Paloh adalah figur yang paling banyak diberitakan secara positif dengan persentase 47.6 persen.
"Situasi berubah ketika koalisi Nasdem dengan PDI Perjuangan. Pada penelitian berikutnya, yang mengambil data 1-7 Mei 2014, frekuensi pemberitaan Jokowi di Metro TV 31,1 persen. Sementara pemberitaan Prabowo Subianto hanya 12 persen dengan nada berita negatif sebesar 22 persen," kata Heychael.
Kemudian untuk ANTV dan TV One, data Remotivi pada 1-7 Mei 2014, sebelum berkoalisi dengan Gerindra menyebutkan, Aburizal Bakrie (Ical) adalah tokoh yang paling diberitakan ANTV (50 persen) dan TV One (39 persen).
"Kemudian berubah setelah pada 19 Mei karena terjadi kesepakatan Koalisi antara Golkar dan Gerindra yang mengusung Prabowo-Hatta," katanya.
Dia menambahkan, meski tidak mengalami peningkatan pemberitaan secara kuantitatif, namun data per 1-7 Juni 2014 menunjukan pemberitaan positif Prabowo di TV One meningkat, dari tidak ada sama sekali menjadi 52 persen. Begitu juga halnya dengan iklan Prabowo yang meningkat dari nihil menjadi 62 persen.
"Selaras dengan TV One, ruang redaksi ANTV rupanya juga mengalami pergeseran pascakoalisi pemiliknya. Frekunsi Prabowo yang pada periode 1-7 Mei 2014 hanya berjumlah 20 persen, menjadi 32 persen," tuturnya.
Kemudian untuk MNC Group, pada riset data 1-7 Mei yang diambil Remotivi, RCTI hanya memiliki satu berita soal Prabowo dan itu bernada negatif. Namun, setelah CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo bergabung dengan Koalisi Merah Putih (22 Mei 2014) terjadi perbuahan drastis.
"Data siaran pada 1-7 Juni menunjukan bahwa Prabowo adalah yang tertinggi 41 persen, dengan 100 persen bernada positif. Tren yang sama terjadi di grup lain, MNC TV dan Global TV. Total berita positif MNC TV adalah milik nomor urut 1 (Prabowo 55 persen dan Hatta 45 persen). Sementara Global TV 83 persen berita positif adalah milik Prabowo," paparnya.
Heychael mengkritisi, bersamaan dengan meningkatnya pemberitaan, dan iklan Prabowo di stasiun Viva Group dan MNC TV Group, terjadi pemberitaan tidak berimbang pada pasangan urut nomor dua (Jokowi-JK). Jokowi diberitakan negatif oleh TV One (80 persen) dan ANTV (100 persen).
"Hal tu juga terjadi pada kelompok MNC TV. Seluruh berita negatif di RCTI adalah milik Jokowi dan frekuensi berita negatif Jokowi di Global TV mencapai 43 persen," terang Heychael.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO