Suara.com - Anggota Komisi II DPR RI, Luthfi Andi Mutty, menyatakan bahwa pasal yang mengatur mengenai politik dinasti dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pilkada, itu masih proses tarik-ulur.
"Pembahasan mengenai politik dinasti itu masih tarik-ulur. Pembatasan keluarga para kepala daerah yang akan mencalonkan diri dalam pilkada sejauh ini masih belum menemui kata sepakat antara fraksi-fraksi di Komisi II DPR," ujarnya, saat dihubungi melalui telepon genggamnya (HP), Senin (2/2/2015).
Luthfi mengatakan, aturan dalam Perppu yang mengatur mengenai pembatasan kerabat kepala daerah yang akan maju dalam pilkada itu sempat disuarakan agar sebaiknya dihapus. Pasalnya, menurut politisi Partai Nasdem ini pula, pasal dinasti politik dianggap telah menghalangi hak politik seseorang, hanya karena menjadi bagian dari kerabat kepala daerah.
"Pada rapat sebelumnya, sebagian besar fraksi menginginkan pasal politik dinasti tersebut dihapus saja, lantaran dianggap menghalangi hak politik seseorang," katanya.
Namun belakangan, menurut Luthfi, setelah kembali menggelar rapat lanjutan di Komisi II, hampir semua fraksi berbalik dan menginginkan agar pasal itu tetap dipertahankan.
"Pasal ini masih tarik-ulur. Sekarang fraksi maunya pasal itu tetap ada. Mereka menginginkan tidak ada dinasti lagi di daerah. Padahal sebelumnya, banyak fraksi yang ingin menghapusnya. Makanya, saya katakan jika ini masih tarik-ulur," terangnya.
Luthfi menjelaskan, perubahan sikap fraksi terkait politik dinasti ini karena beberapa alasan. Di antaranya yakni fraksi menemukan fakta jika calon petahana atau incumbent kerap melakukan intimidasi, utamanya kepada lingkaran birokrasi.
Dia menambahkan, politik dinasti juga dianggap bisa menumbuhkan oligarki politik, serta tidak sehat bagi upaya regenerasi kepemimpinan. Maksudnya, kekuasaan hanya dikuasai oleh beberapa orang saja dan berasal dari satu keluarga, tanpa memberikan ruang kepada pihak lain untuk ikut berpartisipasi.
"Politik dinasti akan berdampak buruk bagi akuntabilitas birokrasi dan pemerintahan, karena cenderung ingin berkuasa dan tidak jarang pula melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)," jelasnya.
Lebih jauh, Luthfi menyebut bahwa politik dinasti juga dinilai cenderung menyalahgunakan kekuasaan. Artinya, siapa yang mempunyai fasilitas lebih banyak, uang lebih banyak, kekuatan dan pengaruh politik keluarga, maka itulah pemenang di setiap pertarungan politik.
"Baik itu perebutan (jabatan) eksekutif di daerah atau pemilihan kepala daerah, pemilu legislatif, dan lain-lain. Intinya, politik dinasti bisa berakibat pada praktik politik yang tidak sehat," ucapnya. [Antara]
Berita Terkait
-
Komisi X DPR Respons Kabar 700 Ribu Anak Papua Tak Sekolah: Masalah Serius, Tapi Perlu Cross Check
-
5 Kali Sufmi Dasco Pasang Badan Bela Rakyat Kecil di Tahun 2025
-
DPR Minta Pemerintah Jangan Remehkan Peringatan BMKG soal Bibit Siklon 93S
-
Komisi III Kritik Usulan Kapolri Ditunjuk Presiden Tanpa DPR: Absennya Pemaknaan Negara Hukum
-
Melalui Kolaborasi Global di Bali, BKSAP Dukung Penguatan Diplomasi Ekonomi Biru Berkelanjutan
Terpopuler
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
Pilihan
-
Cek Fakta: Viral Klaim Pigai soal Papua Biarkan Mereka Merdeka, Benarkah?
-
Ranking FIFA Terbaru: Timnas Indonesia Makin Pepet Malaysia Usai Kena Sanksi
-
Sriwijaya FC Selamat! Hakim Tolak Gugatan PKPU, Asa Bangkit Terbuka
-
Akbar Faizal Soal Sengketa Lahan Tanjung Bunga Makassar: JK Tak Akan Mundur
-
Luar Biasa! Jay Idzes Tembus 50 Laga Serie A, 4.478 Menit Bermain dan Minim Cedera
Terkini
-
Wagub Babel Hellyana Resmi Jadi Tersangka Ijazah Palsu
-
Eksklusif! Jejak Mafia Tambang Emas Cigudeg: Dari Rayuan Hingga Dugaan Setoran ke Oknum Aparat
-
Gibran Bagi-bagi Kado Natal di Bitung, Ratusan Anak Riuh
-
Si Jago Merah Ngamuk di Grogol Petamburan, 100 Petugas Damkar Berjibaku Padamkan Api
-
Modus 'Orang Dalam' Korupsi BPJS, Komisi 25 Persen dari 340 Pasien Hantu
-
WFA Akhir Tahun, Jurus Sakti Urai Macet atau Kebijakan Salah Sasaran?
-
Kejati Jakarta Tetapkan 2 Pegawai BPJS Ketenagakerjaan Jadi Tersangka Tindak Pidana Klaim Fiktif JKK
-
Sempat Kabur dan Nyaris Celakai Petugas KPK, Kasi Datun HSU Kini Pakai Rompi Oranye
-
Jadi Pemasok MBG, Perajin Tempe di Madiun Raup Omzet Jutaan Rupiah per Hari
-
Cegah Kematian Gajah Sumatera Akibat EEHV, Kemenhut Gandeng Vantara dari India