Suara.com - Tidak semua pekerja seks komersial perempuan dikirim dari Indramayu. Namun informasi The Age mengatakan adanya stigma Indramayu sebagai sumber pengiriman PSK sejak 30 tahun lalu. Jalur pengirimannya pun sudah berkembang.
Sejak 30 tahun lalu perempuan belia usia 15 atau 16 tahun dikirimkan ke rumah pelacuran di seluruh Indonesia, terutama Jakarta. Jalur pengiriman itu terungkap di tahun 2007. Pemerintah Indonesia pun melarang penjualan anak di usia 18 tahun.
Namun ternyata masih banyak anak-anak yang 'diekspor'. Jalurnya bukan melewati germo, tapi antar teman atau orang dekat. Sehingga sulit dilacak.
Jalur itu diungkap oleh seorang mantan germo bernama Sukim. Sukim sekarang bekerja di Yayasan Kusuma Bongas, LSM yang memerangi perekrutan pekerja seks.
Kata Sukim, peran germo di awal karier PSK sudah berkurang. Sekarang justru teman dekatlah yang menjadi perantara calon PSK untuk menjadi PSK.
Si calon PSK akan diberikan pinjaman dan harus dicicil dengan bunga besar. Modus itu masih dijalankan oleh germo dan mami-mami di rumah pelacuran.
Sukim mengatakan peran orangtua begitu besar dalam praktik prostitusi dengan menjual anak gadis di Indramayu. Dalam bisnis itu, orangtua yang diuntungkan. Terlebih germo atau mami punya banyak uang untuk memanjakan si orangtua agar anak gadisnya bisa terus menjadi 'sapi perah seks'.
Siapa sosok mantan PSK yang sukses?
"Siapa orang yang paling sukses menjadi pekerja seks," kata Sunenti salah satu gadis di dekat Sukim. Dia mengatakan, menjadi PSK adalah nasib terburuk, kata Asiah mantan pekerja seks lainnya yang juga di dekat Sukim.
Saat menjadi pekerja seks di Jakarta, tidak mudah untuk menikmati uang hasil bekerja. Bahkan hanya sekadar berbelanja di mal atau supermarket.
"Tidak mudah untuk pergi keluar, bahkan pada hari libur atau untuk berbelanja. Karena penjaga keamanan selalu membuntuti. Mereka mengikuti untuk memastikan Anda tidak lari atau kabur ke kampung," kata Asiah.
Sukim menjelaskan kebanyakan orangtua yang menjual anak perempuannya untuk menjadi PSK karena alasan ekonomi. "Mana yang lebih baik?," tanya Sukim. Menjadi petani di sawah hanya mendapatkan uang Rp30 ribu perhari. Sementara menjadi buruh migran atau TKI harus berpikir panjang. Jauh dari negara dan rawan tindakan penganiayaan dan pemerkosaan oleh majikan.
Kata Sukim, pendidikan menjadi masalah di sana. Banyak anak putus sekolah setelah SD. Terlebih banyak gadis di usia 15 tahun menjadi pengangguran. (The Age)
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 5 HP Murah RAM 8 GB Memori 256 GB untuk Mahasiswa, Cuma Rp1 Jutaan
- Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
- 5 Sunscreen Terbaik Mengandung Kolagen untuk Usia 50 Tahun ke Atas
- 8 Lipstik yang Bikin Wajah Cerah untuk Ibu Rumah Tangga Produktif
Pilihan
-
Vinfast Limo Green Sudah Bisa Dipesan di GJAW 2025, Ini Harganya
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
Terkini
-
KPK Tancap Gas Sidik Korupsi Bansos, Meski Rudi Tanoe Terus Ajukan Praperadilan
-
Malam Penganugerahan Pegadaian Media Awards 2025 Sukses Digelar, Ini Daftar Para Jawaranya
-
Sekjen PBNU Minta Pengurus Tenang di Tengah Isu Pelengseran Gus Yahya dari Kursi Ketua Umum
-
Kader Muda PDIP Ditantang Teladani Pahlawan: Berjuang Tanpa Tanya Jabatan
-
Kementerian PU Tingkatkan Kapasitas Petugas Pelayanan Publik
-
Bukan Cuma Guru Ngaji, Ketua Kelompok Pengajian di Jember Kini Dapat Uang Insentif
-
Siswa Mengadu soal Perundungan di Sekolah, Wagub Rano Karno Janji Usut Tuntas
-
Mendagri Harap Karang Taruna Jadi Motor Penggerak Perubahan Desa
-
Tak Terima Jadi Tersangka, Kakak Hary Tanoe Kembali Ajukan Praperadilan Lawan KPK
-
Hadiri Acara 50 Tahun Kemerdekaan Republik Angola, Mendagri: Kehormatan Besar bagi Rakyat Indonesia