Suara.com - Staf ahli Pelanggaran HAM Kemenkumham Ma'mun mengatakan, alasan revisi pemberian remisi kepada koruptor saat ini karena syarat remisi terdahulu dinilai sulit dilakukan.
"Syarat pemberian remisi pada terpidana korupsi antara lain berkelakuan baik, sudah menjalani masa pidana selama enam bulan dan bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu bongkar perkara pidana yang dilakukannya, nah ini yang sulit," kata Ma'mun di Jakarta, Selasa (24/3/2015).
Dia menjelaskan, bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kasus lain atau 'justice colaborator' merupakan hal yang sulit dilakukan oleh terpidana korupsi.
"Karena terpidana korupsi sulit mendapat persyaratan sebagai 'justice colaborator'. Kalau dia ngga tahu (permasalahan suatu kasus korupsi), masa harus cari-cari kesalahan orang," kata Ma'mun.
Menurut Yasonna, 'justice colaborator tersebut hanya dapat dilakukan pada saat penyidikan dan persidangan di pengadilan.
Ma'mun beranggapan, keringanan hukuman yang diberikan pada terpidana korupsi seharusnya dilakukan pada tingkat putusan hakim di pengadilan.
"'Justice colaborator' sulit dilaksanakan karena adanya di penyidikan dan juga di pengadilan, kalau iya dia dapat keringanan di pengadilan," kata dia.
Ma'mun berpendapat proses hukum seorang terpidana sudah berakhir saat vonis di pengadilan. Sementara ia menganggap masa tahanan di lembaga pemasyarakatan sudah memasuki pembinaan dalam ranah Kemenkumham.
Dengan alasan tersebut, Ma'mun mengatakan Kemenkumham merevisi syarat-syarat dalam hal memberikan remisi kepada terpidana korupsi.
Kemenkumham berencana untuk merevisi Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 mengenai Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan mengatur syarat pemberian remisi dan pembebasan bersyarat (PB) untuk terpidana korupsi, narkoba, terorisme, kejahatan HAM berat serta kejahatan transnasional yang terorganisasi.
Menurut Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, semua narapidana berhak mendapatkan pembebasan bersyarat, pendidikan dan pelayanan.
Yasona mengungkapkan bahwa filosofi pembinaan tidak lagi pembalasan maupun pencegahan melainkan perbaikan tindakan sehingga bila seseorang sudah dinyatakan bersalah dan diputus pidana penjara maka selesailah fungsi penghukuman dan beralih ke fungsi rehabilitasi atau pembinaan.
Pemberian remisi sendiri sudah diatur dalam UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
Pilihan
-
Cek Fakta: Viral Klaim Pigai soal Papua Biarkan Mereka Merdeka, Benarkah?
-
Ranking FIFA Terbaru: Timnas Indonesia Makin Pepet Malaysia Usai Kena Sanksi
-
Sriwijaya FC Selamat! Hakim Tolak Gugatan PKPU, Asa Bangkit Terbuka
-
Akbar Faizal Soal Sengketa Lahan Tanjung Bunga Makassar: JK Tak Akan Mundur
-
Luar Biasa! Jay Idzes Tembus 50 Laga Serie A, 4.478 Menit Bermain dan Minim Cedera
Terkini
-
Wagub Babel Hellyana Resmi Jadi Tersangka Ijazah Palsu
-
Eksklusif! Jejak Mafia Tambang Emas Cigudeg: Dari Rayuan Hingga Dugaan Setoran ke Oknum Aparat
-
Gibran Bagi-bagi Kado Natal di Bitung, Ratusan Anak Riuh
-
Si Jago Merah Ngamuk di Grogol Petamburan, 100 Petugas Damkar Berjibaku Padamkan Api
-
Modus 'Orang Dalam' Korupsi BPJS, Komisi 25 Persen dari 340 Pasien Hantu
-
WFA Akhir Tahun, Jurus Sakti Urai Macet atau Kebijakan Salah Sasaran?
-
Kejati Jakarta Tetapkan 2 Pegawai BPJS Ketenagakerjaan Jadi Tersangka Tindak Pidana Klaim Fiktif JKK
-
Sempat Kabur dan Nyaris Celakai Petugas KPK, Kasi Datun HSU Kini Pakai Rompi Oranye
-
Jadi Pemasok MBG, Perajin Tempe di Madiun Raup Omzet Jutaan Rupiah per Hari
-
Cegah Kematian Gajah Sumatera Akibat EEHV, Kemenhut Gandeng Vantara dari India