Suara.com - Bekas Kepala Badan Intelijen Negara Abdullah Makhmud Hendropriyono setuju pasal penghinaan terhadap Presiden dalam KUHP dihidupkan lagi. Seperti diketahui, saat ini Presiden Joko Widodo mengajukan 786 Pasal dalam RUU KUHP ke DPR untuk disetujui menjadi UU KUHP.
"Kalau seseorang dihina orang lain, orang yang menghina harus dihukum," kata Hendropriyono saat ditemui saat menghadiri acara pemberian tanda penghormatan dua Polisi Diraja Malaysia di Mabes Polri, Jumat (7/8/2015).
Untuk menguatkan argumen, Presiden Hendropriyono mengutip pernyataan filsuf Romawi kuno yang ahli pidato Latin dan ahli gaya prosa, Cicero atau Marcus Tullius Cicero: bila hukum tidak bisa ditegakkan, maka penyelesaiannya dengan senjata.
"Siapa saja kalau dihina, hukum tidak tidak bicara, nanti yang bicara senjata. Itu kan Cicero yang bilang begitu. Hukum harus bisa menyelesaikan hal itu. Kalau tidak saudara pukul orangnya, kan jadi masalah," ujar Hendro.
Menurut Hendro seluruh negara di dunia memiliki undang-undang yang mengatur penghinaan terhadap Kepala negara.
"Di seluruh dunia itu menghina Presiden itu ada pasalnya. Menurut saya, menghina Presiden itu salah," katanya.
Menurut Hendropriyono, kritik dan menghina beda artinya. Kalau mengkritik langkah Presiden, katanya, tentu saja boleh.
"Tapi kalau bilang, eh lu Presiden bangsat lu, itu menghina. Masa orang maki-maki Presiden kita biarkan, tidak boleh dong. Kalau kritikan, biarkan saja," katanya.
Pasal mengenai penghinaan Presiden dan Wakil Presiden sebenarnya sudah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi pada 2006. Pasal 263 ayat 1 RUU KUHP itu berbunyi: "setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Ketegori IV."
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO