Suara.com - Anggota MKD dari Fraksi Golkar Ridwan Bae mengatakan, ada tiga poin besar yang belum bisa diterimanya terhadap putusan MKD tanggal 24 November.
Putusan ini terkait perkara yang sedang ditangani MKD, yaitu kasus Ketua DPR Setya Novanto yang dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said untuk kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Jusuf Kalla (JK) dalam perpanjangan kontrak PT. Freeport Indonesia.
Pendapat ini, kata Ridwan tidak hanya diamini Golkar, tapi fraksi lain seperti PAN, PDI Perjuangan, Gerindra, dan PPP.
Dia menerangkan, pendapat ini bukan maksud menganulir putusan ini. Tapi dia menganggap keabsahan keputusan tanggal 24 November sama sekali tidak ada. Karena verifikasi terhadap bukti awal itu sama sekali tidak lakukan.
"Mereka hanya menerima verifikasi adminitrasi dan itu jadi polemik karena seorang menteri tidak boleh mengadukan anggota DPR," kata Ridwan di DPR, Senin (30/11/2015).
Kemudian, sambungnya, masalah selanjutnya adalah soal diperlukannya pendapat dua ahli, yaitu ahli bahasa dan ahli hukum tata negara, untuk penafsiran masalah legal standing Menteri ESDM dalam pelaporan untuk kasus ini. Namun, dari dua ahli itu, yang hadir hanya ahli bahasa. Dengan tidak hadirnya ahli hukum, menurut Ridwan, keputusan itu harus ditunda sambil menunggu keterangan ahli tata negara.
"Tapi karena terburu-buru karena desakan masyarakat, kata sidang tadi mereka lanjutkan, hanya mendengarkan ahli bahasa. Apa korelasinya ahli bahasa sama ahli hukum. Itu perbedaan kami," katanya.
Lebih anehnya lagi, sambungnya, dalam ketentuan yang ada, setelah verifikasi terjadi dan lengkap, baru diajukan tindak lanjut yang akan dilakukan MKD. Tapi, sambungnya, ternyata MKD menindaklanjuti justru ketika verifikasi berjalan sambil menjalankan verifikasi mereka menetapkan jadwal-jadwal.
"Saya ingin ini jelas dan terang, bahwa politisasi tercipta hanya untuk mencari persoalan," kata Ridwan.
Sebelumnya, rapat internal MKD berjalan alot. Sedianya rapat kali ini beragendakan menjadwalkan persidangan untuk kasus tersebut. Rapat pun harus diskors selama 30 menit setelah berjalan 2 jam lebih lantaran pembahasan ini.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Keluarga 7 Seater Seharga Kawasaki Ninja yang Irit dan Nyaman
- Bukan Akira Nishino, 2 Calon Pelatih Timnas Indonesia dari Asia
- Diisukan Cerai, Hamish Daud Sempat Ungkap soal Sifat Raisa yang Tak Banyak Orang Tahu
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 22 Oktober 2025, Dapatkan 1.500 Gems dan Player 110-113 Sekarang
- 3 Rekomendasi Mobil Keluarga 9 Seater: Kabin Lega, Irit BBM, Harga Mulai Rp63 Juta
Pilihan
-
Wawancara Kerja Lancar? Kuasai 6 Jurus Ini, Dijamin Bikin Pewawancara Terpukau
-
5 Laga Klasik Real Madrid vs Juventus di Liga Champions: Salto Abadi Ronaldo
-
Prabowo Isyaratkan Maung MV3 Kurang Nyaman untuk Mobil Kepresidenan, Akui Kangen Naik Alphard
-
Suara.com Raih Penghargaan Media Brand Awards 2025 dari SPS
-
Uang Bansos Dipakai untuk Judi Online, Sengaja atau Penyalahgunaan NIK?
Terkini
-
BLTS Rp900 Ribu Lewat Kantor Pos Belum Cair, Mensos Ungkap Alasannya
-
Dicari Polisi usai Viral, Detik-detik Sopir Brio Kabur Usai Isi Pertalite Rp200 Ribu di SPBU Rempoa
-
Jawab Keraguan Publik, Aqua Rilis Video Animasi Terbentuknya Air Mineral Aqua dari Dalam Tanah
-
Dharma Pongrekun Beberkan Kunci Reformasi Polri Sesungguhnya Terletak pada Kehendak Kepala Negara
-
'Kasusnya Nggak Seram': Jurus Pede Pengacara Jelang Pemeriksaan Perdana Lisa Mariana
-
Pembalap Faryd Sungkar Terseret Kasus TPPU Mantan Sekretaris MA, Apa Perannya?
-
Imbas Konten Dedi Mulyadi, Aqua Didesak Ganti Logo Gunung Jadi Sumur
-
Buru 'Raja Minyak' Riza Chalid, Kejagung Kini 'Sikat' Jaringan Internalnya
-
Getol Bongkar Borok Proyek Whoosh, Siapa Agus Pambagio? Ini Profil dan Pendidikannya
-
Rp14,6 Triliun APBD DKI 'Tidur' di Bank, Anggota DPRD Curiga: Ada Apa?