News / Metropolitan
Jum'at, 10 Februari 2017 | 13:46 WIB
Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan, dan Pangdam Jaya Mayor Jenderal Teddy Lhaksmana [suara.com/Agung Sandy Lesmana]
Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan, dan Pangdam Jaya Mayor Jenderal Teddy Lhaksmana, dan sejumlah stakeholder melakukan pertemuan untuk membahas persiapan pengamanan pilkada, termasuk menanggapi rencana aksi ormas di bawah Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Sabtu (11/2/2017). Aksi tersebut dilakukan tepat di hari terakhir masa kampanye pilkada Jakarta.

"Kami bersama TNI dan jajaran Kodam Jaya dan juga jajaran Polda Metro Jaya dan beberapa pejabat Mabes Polri. Intinya kami membahas mengenai rencana pengamanan aksi yang akan dilakukan sekelompok masyarakat yang mereka sebut aksi 112. Oleh sekelompok masyarakat saya garis bawahi karena ini sekelompok masyarakat tertentu," kata Tito di Polda Metro Jaya, Jumat (10/2/2017).

Para pemimpin otoritas keamanan sudah berkoordinasi dengan para pemuka agama begitu mendengar rencana aksi 11 Februari.

Dari hasil koordinasi, Tito memastikan aksi 11 Februari tidak mendapat dukungan dari Muhammadiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama serta Majelis Ulama Indonesia. Bahkan, pemimpin Muhammadiyah dan PBNU menyarankan agar aksi tersebut dibatalkan karena syarat dengan muatan politis menjelang pilkada Jakarta.

"Jadi kalau beberapa ormas Islam mainstream yang besar seperti Muhammadiyah tidak mendukung aksi ini. Dari rois aam PBNU juga jelas menyampaikan tidak mendukung aksi ini. Demikian juga MUI, bahkan menyarankan lebih baik membatalkan karena mobilisasi massa erat hubungannya dengan masalah politik pilkada dan keberatan masalah keagamaan dikaitkan dengan politik pilkada," kata dia.

Tito mengatakan aksi tersebut semula akan dilakukan dengan long march dari Masjid Istiqlal atau Bundaran Hotel Indonesia ke Monumen Nasional, Jakarta Pusat. Tetapi setelah menuai kritik, para pimpinan ormas di bawah GNPF, khususnya Bachtiar Nasir dan Habib Rizieq Shihab belakangan sepakat untuk tidak long march ke Monas karena rawan, mengingat hari itu tiga pasangan kandidat gubernur juga akan kampanye. Akhirnya, GNPF berkomitmen untuk menyelenggarakan kegiatan keagamaan, seperti dzikir, tausiah di Masjid Istiqlal.

"Berkaitan dengan itu beberapa waktu lalu elemen masyarakat ini berupaya melakukan long march dari Monas ke Bundaran HI dan kembali ke Monas. Menanggapi rencana tersebut, panwaslu DKI dan KPUD DKI, pelaksana tugas gubernur, kapolda dan pangdam sudah melakukan press conference yang isinya melarang aksi tersebut karena potensial melanggar UU pilkada sekaligus juga melanggar UU Nomor 9 Tahun 98 tentang penyampaian pendapat di muka umum," kata Tito.
 
Kemarin sore, usai bertemu Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, Bachtiar Nasir memastikan tidak jadi aksi ke Monas.
 
"Agenda 11 Februari adalah agenda keagamaan sebagaimana yang disebutkan oleh bapak kapolri agenda yang akan diterapkan pada tanggal 11 Februari adalah dimulai dari salat Subuh berjamaah dengan penuh ke khusyukan kami berdoa untuk negeri," ujar Bachtiar rumah Wiranto, Jalan Denpasar Raya, Kuningan, Jakarta Selatan.

Bachtiar memastikan kegiatan nanti tidak akan ke luar dari lingkungan masjid agar tidak mengganggu kepentingan umum. Di dalam masjid, mereka akan membuat acara tausiah dan dzikir bersama. Bachtiar juga mengatakan isi tausiahnya tidak akan memprovokasi.

"Lalu dilanjutkan dengan tausiah-tausiah yang tidak memprovokasi dengan tausiah-tausiah yang membawa pada kesejukan dan kedamaian," tutur Bactiar.

Setelah tausiah, acara akan ditutup dengan khataman Al Quran. Acara ini dibuat untuk meredam provokasi.

"Esoknya akan ada khatam Quran dan diteruskan dengan dzikir sebelumnya oleh karenanya tidak boleh ada hal-hal yang bisa mengganggu ketertiban umum tidak boleh ada hal-hal yang bisa menimbulkan provokasi-provokasi," katanya.

Bactiar mengimbau peserta aksi untuk menjaga ketertiban dan kebersihan lingkungan masjid.

"Untuk itu bersama aparat kita bekerjasama menjaga kebersihan dengan kata ini masjid negara yang harus kita hormati. Jadi kita tegas dengan ini secara resmi bahwa tidak ada long march. Jika ada long march, maka itu di luar agenda, dan kita tidak bertanggungjawab dan menyerahkan itu kepada aparat," katanya.
 
Setelah GNPF mengendurkan urat syaraf, usai pertemuan, Wiranto menyampaikan sikap lebih netral.
 
"Tapi kalau dari pihak saya, sebagai pemangku kepentingan yang memegang masalah hukum, ketertiban dan keamanan, saya hanya mengatakan bahwa, silakan saja kalau ada aktivitas, tapi jangan sampai melanggar hukum," kata Wiranto.

Wiranto sudah bicara panjang lebar dengan kedua tokoh yang punya andil besar dalam aksi 4 November dan 2 Desember 2016.

Tag

Load More