Masjid Al Waqfiyah, Salemba I, RT 7, RW 8, Paseban, Jakarta Pusat [suara.com/Erick Tanjung]
Pekan lalu, beredar kabar yang menyebutkan pengelola Masjid Al Waqfiyah, Salemba I, RT 7, RW 8, Paseban, Jakarta Pusat, mengeluarkan pengumuman yang berisi penolakan mengurus kematian, salat, doa, warga yang memilih calon gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di pilkada Jakarta.
Untuk memastikan kabar tersebut, siang tadi, pasangan Ahok, Djarot Saiful Hidayat, datang ke sana.
"Ada satu pengumuman dari masjid Al Waqiyah ini yang menyatakan bahwa, bagi umat muslim yang memilih pasangan tertentu kalau meninggal dunia tidak disalati, tidak ditahlili, dan sebagainya," ujar Djarot di Masjid Al Waqfiyah.
Setelah bicara dengan ketua pengurus masjid ini, Muhamad Shodikin, Djarot mendapatkan penjelasan bahwa informasi tersebut tidak benar.
"Oleh sebab itu kami apresiasi dan beri penghargaan kepada pengurus masjid yang meluruskan berita itu, bahwa itu tidak benar," kata Djarot.
Djarot mengaku mengetahui kabar tersebut dari saudaranya di Blitar, Jawa Timur.
Djarot berharap warga Jakarta jangan pernah terpengaruh dengan informasi seperti itu.
"Kita diadu domba satu sama lain hanya gara gara pilkada. Please saya mohon jangan," kata Djarot di masjid yang berdiri tahun 1960.
"Mari di masjid ini kita behenti lakukan kegiatan yang mengumbar kebencian kemungkaran. Berhenti untuk sifat-sifat yang jahat," Djarot menambahkan
Selain selebaran, ada pula spanduk. Salah satu spanduk ditemukan Suara.com di Masjid Al Jihad, Gang BB, Kelurahan Karet, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan. Semalam, spanduk bertuliskan: Masjid Ini Tidak Mensholatkan Jenazah Pendukung dan Pembela Penista Agama, masih terpasang di depan masjid.
Untuk memastikan kabar tersebut, siang tadi, pasangan Ahok, Djarot Saiful Hidayat, datang ke sana.
"Ada satu pengumuman dari masjid Al Waqiyah ini yang menyatakan bahwa, bagi umat muslim yang memilih pasangan tertentu kalau meninggal dunia tidak disalati, tidak ditahlili, dan sebagainya," ujar Djarot di Masjid Al Waqfiyah.
Setelah bicara dengan ketua pengurus masjid ini, Muhamad Shodikin, Djarot mendapatkan penjelasan bahwa informasi tersebut tidak benar.
"Oleh sebab itu kami apresiasi dan beri penghargaan kepada pengurus masjid yang meluruskan berita itu, bahwa itu tidak benar," kata Djarot.
Djarot mengaku mengetahui kabar tersebut dari saudaranya di Blitar, Jawa Timur.
Djarot berharap warga Jakarta jangan pernah terpengaruh dengan informasi seperti itu.
"Kita diadu domba satu sama lain hanya gara gara pilkada. Please saya mohon jangan," kata Djarot di masjid yang berdiri tahun 1960.
"Mari di masjid ini kita behenti lakukan kegiatan yang mengumbar kebencian kemungkaran. Berhenti untuk sifat-sifat yang jahat," Djarot menambahkan
Selain selebaran, ada pula spanduk. Salah satu spanduk ditemukan Suara.com di Masjid Al Jihad, Gang BB, Kelurahan Karet, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan. Semalam, spanduk bertuliskan: Masjid Ini Tidak Mensholatkan Jenazah Pendukung dan Pembela Penista Agama, masih terpasang di depan masjid.
Tokoh masyarakat Habib Novel Chaidir Hasan Bamukmin mendukung sikap pengurus masjid dan musala di Jakarta menolak mengurus kematian warga yang mendukung pemimpin yang dianggap menistakan agama. Pesan tersebut diarahkan kepada Ahok, calon gubernur Jakarta petahana yang kini berstatus terdakwa kasus penodaan agama.
"Ini terlepas dari ormas apapun, terlepas dari urusan pilkada, ini adalah keputusan hukum daripada syariat Islam. Jadi banyak ulama, ustadz, dai, pengurus masjid mengambil sikap, termasuk saya juga. Saya pribadi imbau teman-teman di masjid atau musala jangan salatkan orang-orang yang telah mendukung gubernur yang menista agama karena haram. Mutlak," kata Novel kepada Suara.com.
Novel menegaskan bahwa sikapnya kali ini tidak mewakili Front Pembela Islam.
Novel menambahkan pesan tersebut juga akan dia sampaikan saat nanti menjadi khatib salat Jumat siang ini. Dia menekankan sikap ini dalam konteks kenegaraan di daerah mayoritas Islam.
"Jadi mereka ulama, ustadz, kyai, memberikan imbauan itu sangat tepat. Perlu dimaklumi dan perlu diketahui. Ini adalah hukum syariat, terlepas dari pilkada," kata dia.
Novel membantah pemasangan spanduk tersebut merupakan ide FPI.
"Perlu dijelaskan. Tidak ada hubungan dengan FPI. FPI justru tidak pernah mengeluarkan pendapat semacam ini," kata dia.
Novel mengungkapkan spanduk berisi pesan seperti itu ada di banyak masjid dan musala di Jakarta.
"Bukan di Al Jihad saja. Ada juga di daerah Jakarta Selatan, banyak. Di Jakarta Pusat di daerah Kota, Pekojan, juga," kata Novel.
Bahkan, Novel mengaku juga membuat selebaran sendiri dan menyebarkannya ke masjid dan musala.
"Saya bikin selebaran. Imbauan bahwa sanksi daripada memilih pemimpin kafir itu haram hukumnya. Dan sanksinya berat, tidak boleh disalatkan jenazahnya. Ini soal aqidah," kata dia.
"Ini terlepas dari ormas apapun, terlepas dari urusan pilkada, ini adalah keputusan hukum daripada syariat Islam. Jadi banyak ulama, ustadz, dai, pengurus masjid mengambil sikap, termasuk saya juga. Saya pribadi imbau teman-teman di masjid atau musala jangan salatkan orang-orang yang telah mendukung gubernur yang menista agama karena haram. Mutlak," kata Novel kepada Suara.com.
Novel menegaskan bahwa sikapnya kali ini tidak mewakili Front Pembela Islam.
Novel menambahkan pesan tersebut juga akan dia sampaikan saat nanti menjadi khatib salat Jumat siang ini. Dia menekankan sikap ini dalam konteks kenegaraan di daerah mayoritas Islam.
"Jadi mereka ulama, ustadz, kyai, memberikan imbauan itu sangat tepat. Perlu dimaklumi dan perlu diketahui. Ini adalah hukum syariat, terlepas dari pilkada," kata dia.
Novel membantah pemasangan spanduk tersebut merupakan ide FPI.
"Perlu dijelaskan. Tidak ada hubungan dengan FPI. FPI justru tidak pernah mengeluarkan pendapat semacam ini," kata dia.
Novel mengungkapkan spanduk berisi pesan seperti itu ada di banyak masjid dan musala di Jakarta.
"Bukan di Al Jihad saja. Ada juga di daerah Jakarta Selatan, banyak. Di Jakarta Pusat di daerah Kota, Pekojan, juga," kata Novel.
Bahkan, Novel mengaku juga membuat selebaran sendiri dan menyebarkannya ke masjid dan musala.
"Saya bikin selebaran. Imbauan bahwa sanksi daripada memilih pemimpin kafir itu haram hukumnya. Dan sanksinya berat, tidak boleh disalatkan jenazahnya. Ini soal aqidah," kata dia.
Komentar
Berita Terkait
-
Ada Spanduk Tolak Salatkan Jenazah Pro Ahok, Ini Reaksi Istiqlal
-
Spanduk Tolak Salatkan Jenazah Pro Ahok, Timses: Itu Sakit Jiwa!
-
Tolak Salatkan Jenazah Pro Ahok, Masjid Jangan Jadi Alat Politik
-
Politisi PKB Desak Mendagri Cepat Tunjuk Pengganti Ahok Saat Cuti
-
Ahok Akui Dedikasi Kerja Pasukan Oranye
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Moisturizer Mengandung SPF untuk Usia 40 Tahun, Cegah Flek Hitam dan Penuaan
- PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
- 4 Mobil Bekas 50 Jutaan Muat 7-9 Orang, Nyaman Angkut Rombongan
- Daftar Mobil Bekas yang Harganya Paling Stabil di Pasaran
- 3 Pemain Naturalisasi Baru Timnas Indonesia untuk Piala Asia 2027 dan Piala Dunia 2030
Pilihan
-
Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
-
4 HP 5G Paling Murah November 2025, Spek Gahar Mulai dari Rp 2 Jutaan
-
6 HP Snapdragon dengan RAM 8 GB Paling Murah, Lancar untuk Gaming dan Multitasking Intens
-
Harga Emas di Pegadaian Stabil Tinggi Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Kompak Naik
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
Terkini
-
Pimpin Ziarah Nasional di TMPNU Kalibata, Prabowo: Jangan Sekali-sekali Lupakan Jasa Pahlawan
-
Ketua DPD Raih Dua Rekor MURI Berkat Inisiasi Gerakan Hijau Nasional
-
Jadwal dan Lokasi SIM Keliling Jakarta Hari Ini, Senin 10 November 2025
-
Kondisi Terduga Pelaku Ledakan SMA 72 Jakarta Membaik Usai Operasi, Polisi Fokus Pemulihan
-
Buntut Tragedi SMA 72 Jakarta, Pemerintah Ancam Blokir Game Online Seperti PUBG
-
Polemik Pahlawan Nasional: Soeharto Masuk Daftar 10 Nama yang akan Diumumkan Presiden Prabowo
-
Soeharto, Gus Dur, Hingga Marsinah Jadi Calon Pahlawan Nasional, Kapan Diumumkan?
-
Motif Pelaku Ledakan di SMAN 72: KPAI Sebut Dugaan Bullying hingga Faktor Lain
-
Siswa SMAN 72 Terapkan Pembelajaran Online 34 Hari untuk Redam Trauma Usai Ledakan
-
Garis Polisi di SMA 72 Dicabut, KPAI Fokus Pulihkan Trauma Ratusan Siswa dan Guru