Suara.com - Mantan Anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani berkukuh mendapat tekanan dari tiga penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), saat diperiksa terkait kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Miryam, dalam sidang kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/3/2017), tetap mengakui ditekan penyidik KPK. Pasalnya, sebelum diperiksa, Novel Baswedan—penyidik KPK—menegaskan Miryam seharusnya sudah ditangkap sejak tahun 2010.
”Sewaktu kali pertama diperiksa, tanggal 1 Desember 2016, saya langsung ditekan. Sebelum diberi pertanyaan-pertanyaan, Novel langsung ngomong ’seharusnya saya sudah ditangkap tahun 2010’. Saya waktu itu langsung pusing dan drop,” tutur Miryam di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta.
Miryam menuturkan, tambah tertekan lantaran saat itu kondisinya tidak sehat. Sebab, ia mengklaim kurang tidur saat malam sebelum diperiksa karena berpesta merayakan hari ulang tahunnya.
"Saya datang jam 10.00 WIB, langsung diperiksa sampai pukul 20.00 WIB di ruangan 2x2. Itu juga membuat saya tidak nyaman," katanya.
Dalam persidangan yang sama, Novel membantah menekan Miryam saat pemeriksaan. Ia mengatakan, KPK berusaha membuat Miryam senyaman-nyamannya saat pemeriksaan.
"Soal yang bersangkutan (Miryam) merasa diancam ketika saya mengatakan seharusnya (Miryam) sudah ditangkap, itu semua ada buktinya. Saya bisa tunjukkan transkrip yang bersangkutan pernah dalam proses operasi tangkap tangan tahun 2010. Ada hasil sadapan komunikasi dia soal uang (korupsi e-KTP), tapi memang belum proses ditangkap,” tutur Novel.
Novel meyakini Miryam sudah terbiasa menerima uang suap sebagai anggota DPR. Pun juga dalam kasus patgulipat pelelangan proyek pengadaan e-KTP.
Baca Juga: Penyidik KPK Jelaskan Soal Bau Durian, Muntah, sampai Mencret
Ia mengungkapkan, ada bukti-bukti uang dan saksi yang pernah mengantarkan uang korupsi e-KTP kepada Miryam.
”Kami, penyidik KPK, sudah memanggil saksi tersebut. Kami tahu pembagian uang itu dari saksi. Tapi detil mekanisme pembagian uangnya ini yang kami belum ketahui,” tandasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Kemendagri Batalkan Mutasi Kepala SMPN 1 Prabumulih, Wali Kota Arlan Terancam Sanksi
-
DPW dan DPC PPP dari 33 Provinsi Deklarasi Dukung M Mardiono Jadi Ketua Umum
-
Menteri HAM Natalius Pigai Sebut Orang Hilang 'Belum Terlihat', YLBHI Murka: Denial!
-
Dari Dirut Sampai Direktur, Jajaran BPR Jepara Artha Kini Kompak Pakai Rompi Oranye
-
Pemeriksaan Super Panjang, Hilman Latief Dicecar KPK Hampir 12 Jam soal Kuota Haji
-
Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Polisi Ungkap Alasan Bima Permana Dagang Barongsai di Malang
-
Tito Karnavian: Satpol PP Harus Humanis, Bukan Jadi Sumber Ketakutan
-
Wamenkum Sebut Gegara Salah Istilah RUU Perampasan Aset Bisa Molor, 'Entah Kapan Selesainya'
-
'Abuse of Power?' Kemendagri Sebut Wali Kota Arlan Langgar Aturan Copot Kepala SMP 1 Prabumulih
-
Strategi Baru Senayan: Mau RUU Perampasan Aset Lolos? UU Polri Harus Direvisi Dulu