Menteri PPPA, Yohana Yembise. [suara.com/ Risna Halidi]
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, KPPA baru saja mengikuti sidang Commission of the Status of Women atau CSW ke-61 di New York, Amerika Serikat.
Berlangsung sejak 13 hingga 24 Maret 2017, CSW ke-61 kali ini mengangkat tema Women's Economic Empowerment in the Changing World of Work yang menyoroti upaya pemberdayaan ekonomi perempuan di dunia kerja kontemporer dalam kaitan kesetaraan gender dan pembangunan berkelanjutan.
Hal yang menarik, Menteri PPPA, Yohana Yembise bertemu untuk yang ke-enam kalinya dengan Minister of Women Affairs of Afghanistan yaitu, Alhaj delbar Nasari. "Saya sudah berjanji akan ke sana tapi belum di rekomendasikan oleh Kementerian Luar Negeri," aku Yohana yang sudah kadung berjanji akan segera ke Afghanistan tapi tak pernah terlaksana.
Yohana mengaku, Afghanistan melalui Menteri Nasari merupakan sosok yang sangat serius meminta bantuan Indonesia dan keinginannya untuk belajar mengenai pemberdayaan perempuan dan anak. "Dia datang pernah sambil nangis, saya malu juga. Kami akan kirim staf ke Afghanistan pertengahan 2017 untuk melakukan survei awal ke sana," lanjut perempuan asal Papua tersebut.
Selain itu, Yohana juga berkomitmen untuk menambah jumlah peacekeeper perempuan asal Indonesia hingga mencapai kuota 15%. Perempuan, menurutnya, terbukti lebih efektif dalam membangun komunikasi dengan penduduk lokal.
"Sudah ada 2.867 personil penjaga perdamaian asal Indonesia untuk misi perdamaian PBB. Berarti 15% dari 2.867 itu sekitar 400-an personel (peacekeeper perempuan). Sebagai catatan, paradigma baru pengiriman pasukan perdamaian atau peacekeeper personil bukan hanya perempuan berpakaian seragam, tapi ada juga yang disebut komponen sipil. Komponen sipil itu butuh gender expert, dokter, negosiator. Mungkin sebagian besar akan diisi oleh perempuan berseragam tapi sisanya bisa diisi oleh penggiat-penggiat, pakar-pakar gender kita," tambah seorang delegasi CSW 2017, Grata Endah Werdaningsi.
Beberapa isu lain yang menjadi pembicaraan dalam sidang Commission of the Status of Women 2017 adalah masalah pemenuhan gizi masyarakat khususnya perempuan dan anak, gender gap di tempat kerja serta perluasan akses perempuan pada pendidikan.
Tag
Komentar
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Bedak Viva Terbaik untuk Tutupi Flek Hitam, Harga Mulai Rp20 Ribuan
- 25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 1 November: Ada Rank Up dan Pemain 111-113
- Mulai Hari Ini! Sembako dan Minyak Goreng Diskon hingga 25 Persen di Super Indo
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas Sekelas Brio untuk Keluarga Kecil
- 7 Mobil Bekas Favorit 2025: Tangguh, Irit dan Paling Dicari Keluarga Indonesia
Pilihan
-
Jokowi Takziah Wafatnya PB XIII, Ungkap Pesan Ini untuk Keluarga
-
Nasib Sial Mees Hilgers: Dihukum Tak Main, Kini Cedera Parah dan Absen Panjang
-
5 HP dengan Kamera Beresolusi Tinggi Paling Murah, Foto Jernih Minimal 50 MP
-
Terungkap! Ini Lokasi Pemakaman Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi
-
BREAKING NEWS! Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi Wafat
Terkini
-
Sopir Angkot Cegat Mikrotrans JAK41 di Velodrome, Dishub DKI Janji Evaluasi Rute
-
Ratusan Warga Prasejahtera di Banten Sambut Bahagia Sambungan Listrik Gratis dari PLN
-
Hasto PDIP: Ibu Megawati Lebih Pilih Bendungan dan Pupuk Daripada Kereta Cepat Whoosh
-
Putri Zulkifli Hasan Sambut Putusan MK: Saatnya Suara Perempuan Lebih Kuat di Pimpinan DPR
-
Projo Tetapkan 5 Resolusi, Siap Kawal Prabowo hingga 2029 dan Dukung Indonesia Emas 2045
-
Budi Arie Bawa Gerbong Projo ke Gerindra? Sinyal Kuat Usai Lepas Logo Jokowi
-
Cinta Terlarang Berujung Maut, Polisi Tega Habisi Nyawa Dosen di Bungo
-
Dua Tahun Lalu Sakit Berat, Kini Adies Kadir Didoakan Kembali di Majelis Habib Usman Bin Yahya
-
Makna Arahan Mendagri Tito Karnavian Soal Dukungan Pemda Terhadap PSN
-
Raja Keraton Solo Pakubuwono XIII Wafat, Akhir Perjalanan Sang Pemersatu Takhta Mataram