Anggota Panitia Khusus Angket KPK Mukhamad Misbakhun mengusulkan supaya DPR mempertimbangkan untuk tidak melaksanakan rapat pembahasan anggaran Polri dan KPK. Misbakhun mengusulkan ini bila Polri dan KPK tidak menjalankan amanat undang-undang nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
"Kita mempertimbangkan untuk menggunakan hak budgeter DPR, di mana saat ini sedang dibahas RAPBN 2018 mengenai pagu indikatif tentang kementerian lembaga," kata Misbakhun di DPR, Jakarta, Selasa (20/6/2017).
Dia juga meminta koleganya di Komisi III DPR untuk tidak melakukan rapat pembahasan anggaran dengan dua institusi ini. Dengan demikian, kedua lembaga tersebut tidak memiliki postur anggaran.
"Jadi kita tidak memotong anggara apapun. Tapi pembahasan anggaran 2018 tidak akan dibahas bersama Polisi dan KPK. Jadi bukan tidak cair (anggarannya) tapi 2018 mereka tidak punya postur anggaran. Jadi ya tidak, di decline saja (anggarannya), polisi nol, KPK nol," ujarnya.
Ketika disebut ini adalah sebuah ancaman, Misbakhun menolak pernyataan itu. Dia mengatakan ini bukanlah sebuah ancaman, namun sebagai kewenangan dari DPR untuk membahas anggaran negara.
"Kita nggak mengancam apa apa. Kita menggunakan kewenangan kita. Lah DPR nya nggak dihormati. Mereka berbicara apa? Ketika butuh sama DPR, mereka memgiba-iba sama DPR. Ketika DPR membutuhkan mereka apa yang mereka berikan? Kita bernegara ini saling menghormati. Mereka punya kewenangan kita hormati kewenangannya. DPR punya kewenangan hormati dong kewenangan DPR," ujar Anggota Badan Angggaran DPR ini.
Kapolri Tito Karnavian menanggapi rumor panitia angket KPK menggandeng Polri untuk memanggil paksa tersangka Miryam S. Haryani dan KPK jika tidak memenuhi panggilan pansus.
Tito mengatakan jika benar pansus akan menggandeng Polri, hal itu sulit dilaksanakan karena hukum acaranya tidak jelas.
"Kalau memang ada permintaan teman-teman dari DPR untuk menghadirkan paksa KPK, kemungkinan besar tidak bisa kami laksanakan, karena adanya hambatan hukum acara ini. Hukum acara yang tidak jelas," kata Tito di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (19/6/2017).
Pasal 204 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD tersebut memang diatur kewenangan DPR untuk menggunakan Polri memanggil pihak-pihak tertentu. Namun, dalam undang-undang tersebut tidak dijelaskan hubungannya dengan hukum acara.
"Persoalannya kami sudah mengkaji permintaan kepada Polri untuk menghadirkan orang yang dipanggil atau diundang oleh DPR, itu sudah beberapa kali kita alami," kata Tito.
Tito mengatakan apabila Polri memenuhi permintaan pansus, hal tersebut melanggar hukum acara yang tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Baca Juga: KPK Periksa Empat Tersangka Suap ke Pimpinan DPRD Mojokerto
"Kalau kita kaitkan ke KUHAP maka menghadirkan paksa itu sama dengan surat perintah membawa atau melakukan penangkapan, upaya paksa penyanderaan itu sama dengan penahanan," kata dia.
"Bagi kami penangkapan dan penahanan itu pro justicia, dalam rangka untuk peradilan. Sehingga terjadi kerancuan hukum kalau kami melihatnya," Tito menambahkan.
Tito menyarankan kepada DPR untuk meminta fatwa dari Mahkamah Agung terkait kejelasan hal tersebut.
"Mungkin juga dari DPR bisa meminta Fatwa, mungkin dari MA agar lebih jelas. Yang jelas dari kepolisian menganggap inilah hukum acaranya tidak jelas. Ini sudah merupakan upaya paksa kepolisian untuk selalu dalam koridor pro justicia," kata dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
-
Seruan 'Cancel' Elon Musk Bikin Netflix Kehilangan Rp250 Triliun dalam Sehari!
-
Proyek Ponpes Al Khoziny dari Tahun 2015-2024 Terekam, Tiang Penyangga Terlalu Kecil?
Terkini
-
Dolar Diramal Tembus Rp20.000, Ekonom Blak-blakan Kritik Kebijakan 'Bakar Uang' Menkeu
-
'Spill' Sikap NasDem: Swasembada Pangan Harga Mati, Siap Kawal dari Parlemen
-
Rocky Gerung 'Spill' Agenda Tersembunyi di Balik Pertemuan Jokowi dengan Abu Bakar Ba'asyir
-
Kriminalisasi Masyarakat Adat Penentang Tambang Ilegal PT Position, Jatam Ajukan Amicus Curiae
-
Drama PPP Belum Usai: Jateng Tolak SK Mardiono, 'Spill' Fakta Sebenarnya di Muktamar X
-
Horor MBG Terulang Lagi! Dinas KPKP Bongkar 'Dosa' Dapur Umum: SOP Diabaikan!
-
Jalani Kebijakan 'Koplaknomics', Ekonom Prediksi Indonesia Hadapi Ancaman Resesi dan Gejolak Sosial
-
Mensos Gus Ipul Bebas Tugaskan Staf Ahli yang Jadi Tersangka Korupsi Bansos di KPK
-
Detik-detik Bus DAMRI Ludes Terbakar di Tol Cikampek, Semua Penumpang Selamat
-
Titik Didih Krisis Puncak! Penutupan Belasan Tempat Wisata KLH Picu PHK Massal, Mulyadi Geram