Komisioner Ombudsman Ninik Rahayu di gedung Ombudsman, Jalan Rasuna Said, Kuningan [suara.com/Nikolaus Tolen]
Hasil analisis Ombudsman Republik Indonesia menemukan indikasi maladministrasi dalam proses eksekusi mati terpidana kasus narkotika Humprey Ejike Jefferson (Nigeria) oleh Kejaksaan Agung.
"Setelah melakukan kajian terhadap laporan ini, Ombudsman RI menyimpulkan bahwa pelaksanaan eksekusi yang dilakukan terhadap Humprey Ejike Jefferson dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan," kata komisioner Ombudsman Ninik Rahayu di gedung Ombudsman, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2017).
Indikasi pertama, eksekusi mati pada waktu itu seharusnya tidak dilaksanakan karena Humprey sedang mengajukan permohonan grasi. Sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002.
Kedua, tidak diteruskannya permohonan peninjauan kembali yang kedua yang diajukan Humprey ke MA oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hal ini dinilai menunjukkan adanya perbedaan perlakukan di antara para terpidana mati. Diduga hal itu terjadi karena MA menerima berkas peninjauan kembali kedua atas nama terpidana Eugene Ape dan Zulfiqar Ali.
"Yang terakhir penolakan peninjauan kembali dan tidak digunakannya hak grasi oleh Humprey Ejike Jefferson seharusnya dapat segera ditindaklanjuti dengan melaksanakan eksekusi," kata Ninik.
Agar kasus serupa tak terulang, Ninik menyarankan kepada Kejaksaan Agung agar memperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-Xllll/2015 tanggal 15 Juni 2016, yang menyatakan bahwa Pasal 7 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor. 22 Tahun 2002 tentang Grasi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum yaitu tentang pembatasan jangka waktu pengajuan grasi satu tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap.
Kejaksaan Agung disarankan melakukan perbaikan proses dan teknis pelaksanaan eksekusi mati, terutama mengenai pemenuhan hak bagi terpidana mati dan keluarganya yaitu hak atas informasi kepada keluarga terkait pelaksanaan eksekusi mati yang dalam ketentuannya diberikan sebelum masa 3 x 24 jam.
"Kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar menerapkan ketentuan teknis pengajuan peninjauan kembali tanpa diskriminasi kepada siapapun," kata Ninik.
Ombudsman juga menyarankan kepada Badan Pengawas Mahkamah Agung melakukan pemeriksaan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait indikasi diskriminasi atas permohonan pengajuan peninjauan kembali kedua dari Humprey. Ketika itu, katanya, tidak adanya penjelasan yang memadai terhadap pengajuan peninjauan kembali yang kedua, padahal terdapat dalam perkara lain yang diterima.
"Kedua, indikasi penyimpangan demi penegakan dan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang melakukan penyimpangan untuk diberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku," kata Ninik.
Humprey ditangkap dalam kasus kepemilikan heroin seberat 1,7 kilogram di Depok, Jawa Barat, pada 2003.
Pria asal Nigeria itu divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Putusan itu diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Humprey mengajukan kasasi, namun ditolak Mahkamah Agung. Kemudian mengajukan peninjauan kembali pada 2007 dan dimentahkan MA.
Humprey masuk dalam gelombang hukuman mati tahap III yang dilakukan Kejagung pada 29 Juli 2016, bersama bandar narkoba asal Indonesia Freddy Budiman dan dua terpidana lainnya.
"Setelah melakukan kajian terhadap laporan ini, Ombudsman RI menyimpulkan bahwa pelaksanaan eksekusi yang dilakukan terhadap Humprey Ejike Jefferson dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan," kata komisioner Ombudsman Ninik Rahayu di gedung Ombudsman, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2017).
Indikasi pertama, eksekusi mati pada waktu itu seharusnya tidak dilaksanakan karena Humprey sedang mengajukan permohonan grasi. Sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002.
Kedua, tidak diteruskannya permohonan peninjauan kembali yang kedua yang diajukan Humprey ke MA oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hal ini dinilai menunjukkan adanya perbedaan perlakukan di antara para terpidana mati. Diduga hal itu terjadi karena MA menerima berkas peninjauan kembali kedua atas nama terpidana Eugene Ape dan Zulfiqar Ali.
"Yang terakhir penolakan peninjauan kembali dan tidak digunakannya hak grasi oleh Humprey Ejike Jefferson seharusnya dapat segera ditindaklanjuti dengan melaksanakan eksekusi," kata Ninik.
Agar kasus serupa tak terulang, Ninik menyarankan kepada Kejaksaan Agung agar memperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-Xllll/2015 tanggal 15 Juni 2016, yang menyatakan bahwa Pasal 7 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor. 22 Tahun 2002 tentang Grasi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum yaitu tentang pembatasan jangka waktu pengajuan grasi satu tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap.
Kejaksaan Agung disarankan melakukan perbaikan proses dan teknis pelaksanaan eksekusi mati, terutama mengenai pemenuhan hak bagi terpidana mati dan keluarganya yaitu hak atas informasi kepada keluarga terkait pelaksanaan eksekusi mati yang dalam ketentuannya diberikan sebelum masa 3 x 24 jam.
"Kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar menerapkan ketentuan teknis pengajuan peninjauan kembali tanpa diskriminasi kepada siapapun," kata Ninik.
Ombudsman juga menyarankan kepada Badan Pengawas Mahkamah Agung melakukan pemeriksaan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait indikasi diskriminasi atas permohonan pengajuan peninjauan kembali kedua dari Humprey. Ketika itu, katanya, tidak adanya penjelasan yang memadai terhadap pengajuan peninjauan kembali yang kedua, padahal terdapat dalam perkara lain yang diterima.
"Kedua, indikasi penyimpangan demi penegakan dan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang melakukan penyimpangan untuk diberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku," kata Ninik.
Humprey ditangkap dalam kasus kepemilikan heroin seberat 1,7 kilogram di Depok, Jawa Barat, pada 2003.
Pria asal Nigeria itu divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Putusan itu diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Humprey mengajukan kasasi, namun ditolak Mahkamah Agung. Kemudian mengajukan peninjauan kembali pada 2007 dan dimentahkan MA.
Humprey masuk dalam gelombang hukuman mati tahap III yang dilakukan Kejagung pada 29 Juli 2016, bersama bandar narkoba asal Indonesia Freddy Budiman dan dua terpidana lainnya.
Komentar
Berita Terkait
-
Hakim PN Palembang Raden Zaenal Ditemukan Tewas di Kos, Pernah Vonis Hukuman Mati ke 3 Orang
-
Dendam Dipolisikan Kasus Narkoba, Carlos dkk Terancam Hukuman Mati Kasus Penembakan Husein
-
Kasus Ammar Zoni, DPR Sentil Rutan Salemba: Lapas Mestinya Bina Napi bukan Sarang Narkoba!
-
4 Babak Kasus Narkoba Ammar Zoni: Kini Dijerat Pasal Berlapis dan Terancam Hukuman Mati!
-
Video Pejabat Korupsi Dijemput Paksa Lalu Dihukum Mati? Fakta Aslinya Justru Bikin Hati Miris
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 5 HP Murah RAM 8 GB Memori 256 GB untuk Mahasiswa, Cuma Rp1 Jutaan
- Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
- 5 Sunscreen Terbaik Mengandung Kolagen untuk Usia 50 Tahun ke Atas
- 8 Lipstik yang Bikin Wajah Cerah untuk Ibu Rumah Tangga Produktif
Pilihan
-
Vinfast Limo Green Sudah Bisa Dipesan di GJAW 2025, Ini Harganya
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
Terkini
-
KPK Tancap Gas Sidik Korupsi Bansos, Meski Rudi Tanoe Terus Ajukan Praperadilan
-
Malam Penganugerahan Pegadaian Media Awards 2025 Sukses Digelar, Ini Daftar Para Jawaranya
-
Sekjen PBNU Minta Pengurus Tenang di Tengah Isu Pelengseran Gus Yahya dari Kursi Ketua Umum
-
Kader Muda PDIP Ditantang Teladani Pahlawan: Berjuang Tanpa Tanya Jabatan
-
Kementerian PU Tingkatkan Kapasitas Petugas Pelayanan Publik
-
Bukan Cuma Guru Ngaji, Ketua Kelompok Pengajian di Jember Kini Dapat Uang Insentif
-
Siswa Mengadu soal Perundungan di Sekolah, Wagub Rano Karno Janji Usut Tuntas
-
Mendagri Harap Karang Taruna Jadi Motor Penggerak Perubahan Desa
-
Tak Terima Jadi Tersangka, Kakak Hary Tanoe Kembali Ajukan Praperadilan Lawan KPK
-
Hadiri Acara 50 Tahun Kemerdekaan Republik Angola, Mendagri: Kehormatan Besar bagi Rakyat Indonesia