Pangkalan gas elpiji di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Jumat (14/4).
Gubernur Jakarta Djarot Saiful Hidayat kembali menegaskan larangan bagi pegawai negeri sipil dan orang kaya menggunakan gas elpiji ukuran tiga kilogram karena bahan bakar bersubsidi ini khusus untuk masyarakat berekonomi lemah.
"Nggak boleh memang kalau PNS, kan ada instruksi. Yang boleh hanya PPSU, PHL. PNS nggak boleh ya, kalau seprti itu gampang kita kasih sanksi pelanggaran disiplin, dikurangi TKD-ya," ujar Djarot di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (15/9/2017).
Larangan tersebut tertuang Seruan Gubernur DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2017 tentang Larangan Penggunaan LPG Tabung Ukuran Tiga Kilogram yang diterbitkan tanggal 31 Juli 2017. Tujuan larangan ini agar gas elpiji bersubsidi tepat sasaran.
Djarot meminta penjual gas bekerjasama dengan pemerintah dengan melaporkan apabila menemukan PNS membeli gas ukuran tiga kilogram.
"Tapi yang penting begini lho, 'mbok ya mereka sadar', malulah orang gajinya sudah tinggi kok masih pakai elpiji subsidi, malu dong," kata Djarot.
Dalam Seruan Gubernur disebutkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian liquefied petroleum gas. Elpiji tabung ukuran tiga kilogram merupakan elpiji tertentu yang mempunyai kekhususan karena kondisi tertentu. Seperti pengguna atau penggunaannya, kemasannya, volume atau harganya yang masih harus diberikan subsidi dan diperuntukkan bagi konsumen rumah tangga dan usaha mikro, dengan kriteria tertentu.
Ada tiga golongan yang dilarang memakai elpiji tabung ukuran tiga kilogram. Pertama, PNS atau calon PNS Jakarta. Kedua, pelaku usaha, selain usaha mikro yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50 juta. Ketiga, seluruh masyarakat di Jakarta yang mempunyai penghasilan lebih dari Rp1,5 juta per-bulan dan tidak memiliki surat keterangan tidak mampu dari kelurahan setempat.
"Nggak boleh memang kalau PNS, kan ada instruksi. Yang boleh hanya PPSU, PHL. PNS nggak boleh ya, kalau seprti itu gampang kita kasih sanksi pelanggaran disiplin, dikurangi TKD-ya," ujar Djarot di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (15/9/2017).
Larangan tersebut tertuang Seruan Gubernur DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2017 tentang Larangan Penggunaan LPG Tabung Ukuran Tiga Kilogram yang diterbitkan tanggal 31 Juli 2017. Tujuan larangan ini agar gas elpiji bersubsidi tepat sasaran.
Djarot meminta penjual gas bekerjasama dengan pemerintah dengan melaporkan apabila menemukan PNS membeli gas ukuran tiga kilogram.
"Tapi yang penting begini lho, 'mbok ya mereka sadar', malulah orang gajinya sudah tinggi kok masih pakai elpiji subsidi, malu dong," kata Djarot.
Dalam Seruan Gubernur disebutkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian liquefied petroleum gas. Elpiji tabung ukuran tiga kilogram merupakan elpiji tertentu yang mempunyai kekhususan karena kondisi tertentu. Seperti pengguna atau penggunaannya, kemasannya, volume atau harganya yang masih harus diberikan subsidi dan diperuntukkan bagi konsumen rumah tangga dan usaha mikro, dengan kriteria tertentu.
Ada tiga golongan yang dilarang memakai elpiji tabung ukuran tiga kilogram. Pertama, PNS atau calon PNS Jakarta. Kedua, pelaku usaha, selain usaha mikro yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50 juta. Ketiga, seluruh masyarakat di Jakarta yang mempunyai penghasilan lebih dari Rp1,5 juta per-bulan dan tidak memiliki surat keterangan tidak mampu dari kelurahan setempat.
Tag
Komentar
Berita Terkait
-
Bukan soal NIK, Masalahnya di Distribusi: Mengupas Kebijakan Gas Elpiji
-
Diduga Untung Rp 6,8 Juta per Hari, 2 Tersangka Penyelewengan LPG Subsidi di Tangerang Diringkus
-
Bongkar Praktik Oplos Gas Subsidi, Polisi Grebek 4 Lokasi di Bekasi, Jakbar dan Jaksel
-
Sebut Harus Ada Lembaga yang Mengawasi Elpiji 3 Kg, Menteri Bahlil: Subsidi Itu untuk Rakyat
-
Sejumlah Pejabat Tinggi ESDM Dicopot Diganti Sosok Baru, Imbas Polemik Gas Melon?
Terpopuler
- Penampakan Rumah Denada yang Mau Dijual, Lokasi Strategis tapi Kondisinya Jadi Perbincangan
- Belajar dari Tragedi Bulan Madu Berujung Maut, Kenali 6 Penyebab Water Heater Rusak dan Bocor
- Prabowo Disebut Ogah Pasang Badan untuk Jokowi Soal Ijazah Palsu, Benarkah?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Ketiga 13-19 Oktober 2025
- 4 Mobil Listrik Termurah di Indonesia per Oktober 2025: Mulai Rp180 Jutaan
Pilihan
-
6 Fakta Isu Presiden Prabowo Berkunjung ke Israel
-
Harga Emas Antam Hari Ini Cetak Rekor Tertinggi Pegadaian, Tembus Rp 2.565.000
-
Warisan Utang Proyek Jokowi Bikin Menkeu Purbaya Pusing: Untungnya ke Mereka, Susahnya ke Kita!
-
Tokoh Nasional dan Kader Partai Lain Dikabarkan Gabung PSI, Jokowi: Melihat Masa Depan
-
Proyek Rp65 Triliun Aguan Mendadak Kehilangan Status Strategis, Saham PANI Anjlok 1.100 Poin
Terkini
-
Sebut 99,9 Persen Palsu, Roy Suryo Bongkar Kejanggalan Ijazah Jokowi, Kini Buru Bukti ke KPU Solo
-
Dokter Tifa Syok Terima Ijazah Jokowi dari KPU: Tanda Tangan Rektor dan NIM Diblok Hitam
-
Nadiem Makarim Kembali ke Kejaksaan Agung Usai Operasi, Mengaku Siap Jalani Proses Hukum!
-
PSI Gelar Konsolidasi Undang DPD hingga DPW se-Indonesia di Jakarta, Ini yang Dibahas
-
Bikin Gaduh karena Hina Kiai, KPI Siap Ambil Sikap Tegas ke Trans7, Apa Sanksinya?
-
Kementerian PU Akan Siapkan Pelatihan Konstruksi untuk Santri, Pastikan Tak Ada Unsur Eksploitasi
-
KPI Bereaksi: Siaran Pesantren Trans7 Bikin Gaduh, Sanksi Tegas di Depan Mata
-
Kasus Udang Tercemar Radioaktif, Greenpeace Soroti Kecerobohan Pemerintah Awasi Industri Logam
-
Ratusan Siswa Mogok Sekolah, FSGI Duga Kasus Kekerasan oleh Kepsek SMAN 1 Cimarga Bukan yang Pertama
-
PBNU Seret Trans7 ke Jalur Hukum, Gus Yahya: Terang-terangan Melecehkan Pesantren!