Suara.com - Pengamat Hukum Universitas Parahiyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan Yusuf, menilai penangkapan mantan Wartawan BBC oleh pihak kepolisian karena tulisannya yang diduga menghina Ketua Umum PPP Romahurmuziy terkesan terburu-buru.
Asep dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Minggu (11/2/2018) seperti dikutip dari Antara, menilai ada mekanisme yang jelas terkait dengan kasus tersebut. Asep menuturkan seharusnya pelapor dapat membawa persoalan ini ke Dewan Pers terlebih dahulu.
"Harusnya dapat dibawa ke dewan pers terlebih dahulu untuk dilihat apakah melanggar kode etik dan fakta. Kalau Dewan Pers merasa ada unsur penghinaan dan pencemaran dalam tulisan tersebut baru dibawa ke ranah pidana," katanya.
Menurut dia, permasalahan yang berhubungan dengan tulisan di media massa mempunyai penyelesaian secara aturan sendiri dan tidak serta merta langsung melaporkan ke pihak berwajib.
"Kalau ada sebuah permasalahan harus dilihat dulu kode etik dan Undang-Undangnya. Kecuali dia mencuri dan merampok baru tidak usah dibawa ke dewan pers langsung dibawa ke polisi," ujarnya.
Dengan kondisi demikian, Asep mengatakan bahwa pelapor dalam hal ini Romahurmuziy sudah melakukan tindakan represif atas kebebasan berpendapat dan berpikir.
Asep juga menegaskan tindakan pelaporan yang dilakukan Ketua Umum PPP Romahurmuziy sangat berlebihan dalam menghadapi tulisan bernada kritikan.
Asep mengungkapkan kritikan masyarakat apapun bahasanya itu dimaksud untuk mengoreksi kebijakan atau sikap dari partai.
"Padahal pelapor (Romy) masih bisa juga menjelaskan dan mengklarifikasi bahwa tulisan tersebut tidak benar dan berbau fitnah sesuai ketentuan yang berlaku pada Undang-Undang Pers," ucapnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- KPK: Perusahaan Biro Travel Jual 20.000 Kuota Haji Tambahan, Duit Mengalir Sampai...
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
Pilihan
-
Media Lokal: AS Trencin Dapat Berlian, Marselino Ferdinan Bikin Eksposur Liga Slovakia Meledak
-
Rieke Diah Pitaloka Bela Uya Kuya dan Eko Patrio: 'Konyol Sih, tapi Mereka Tulus!'
-
Dari Anak Ajaib Jadi Pesakitan: Ironi Perjalanan Karier Nadiem Makarim Sebelum Terjerat Korupsi
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
Terkini
-
Pengamat Intelijen: Kinerja Listyo Sigit Bagus tapi Tetap Harus Diganti, Ini Alasannya
-
Terungkap! Rontgen Gigi Hingga Tato Bantu Identifikasi WNA Korban Helikopter Kalsel
-
Misteri Dosen UPI Hilang Terpecahkan: Ditemukan di Lembang dengan Kondisi Memprihatinkan
-
Dugaan Badai PHK Gudang Garam, Benarkah Tanda-tanda Keruntuhan Industri Kretek?
-
Israel Bunuh 15 Jurnalis Palestina Sepanjang Agustus 2025, PJS Ungkap Deretan Pelanggaran Berat
-
Mengenal Tuntutan 17+8 yang Sukses Bikin DPR Pangkas Fasilitas Mewah
-
IPI: Desakan Pencopotan Kapolri Tak Relevan, Prabowo Butuh Listyo Sigit Jaga Stabilitas
-
Arie Total Politik Jengkel Lihat Ulah Jerome Polin saat Demo: Jangan Nyari Heroiknya Doang!
-
Sekarang 'Cuma' Dapat Rp65,5 Juta Per Bulan, Berapa Perbandingan Gaji DPR yang Dulu?
-
SBY: Seni Bukan Hanya Indah, Tapi 'Senjata' Perdamaian dan Masa Depan Lebih Baik