Suara.com - Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono diperiksa penyidik Direktorat Reserse Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri. Bedanya, penyidik datang ke rumah SBY di Kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan.
SBY diperiksa sebagai pelapor atas laporannya terhadap pengacara Firman Wijaya dalam kasus dugaan pencemaran nama baik.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto mengatakan tak ada hal istimewa dengan penyidik mendatangi rumah SBY dan melakukan pemeriksaan di rumahnya.
Menurut Setyo, dalam kasus untuk keterangan pelapor atau saksi itu diberikan hak oleh penyidik untuk menentukan tempat di rumahnya atau di kantor bila dimintai keterangan.
"Jadi pelapor atau saksi itu diperiksa dimanapun boleh. Jadi tidak ada ke istimewaan karena namanya pelapor saksi tuh saksi bisa mengajukan 'pak saya nggak bisa ke kantor polisi, saya minta periksa di sini' itu bisa," kata Setyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (21/3/2018).
"Banyak sudah, tidak hanya karena presiden atau presiden pada masanya itu nggak," ujar Setyo.
Maka itu, Setyo menegaskan semua dalam kasus di kepolisian sebagai pelapor maupun saksi dapat meminta pertimbangan untuk menentukan tempat bagi penyidik meminta keterangan dalam kasus. Namun, berbeda bagi terlapor diharuskan hadir dalam panggilan polisi.
"Ini semua orang bisa kok karena ada kesibukan saya minta diperiksa di sini bisa. Nggak ada masalah. Nah, kalau terlapor dia diundang (harus datang ke polisi)," ujar Setyo.
Sebelumnya, Sekretaris Divisi Advokat Partai Demokrat Ardy Mbalembout mengatakan penyidik Bareskrim Polri mendatangi rumah SBY dan diperiksa sebagai pelapor pada dua pekan lalu. SBY diperiksa selama 3 jam dan mendapat sekitar 15 pertanyaan oleh penyidik.
Baca Juga: SBY Diperiksa Penyidik Bareskrim Polri di Rumahnya
SBY melaporkan Firman ke Bareskrim. SBY berharap Polri dapat menindaklanjuti laporannya. Pelaporan itu berawal ketika Firman menilai, kesaksian Mirwan Amir dalam persidangan kliennya, Kamis pekan lalu, memperlihatkan ada kekuatan besar yang disebut mengintervensi proyek e-KTP.
Proyek tersebut erat kaitannya dengan anggaran dan menduga dikuasai oleh pemenang Pemilu 2009.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
- 5 Tablet Snapdragon Mulai Rp1 Jutaan, Cocok untuk Pekerja Kantoran
- 7 Rekomendasi Sepatu Jalan Kaki Terbaik Budget Pekerja yang Naik Kendaraan Umum
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
- Besok Bakal Hoki! Ini 6 Shio yang Dapat Keberuntungan pada 13 November 2025
Pilihan
-
Minta Restu Merger, GoTo dan Grab Tawarkan 'Saham Emas' ke Danantara
-
SoftBank Sutradara Merger Dua Musuh Bebuyutan GoTo dan Grab
-
Pertamina Bentuk Satgas Nataru Demi Pastikan Ketersediaan dan Pelayanan BBM
-
Jenderal TNI Muncul di Tengah Konflik Lahan Jusuf Kalla vs GMTD, Apa Perannya?
-
Geger Keraton Solo: Putra PB XIII Dinobatkan Mendadak Jadi PB XIV, Berujung Walkout dan Keributan
Terkini
-
Di Hadapan Prabowo, Raja Yordania Kutuk Ledakan di SMAN 72 Jakarta, Sebut Serangan Mengerikan
-
Usai Disanksi DKPP, Anggota KPU Curhat Soal Beredarnya Gambar AI Lagi Naik Private Jet
-
Dua Resep Kunci Masa Depan Media Lokal dari BMS 2025: Inovasi Bisnis dan Relevansi Konten
-
Soal Penentuan UMP Jakarta 2026, Pemprov DKI Tunggu Pedoman Kemnaker
-
20 Warga Masih Hilang, Pemprov Jateng Fokuskan Pencarian Korban Longsor Cilacap
-
Gagasan Green Democracy Ketua DPD RI Jadi Perhatian Delegasi Negara Asing di COP30 Brasil
-
Mensos Ungkap Alasan Rencana Digitalisasi Bansos: Kurangi Interaksi Manusia Agar Bantuan Tak Disunat
-
Terbongkar! Prostitusi Online WNA Uzbekistan di Jakbar, Pasang Tarif Fantastis Rp15 Juta
-
Rp500 T Subsidi Bansos Meleset, Gus Ipul Akui Hampir Separuh Penerima Bantuan Salah Sasaran
-
Dua Sahabat Satu Mobil Menuju Istana, Hormat Prabowo Bikin Senyum Raja Abdullah II