Suara.com - Kementerian Dalam Negeri mengakui tak menyangka Gubernur Aceh Irwandi Yusuf terkena operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pasalnya, prestasi pemerintahan Aceh dalam pengelolaan anggaran otonomi khusus terpantau baik. Bahkan, Pemerintah Provinsi Aceh sudah tiga kali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Untuk diketahui, Irwandi diduga terlibat dalam kasus dugaan suap terkait pembahasan anggaran dana otonomi khusus (otsus) dalam penganggaran antara provinsi dan kabupaten Tahun Anggaran 2018.
"Kaget, ya, (Aceh) WTP sudah tiga kali, artinya secara pengelolaan keuangan dia sudah sesuai regulasi, tapi perilaku koruptif ini yang menjadi pekerjaan rumah (PR)," kata Direktur Fasilitasi Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah (FDPPD) Kemendagri Mochamad Ardian Novianto di gedung Kemendagri, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (6/7/2018).
Secara umum, Ardian mengatakan pengelolaan dana otsus di Aceh sudah cukup baik. Namun, pada 2017 laporan keuangannya perlahan mulai bermasalah.
"Memang waktu 2017 ada kendala, karena kabupaten atau kota yang terima otsus 40 persen laporannya suka telat. Padahal laporan itu jadi dasar untuk penyaluran tahap berikutnya," jelasnya.
Ardian menjelaskan, Gubernur Irwandi selalu berkomitmen menghindarkan diri bertemu pengusaha agar tidak terjadi tudingan macam-macam. Namun, ia heran Irwandi justru terjerat kasus korupsi.
"Setahu saya secara pribadi Pak Irwandi orang yang sangat punya komitmen untuk tidak bertemu pengusaha. Rupanya Pak menteri (Tjahjo Kumolo) pernah bilang dia itu gubernur yang kami nilai punya integritas tinggi. Tapi fakta berkata lain," katanya.
KPK sebelumnya menangkap Irwandi dan Bupati Kapubaten Bener Meriah, Ahmadi serta beberapa pihak swasta terkait kasua tersebut.
Baca Juga: KPK Segera Limpahkan Berkas Keponakan Setnov ke Penuntutan
Irwandi diduga menerima suap dari Bupati Bener Meroah sebesar Rp 500 juta yang merupakan bagian dari Rp 1,5 miliar yang diminta Gubernur Aceh terkait fee ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) pada Provinsi Aceh TA 2018.
Diduga, pemberian tersebut merupakan bagian dari “uang komitmen” 8 persen yang menjadi bagian untuk pejabat di Pemerintah Aceh dari setiap proyek yang dibiayai dari dana DOKA.
Pemberian kepada Gubernur dilakukan melalui orang-orang dekat Gubernur Aceh dan Bupati Bener Meriah yang bertindak sebagai perantara.
Sebagai penerima, Irwandi, Hendri dan Syaiful, TSB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang direvisi UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
Sebagai pemberi, Ahmadi disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 hasil perubahan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
Berita Terkait
-
KPK Segera Limpahkan Berkas Keponakan Setnov ke Penuntutan
-
OTT Gubernur Aceh Berbanding Terbalik dengan Prestasi Keuangannya
-
Cerita Irwandi Yusuf: Dari Juru Runding GAM, Berakhir di KPK
-
Mendagri Kenal Irwandi Yusuf Sebagai Sosok Berintegritas
-
OTT Gubernur Aceh, Kemendagri Mengaku Belum Monitor Proyek Apa
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Kemendagri Batalkan Mutasi Kepala SMPN 1 Prabumulih, Wali Kota Arlan Terancam Sanksi
-
DPW dan DPC PPP dari 33 Provinsi Deklarasi Dukung M Mardiono Jadi Ketua Umum
-
Menteri HAM Natalius Pigai Sebut Orang Hilang 'Belum Terlihat', YLBHI Murka: Denial!
-
Dari Dirut Sampai Direktur, Jajaran BPR Jepara Artha Kini Kompak Pakai Rompi Oranye
-
Pemeriksaan Super Panjang, Hilman Latief Dicecar KPK Hampir 12 Jam soal Kuota Haji
-
Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Polisi Ungkap Alasan Bima Permana Dagang Barongsai di Malang
-
Tito Karnavian: Satpol PP Harus Humanis, Bukan Jadi Sumber Ketakutan
-
Wamenkum Sebut Gegara Salah Istilah RUU Perampasan Aset Bisa Molor, 'Entah Kapan Selesainya'
-
'Abuse of Power?' Kemendagri Sebut Wali Kota Arlan Langgar Aturan Copot Kepala SMP 1 Prabumulih
-
Strategi Baru Senayan: Mau RUU Perampasan Aset Lolos? UU Polri Harus Direvisi Dulu