Suara.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) mantan anggota DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi.
Jaksa menilai, tidak ada novum atau bukti baru dalam permonan PK mantan anak buah Prabowo Subianto tersebut.
"Setelah kami membaca PK, maka menurut kami tidak ditemukan novum atau kekhilafan hakim dalam mengambil putusan," kata jaksa Budi Sarumpaet menanggapi permohonan PK Sanusi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (1/8/2018).
Jaksa menjelaskan, novum yang dimuat dalam permohonan PK pernah disebut dalam bantahan Sanusi pada sidang tingkat pertama. Bahkan, jaksa menilai, dalil permohonan PK tidak berdasarkan fakta hukum.
Karenanya jaksa menilai, pada sidang tingkat pertama berdasarkan fakta hukum Sanusi terbukti menerima suap dalam pembahasan raperda terkait reklamasi.
"Pemohon saat itu telah menerima, sehingga putusan telah memiliki kekuatan hukum tetap," kata jaksa.
Oleh karena itu, jaksa tegas menolak permohonan PK yang diajukan Sanusi ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Terhadap pemohon PK tidak dapat diterima sehingga ditolak. Pada intinya pemohonan PK menganggap ada kekhilafan hakim dalam putusan," tegas jaksa.
Sementara itu, seusai persidangan, Sanusi menyatakan wajar kalau jaksa menolak permohonan PK yang diajukannya. Namun, untuk menguatkan permohonannya tersebut, Sanusi akan menghadirkan saksi dan ahli ke dalam persidangan.
Baca Juga: Usai Beri Servis, 2 Waria Bawa Kabur Barang-barang Pelanggan
"Ya itu tugas jaksa untuk menolak, nanti kami pribadi dan tim kuasa hukum akan menghadirkan saksi dan saksi ahli," kata Sanusi.
Lawan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tersebut menilai, novum yang diajukannya berdasarkan fakta hukum yang dia temukan setelah menjalani proses pidana. Bahkan, dia akan menghadirkan saksi ahli yang mengetahui latar belakang usaha Sanusi.
"Saksi ahli akan menjelaskan siapa saya sebelum saya menjadi anggota DPRD, akan menjelaskan latar belakang saya sewaktu usaha di bidang property," tandasnya.
Sanusi merupakan mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Partai Gerindra yang tertangkap tangan KPK pada April 2016 silam. Ia ditangkap karena diduga terlibat kasus suap pembahasan raperda terkait reklamasi.
Baca Juga : Hebat, Dwayne Johnson Beri Mobil Ford F150 Raptor ke Pemeran Pengganti
Pada putusan sidang tingkat pertama, hakim menilai Sanusi terbukti menerima suap Rp 2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Widjaja melalui asisten Ariesman, Trinanda Prihantoro.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
-
Dampingi Presiden, Bahlil Ungkap BBM hingga Listrik di Sumbar Tertangani Pasca-Bencana
-
UPDATE Klasemen SEA Games 2025: Indonesia Selangkah Lagi Kunci Runner-up
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
Terkini
-
Pramono Anung: UMP Jakarta 2026 Sedang Dibahas di Luar Balai Kota
-
Bantah Tudingan Pemerintah Lambat, Seskab Teddy: Kami Sudah Bergerak di Detik Pertama Tanpa Kamera
-
Jelang Mudik Nataru, Pelabuhan Bakauheni Mulai Dipadati Pemudik
-
Bupati Bekasi Diciduk KPK, Pesta Suap Proyek Terbongkar di Pengujung Tahun?
-
KPK Ungkap Ada Pihak yang Berupaya Melarikan Diri pada OTT di Kalsel
-
Mengapa Cara Prabowo Tangani Bencana Begitu Beda dengan Zaman SBY? Ini Perbandingannya
-
Anak SD Diduga Bunuh Ibu di Medan: Kejanggalan Kasus dan Mengapa Polisi Sangat Berhati-hati
-
OTT KPK di Bekasi: Bupati Ade Kuswara Diduga Terima Suap Proyek
-
Roy Suryo Klaim Ijazah Jokowi Tetap Palsu Usai Gelar Perkara Khusus
-
KPK Sebut Tak Targetkan 3 OTT Dalam Sehari: Transaksi Terjadi Bersamaan