Suara.com - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyesalkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang memutus Baiq Nuril Makmun, terpidana kasus pencemaran nama baik mantan atasannya yang melakukan pelecehan terhadap Nuril. PBNU menilai, merekam percakapan pelecehan seksual yang dilakukan Muslim kepadanya bukanlah tindak pidana.
Hal itu disampaikan oleh Ketua PBNU Bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan, Robikin Emhas. Robikin mengatakan, putusan MA telah melukai rasa keadilan hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat. Terlebih, percakapan mesum Muslim bukan disebarluaskan langsung oleh Nuril, melainkan oleh rekannya.
"Perbuatan Nuril merekam perilaku mesum yang diceritakan Muslim bukan merupakan delik pidana. Karena hal itu dimaksudkan untuk melindungi diri dari kemungkinan pelecehan seksual lebih lanjut oleh M (Muslim)," kata Robikin melalui siaran pers yang diterima Suara.com, Minggu (18/11/2018).
Tak hanya itu, aksi perbuatan Muslim menceritakan pengalamannya berhubungan seksual dengan perempuan bukan istrinya kepada Nuril dapat dikategorikan sebagai pelecehan seksual terhadap diri Nuril. Langkah Nuril merekam percakapan itu dilakukan untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga bersama keluarganya dari kemungkinan tudingan selingkuh suaminya.
Robikin berharap, Mahkamah Agung dapat kembali mempertimbangkan putusan bersalah kepada Nuril. Pasalnya, apa yang dilakukan oleh Nuril bukanlah tindak pidana, melainkan upaya melindungi diri.
"Bukankah melindungi diri dari kemungkinan pelecehan seksual dan mempertahankan keutuhan keluarga merupakan hak yang harus dihormati dalam sistem hukum kita?," ungkap Robikin.
Untuk diketahui, Nuril dipenjarakan atas laporan mantan atasannya, Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram, Muslim, lantaran dituding menyebarluaskan audio bukti rekaman pelecehan seksual yang dilakukan oleh Muslim kepada Nuril.
Padahal, rekaman tersebut bukan disebarkan oleh Nuril melainkan disalin oleh orang lain yang meminjam telepon genggam miliknya.
Muslim yang merasa malu pun melaporkan Nuril atas sangkaan Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE. PN Mataram membebaskan Nuril dari segala dakwaan, namun Jaksa Penuntut Umum yang tak terima melakukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Baca Juga: Deklarasi Padang Anti Maksiat, Wali Kota Ajak Pembeking Taubat
Mahkamah Agung pada 26 September lalu melalui majelis kasasi yang dipimpin Hakim Agung Sri Murwahyuni justru menganulir keputusan PN Mataram. Nuril ditetapkan bersalah dan harus menjalani penjara selama 6 bulan dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Pramono Anung Beberkan PR Jakarta: Monorel Rasuna, Kali Jodo, hingga RS Sumber Waras
-
Hujan Ringan Guyur Hampir Seluruh Jakarta Akhir Pekan Ini
-
Jelang Nataru, Penumpang Terminal Pulo Gebang Diprediksi Naik Hingga 100 Persen
-
KPK Beberkan Peran Ayah Bupati Bekasi dalam Kasus Suap Ijon Proyek
-
Usai Jadi Tersangka Kasus Suap Ijon Proyek, Bupati Bekasi Minta Maaf kepada Warganya
-
KPK Tahan Bupati Bekasi dan Ayahnya, Suap Ijon Proyek Tembus Rp 14,2 Miliar
-
Kasidatun Kejari HSU Kabur Saat OTT, KPK Ultimatum Segera Menyerahkan Diri
-
Pengalihan Rute Transjakarta Lebak Bulus - Pasar Baru Dampak Penebangan Pohon
-
Diduga Lakukan Pemerasan hingga Ratusan Juta, Kajari dan Kasi Intel Kejaksaan Negeri HSU Ditahan KPK
-
Boni Hargens: 5 Logical Fallacies di Argumentasi Komite Reformasi Polri Terkait Perpol 10/2025