Suara.com - Film Sexy Killer dituduh menggiring masyarakat untuk tak memilih alias menjadi golongan putih (golput) dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Tuduhan itu mencuat lantaran film dokumenter itu telah membeberkan nama-nama pemegang saham dari perusahaan-perusahaan tambang dan perusahaan yang menggarap proyek pembangkit listrik.
Para pengusaha tersebut terlibat langsung dengan pasangan nomor urut 01 Joko Widodo - Ma'ruf Amin dan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto - Sandiaga Uno yang sedang berkontestasi dalam Pilpres 2019. Di film ini juga menjabarkan nama-nama elite partai politik yang menjadi tim kampanye kedua kubu, baik Tim Kampanye Nasional (TKN) dan Badan Pemenangan Nasional (BPN).
Produser film Sexy Killer, Didit Haryo Wicaksono menampik tuduhan tersebut. Sebaliknya, menurut penggiat lingkungan dari Greenpeace Indonesia itu, film Sexy Killer mengajak masyarakat untuk menjadi pemilih cerdas.
"Jadi kalau respons semacam, film ini mendorong untuk golput. Enggak benar sama sekali. Di film ini sama sekali kita tidak mengajak publik untuk tidak memilih, tapi kita mengajak publik untuk lebih cerdas dalam memilih. Keputusan tetap ada di tangan masyarakat," kata Haryo kepada Suara.com, Senin (15/04/2019).
Haryo menambahkan, semua data yang ditampilkan dalam bagan di film dokumenter tersebut telah melalui riset yang sangat kuat. Data-data itu ditunjukkan untuk memberi tahu masyarakat tentang adanya permasalahan energi yang serius di negeri ini. Permasalahan itu, tak lepas dari oligarki kekuasaan para penguasa maupun yang hendak berkuasa di masa yang akan datang.
Bagan itu diharapkan dapat membantu masyarakat memetakan permasalahan yang ada. Selain itu, masyarakat diharapkan sadar bahwa permasalahan ini cukup besar dan membutuhkan kekuatan masyarakat untuk membuat perubahan.
Proses editing film ini bertepatan dengan masa jelang kampanye. Hal ini menjadi momen tersendiri untuk membuka mata masyarakat tentang pilihan-pilihan yang ada.
Haryo juga menyatakan, pembuatan film ini bebas dari unsur politik. Bahkan, Haryo mengatakan selama penggarapan film ini tak sampai mengeluarkan uang. Menurutnya, film ini lahir dari inisiatif Dandhy Dwi Laksono dan tim Watchdoc.
"Jadi di film ini kita sama sekali tidak mengeluarkan uang. Kita tidak membayar Watchdog untuk membuat film itu. Inisiatif film ini lahir dan tumbuh dari Watchdoc sendiri sebenarnya," kata dia.
Baca Juga: Olga Lydia Beri Saran, Nonton Ave Maryam Harus Konsentrasi
Dalam perjalanannya, terjadi kolaborasi antara Watchdoc dengan Greenpeace Indonesia dan beberapa pihak lain, terutama dalam penyediaan data dan survei. Data-data yang ada di Greenpeace dibagikan kepada Watchdog dan diramu menjadi sebuah film.
Kontributor : Sri Handayani
Berita Terkait
-
Romahurmuziy Masih Dirawat di RS, Belum Tentu Nyoblos di Rutan KPK
-
Jelang Pemilu, 70 Ribu Warga Indonesia Eksodus ke Luar Negeri
-
Dari Ajakan Ngopi Bareng, Begini Modus Pelaku Serangan Fajar di Jakarta
-
Gelar Patroli Siber, Bawaslu Temukan Banyak Pelanggaran Pemilu di Medsos
-
9 Agenda Prioritas Penanganan HAM untuk Jokowi dan Prabowo, Ada soal LGBT
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Sadis! Pembunuh Guru di OKU Ternyata Mantan Penjaga Kos, Jerat Leher Korban Demi Ponsel
-
Gebrakan Menhan-Panglima di Tambang Ilegal Babel Dikritik Imparsial: Pelanggaran Hukum, Tanda Bahaya
-
Otak Pembakar Rumah Hakim PN Medan Ternyata Mantan Karyawan, Dendam Pribadi Jadi Pemicu
-
Dari IPB hingga UGM, Pakar Pangan dan Gizi Siap Dukung BGN untuk Kemajuan Program MBG
-
Menhaj Rombak Skema Kuota Haji: yang Daftar Duluan, Berangkat Lebih Dulu
-
Isu Yahya Cholil Staquf 'Dimakzulkan' Syuriyah PBNU, Masalah Zionisme Jadi Sebab?
-
Siap-siap! KPK akan Panggil Ridwan Kamil Usai Periksa Pihak Internal BJB
-
Bukan Tax Amnesty, Kejagung Cekal Eks Dirjen dan Bos Djarum Terkait Skandal Pengurangan Pajak
-
Menhaj Irfan Siapkan Kanwil Se-Indonesia: Tak Ada Ruang Main-main Jelang Haji 2026
-
Tembus Rp204 Triliun, Pramono Klaim Jakarta Masih Jadi Primadona Investasi Nasional