Suara.com - Aktivis hak asasi manusia (HAM) di sejumlah negara mengecam pembebasan tujuh tentara Myanmar yang telah membunuh muslim Rohingya pada 2017 di selatan Rakhina, Bangladesh.
"Tujuh tentara itu ditahan karena jurnalis Reuters Wa Lone dan Kyaw Soe Oo mengungkap pembunuh berdarah dingin dalam laporan investigasi yang tidak dapat dibantah," kata Phil Robertson, deputi direktur Asia Human Rights Watch di akun twitter.
Dalam laporan ekslusif terbarunya, Senin, Reuters mengungkapkan tujuh tentara itu telah dibebaskan dari tahanan, lebih cepat dari masa tahanan yang harus dijalani.
Laporan itu menyebutkan, ketujuh tentara itu dibebaskan pada November 2018, yang berarti mereka menjalani masa tahanan kurang dari setahun, dari 10 tahun masa tahanan yang harus dijalani.
Tahun lalu, Reuters mempublikasikan foto laki-laki warga Rohingya terikat bersama sambil menyaksikan tetangga mereka yang beragama Budha menggali kuburan untuk mereka.
Setelah mempublikasikan laporan itu, WA Lone dan Kyaw Soe Oowere ditangkap oleh polisi Myanmar dengan tuduhan telah membocorkan rahasia negara, lalu dijebloskan ke penjara lebih dari 16 bulan. Keduanya dibebaskan pada 6 Mei tahun ini dan dianugerahi hadiah Pulitzer atas kerja jurnalistik yang telah mereka lakukan di Rakhine.
"Lebih dari apapun, pembebasan lebih cepat tujuh tentara pembunuh itu mengungkapkan Jenderal Min Aung Hlaing [Panglima Angkatan Darat Myanmar] dan komandan Tatmadaw [Angkatan Darat Myanmar] tidak benar-benar menganggap Rohingya sebagai manusia, dan tidak pernah berkomitmen untuk menungkap ada orang yang bertanggung jawab atas kejahatan mereka di negara bagian Rakhine," tambah pejabat Human Rights Watch itu.
Impunitas total
Maung Zarni, pemimpin Koalisi Rohingya Merdeka (FRC), sebuah jaringan global aktivis Rohingya, menuduh pemerintah Myanmar Aung San Suu Kyi telah memberikan impunitas total bagi para pembunuh.
Baca Juga: Puluhan Muslim Rohingya Kembali Ditemukan di Pesisir Malaysia
"Bagaimana Komisi Penyelidikan Internasional bisa jujur, kredibel atau dapat dipercaya?"
Demikian juga, Yanghee Lee, pelapor khusus PBB tentang situasi hak asasi manusia di Myanmar, mencuti: “Jika ini benar, mengapa para prajurit itu dibebaskan dengan diam-diam tanpa ada yang tahu? Wa Lone dan Kyaw Soe Oo menjalani hukuman yang salam selama 511 hari di penjara, sementara pelaku pembunuhan yang sebenarnya pergi."
Tun Khin, aktivis Rohingya dan korban genosida yang juga presiden Organisasi Rohingya Burma, Inggris, menyebutnya sebagai praktik penghinaan.
“Beberapa tentara Burma yang membantai ratusan Rohingya telah bebas, menjalani lebih sedikit waktu di penjara daripada wartawan yang mengungkap kejahatan mereka. Ini menjadi bukti tentang impunitas total militer. "
"Para pembunuh menjalani hukuman penjara kurang dari 10 tahun untuk pembunuhan, jauh lebih sedikit dari para jurnalis yang mengekspos pembantaian itu," kata Matthew Tostevin, kepala biro Reuters untuk Thailand, Vietnam, Kamboja dan Laos, di Twitter.
Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai kelompok orang yang paling teraniaya di dunia, menghadapi ketakutan yang meningkat sejak belasan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada 2012.
Berita Terkait
-
Setahun Lebih Dipenjara Myanmar, 2 Jurnalis Reuters Akhirnya Dibebaskan
-
Tentara Myanmar Tembak Mati 6 Orang di Rakhine
-
Selandia Baru: Facebook Tak Bisa Dipercaya, Moralnya Bangkrut
-
Puluhan Muslim Rohingya Kembali Ditemukan di Pesisir Malaysia
-
PBB Kembali Kritik Facebook terkait Propaganda Kebencian terhadap Rohingya
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 4 Rekomendasi Cushion dengan Hasil Akhir Dewy, Diperkaya Skincare Infused
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Daftar Promo Alfamart Akhir Tahun 2025, Banyak yang Beli 2 Gratis 1
Pilihan
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
Terkini
-
Kronologi dan 6 Fakta Tenggelamnya Kapal KM Putri Sakinah di Labuan Bajo yang Menjadi Sorotan Dunia
-
KPK Panggil Eks Sekdis Kabupaten Bekasi yang Sempat Diamankan Saat OTT
-
Pramono Anung: Kenaikan UMP Jakarta Tertinggi, Meski Nominalnya Kalah dari UMK Bekasi
-
Polri Kerahkan Tambahan 1.500 Personel, Perkuat Penanganan Bencana Sumatra
-
Cekcok Ponsel Berujung KDRT Brutal di Sawangan, Polisi Langsung Amankan Pelaku!
-
Buruh KSPI Demo Dekat Istana: Tuntut UMP DKI Jadi Rp5,8 Juta, Anggap Angka Pramono Tak Sesuai KHL
-
Menuju Fase Rehabilitasi: Pemerintah Pastikan Sekolah, RSUD, dan Pasar di Sumatra Mulai Pulih
-
Arus Balik Nataru 2026 Dibayangi Kepadatan Tol, Polda Metro Siapkan 5 Skema Rekayasa Lalu Lintas Ini
-
Soal Adanya Pengibaran Bendera GAM, PDIP Beri Pesan: Jangan Campuradukkan Politik dalam Bencana
-
Kritik Pedas Ray Rangkuti: Di Indonesia, Musibah Sering Jadi Peluang Bisnis Pejabat!