Suara.com - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), M. Hanif Dhakiri yang diwakili Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Haiyani Rumondang, membagikan pandangan dan strategi Indonesia dalam menghadapi tantangan pekerjaan masa depan.
Ada empat strategi yang diusulkan Haiyani, saat menyampaikan pernyataan delegasi Indonesia di hadapan Menteri-menteri Tenaga Kerja Asia Pasifik.
Pertama, meningkatkan kerja sama dalam investasi sumber daya manusia (SDM). Negara-negara di kawasan Asia Pasifik harus terus memperkuat kerja sama mereka dalam lembaga dan program pelatihan dan pendidikan vokasi.
Indonesia terbuka dan siap untuk bekerja sama dengan negara-negara di Asia dan Pasifik dalam meningkatkan kualitas dan kapasitas pendidikan dan pelatihan vokasi.
“Ini untuk mempersiapkan diri kita sendiri, dengan kemungkinan dampak yang dapat mengganggu akibat teknologi baru di dunia kerja masa depan, dan untuk lebih memenuhi permintaan pasar kerja,” kata Haiyani Rumondang, Jenewa, Swiss (19/6/2019).
Strategi kedua, memperbaiki kebijakan ketenagakerjaan untuk orang lanjut usia. Indonesia berpandangan bahwa angkatan kerja yang menua akan menimbulkan tantangan yang semakin besar bagi Asia Pasifik.
Tenaga kerja lanjut usia di wilayah tersebut diperkirakan akan meningkat secara signifikan pada 2030.
“Kita harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama bagi pekerja lanjut usia di pasar kerja. Negara-negara di kawasan Asia Pasifik harus mengeksplorasi lebih jauh cara dan strategi yang tepat, dan memadai untuk memastikan bahwa orang lanjut usia dapat memanfaatkan pasar kerja secara setara,” tegas Haiyani.
Dalam menghadapi tantangan pekerjaan masa depan, strategi ketiga, yaitu menangani pekerja di sektor informal. Laporan International Labour Organization (ILO) menunjukkan bahwa 63,2 persen dari populasi pekerja di Asia Pasifik mencari nafkah di sektor informal.
Baca Juga: Lewat Amnesti Yordania, Kemenaker Pulangkan Pekerja Migran dan Anak-anak
Sebagian besar dari mereka tidak menikmati perlindungan sosial dan kondisi kerja yang layak.
“Oleh karena itu, kami percaya bahwa kita perlu saling belajar tentang cara menangani pekerja sektor informal guna memfasilitasi transisi pekerja tersebut ke sektor formal,” kata Haiyani.
Strategi keempat, memperkuat dukungan ILO untuk negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Indonesia menggarisbawahi pentingnya ILO dalam memberikan bantuan kepada pemerintah, sektor swasta, dan serikat pekerja.
ILO perlu memberikan prioritas lebih besar ke wilayah Asia Pasifik dalam mengatasi tantangan ketenagakerjaan di masa depan. Indonesia berpandangan bahwa mengatasi tantangan pekerjaan di masa depan membutuhkan partisipasi seluas mungkin dari semua pemangku kepentingan.
“Dalam hal ini, kami mendorong anggota ASPAG untuk menegaskan kembali komitmennya dalam Deklarasi Bali yang diadopsi pada 2016, untuk mempercepat upaya mempromosikan pertumbuhan inklusif, keadilan sosial, dan pekerjaan yang layak,” tambahnya.
Berdasarkan data Ketenagakerjaan Asia-Pasifik dan Social Outlook 2018, Asia - Pasifik merupakan wilayah dengan tingkat pengangguran terendah di dunia.
Antara 2007-2017, produktivitas tenaga kerja di wilayah Asia dan Pasifik meningkat rata-rata 5 persen per tahun. Namun kemajuan yang mengesankan ini harus didukung dengan komitmen untuk mencapai pekerjaan yang layak.
“Indonesia percaya bahwa kemajuan signifikan dalam pekerjaan yang layak untuk semua berfungsi sebagai dasar untuk pertumbuhan ekonomi yang kuat di wilayah Asia Pasifik di tahun-tahun mendatang,” kata Haiyani.
Pada akhir pernyataannya, atas nama pemerintah Indonesia, Haiyani ingin menyampaikan penghargaan kepada Tiongkok atas kepemimpinannya sebagai Koordinator ASPAG untuk periode 2018 - 2019 dan menyatakan siap bekerja sama dengan koordinator ASPAG ILO yang akan datang.
Secara umum, negara-negara ASIA and Pasific Group (ASPAG) yang terdiri dari negara berkembang dan maju memahami bahwa pekerjaan masa depan/future of work merupakan tantangan bersama.
Perbedaan tantangan tersebut disikapi dengan berbagai upaya sesuai dengan perbedaan tingkat ekonomi masing-masing negara.
Oleh karena itu, perlu peningkatan kolaborasi antara seluruh negara-negara ASPAG dan tetap membutuhkan bantuan teknis dari ILO.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Presiden Prabowo 'Ketok Palu!' IKN Resmi Jadi Ibu Kota Politik 2028 Lewat Perpres Baru
-
Penggugat Ijazah Gibran Bantah Bagian dari Musuh Keluarga Jokowi: Saya Tidak Sedang Mencari Musuh!
-
Rekam Jejak Wahyudin Anggota DPRD Gorontalo, Narkoba hingga Video Rampok Uang Negara
-
Bongkar Gurita Korupsi Pertamina, Kejagung Periksa Jaringan Lintas Lembaga
-
Guntur Romli Murka, Politikus PDIP 'Rampok Uang Negara' Terancam Sanksi Berat: Sudah Masuk Evaluasi!
-
Dasco: UU Anti-Flexing Bukan Sekadar Aturan, tapi Soal Kesadaran Moral Pejabat
-
Harta Kekayaan Minus Wahyudin Moridu di LHKPN, Anggota DPRD Ngaku Mau Rampok Uang Negara
-
Dapat Kesempatan Berpidato di Sidang Umum PBB, Presiden Prabowo Bakal Terbang ke New York?
-
SPBU Swasta Wajib Beli BBM ke Pertamina, DPR Sebut Logikanya 'Nasi Goreng'
-
Menkeu Purbaya hingga Dirut Pertamina Mendadak Dipanggil Prabowo ke Istana, Ada Apa?