Suara.com - Dalam sejarah putusan Mahkamah Konstitusi (MK), belum pernah ada diskualifikasi terhadap calon yang mengikuti kontestasi politik.
Hal tersebut disampaikan Ahli hukum dari Tim Hukum Jokowi - Maruf Amin, Heru Widodo dalam sidang PHPU Pilpres 2019.
Heru mengungkapkannya dalam praktek persidangan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU), baik Pemilu Presiden maupun Pemilu Legislatif sejak berlakunya undang-undang Pemilu Serentak tidak ada putusan MK yang mendiskualifikasi calon peserta. Ia juga mencontohkan hasil putusan MK terkait sengketa Pilkada Serentak 2015 hingga 2018.
"Putusan Mahkamah dalam mengadili Pemilukada serentak sejak 2015, dapat dijadikan sumber rujukan untuk menganalisis atau untuk mencari tahu sikap mahkamah tentang diskualifikasi calon yang diajukan dalam perselisihan hasil pemilihan," ucap Heru dalam persidangan PHPU Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Jumat (21/6/2019).
Heru lantas merujuk pada contoh pertama yaitu terkait putusan Pilgub Provinsi Maluku Utara tahun 2018. Ketika itu,kata Heru, terdapat permintaan agar calon petahana diskualifikasi yang baru muncul pada tahapan PSU (Pemungutan Suara Ulang).
"Gubernur petahana dilaporkan melanggar pasal 71 UU Pemilukada serentak. Bawaslu Provinsi Maluku Utara merekomendasikan untuk didiskualifikasi. Mahkamah (Konstitusi) berpendapat, pendiskualifikasian adalah wewenang badan penegak hukum lain untuk menyelesaikannya," ungkapnya.
Kedua, Heru mengambil contoh dalam putusan Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2015. Saat itu, kata dia, terdapat permohonan diskualifikasi pemenang karena tidak memenuhi syarat dukungan partai politik. Namun, dalam hal tersebut mahkamah menegaskan, permasalahan hukum tersebut termasuk dalam kategori sengketa Tata Usaha Negara (TUN) pemilihan.
"Mekanisme dan batasan waktu penyelesaian atas permasalahan tersebut telah diatur pula dengan jelas dan tegas dalam UU a quo, sehingga masalah syarat dukungan partai yang berakibat tidak sahnya penetapan pasangan calon merupakan kewenangan lembaga lain untuk menyelesaikannya," ujarnya.
Ketiga, Heru kembali mencontohkan kasus dalam putusan Kabupaten Jayapura tahun 2017. Pada kasus tersebut diajukan permohonan mendiskualifikasi bupati petanaha atas tindakan mengganti pejabat, sebagaimana rekomendasi dari Bawaslu.
Baca Juga: Ditegur Hakim MK Tak Sesuai Beri Keterangan, Saksi: Siap Salah Yang Mulia
"Pendapat Mahkamah (Konstitusi), rekomendasi tersebut baru dikeluarkan setelah selesai rekapitulasi penetapan hasil, sehingga tidak relevan untuk dipertimbangkan. Mahkamah menolak permohonan diskualifikasi," jelasnya.
Terakhir, Heru mencontohkan kasus terkait putusan mahkamah dalam pemilihan Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen tahun 2017. Heru mengatakan mahkamah justru memulihkan tindakan diskualifikasi yang dilakukan penyelenggara setelah pemilihan selesai.
"Sekalipun Pemohon tidak memenuhi syarat ambang batas, Mahkamah (Konstitusi) menjatuhkan putusan sela dengan amar perintah PSU se-Kabupaten, dengan mengikutsertakan pasangan calon yang didiskualifikasi," ucapnya.
Dari beberapa contoh yang disampaikannya itu, Heru berpendapat relevan untuk dijadikan ukuran dalam menimbang atas permohonan diskualifikasi dalam PHPU Pilpres 2019 ini. Meskipun, kata dia hukum di Indonesia tidak menjalankan stare decicis atau precedent.
"Argumentasinya, memang bahwa setiap majelis bebas membuat putusan sesuai dengan pertimbangan, keyakinan dan kesepakatan yang majelis capai. Namun demikian, di Negara-negara non-precedent didapati kelaziman, sebagaimana dikemukakan Prof Bagir Manan, bahwa majelis hakim menjaga konsistensi dengan putusan-putusan terdahulu, demi kepastian hukum dan menjadi petunjuk bagi pihak yang akan mengajukan perkara," tandanya.
Berita Terkait
-
Soroti Sidang MK di Penjara, Ratna Sarumpaet: Kecurangan Terjadi Luar Biasa
-
Tim Hukum Prabowo Diminta Datangkan SBY ke Sidang PHPU Pilpres
-
Tim Hukum BPN Prabowo-Sandi Kritik Saksi yang Dihadirkannya
-
Kesaksian Dianggap Janggal, Jejak Digital Beti Kristiana Dibongkar Warganet
-
Gara-gara Amplop, Yusril Ancam Laporkan Saksi Kubu Prabowo ke Polisi
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
Terkini
-
Kemensos Siapkan Jaminan Hidup Korban Bencana Sumatra Selama 3 Bulan
-
Kubu Roy Suryo Ungkap Detik-detik 'Penyusup' Kepergok Masuk Ruang Gelar Perkara Kasus Ijazah Jokowi
-
Prabowo Kunjungan di Sumatra Barat, Tinjau Penanganan Bencana dan Pemulihan Infrastruktur
-
Viral Tumpukan Sampah Ciputat Akhirnya Diangkut, Pemkot Tangsel Siapkan Solusi PSEL
-
KPK Buka Peluang Periksa Istri Ridwan Kamil di Kasus Korupsi Bank BJB, Sebut Perceraian Tak Pengaruh
-
Membara Kala Basah, Kenapa Kebakaran di Jakarta Justru Meningkat Saat Hujan?
-
Keroyok 'Mata Elang' Hingga Tewas, Dua Polisi Dipecat, Empat Lainnya Demosi
-
Disebut-sebut di Sidang Korupsi Chromebook: Wali Kota Semarang Agustina: Saya Tak Terima Apa Pun
-
Kemenbud Resmi Tetapkan 85 Cagar Budaya Peringkat Nasional, Total Jadi 313
-
Bukan Sekadar Viral: Kenapa Tabola Bale dan Tor Monitor Ketua Bisa Menguasai Dunia Maya?