Suara.com - Mantan anggota DPR RI Komisi VI periode 2014-2019 dari Fraksi PDI Perjuangan I Nyoman Dhamantra dituntut 10 tahun penjara. Ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Dia dinilai terbukti menerima uang suap Rp 2 miliar dari yang dijanjikan Rp 3,5 miliar dari pengusaha, karena membantu pengurusan kuota impor bawang putih.
"Agar majelis hakim pengadilan tipikor memutuskan terdakwa I Nyoman Dhamantra terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana penjara selama 10 tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar, dengan ketentuan bila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Takdir Suhan, di Gedung KPK Jakarta, Rabu (22/4/2020).
Persidangan dilangsungkan dengan cara video conference. Majelis hakim berada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, sedangkan JPU KPK berada di Gedung Merah Putih KPK, sementara penasihat hukum dan terdakwa I Nyoman Dhamantra juga berada di ruangan lain Gedung KPK.
Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama dari Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
JPU KPK juga menuntut agar Dhamantra dicabut hak politiknya.
"Menjatuhkan hukuman tambahan kepada terdakwa I Nyoman Dhamantra berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," ungkap Takdir.
Terdapat sejumlah hal yang memberatkan dalam perbuatan Dhamantra.
"Hal-hal yang memberatkan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme, terdakwa tidak mengakui secara terus terang perbuatannya, terdakwa mencoreng citra anggota DPR yang seharusnya melindungi dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Hal-hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum," ujar Takdir.
Baca Juga: Pesan dari Lili Pintauli, Satu-satunya 'Kartini' di Jajaran Petinggi KPK
Dalam perkara ini, Dhamantra dinilai terbukti menerima hadiah uang senilai Rp2 miliar dari total janji seluruhnya Rp3,5 miliar yang diberikan pengusaha Chandra Suanda alias Afung, Doddy Wahyudi dan Zulfikar, agar Nyoman membantu pengurusan surat persetujuan impor (SPI) bawang putih di Kementerian Perdagangan dan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) pada Kementerian Pertanian untuk kepentingan Chandra Suanda alias Afung.
Direktur PT Cahaya Sakti Agro (CSA) Chandry Suanda alias Afung yang perusahannya bergerak di bidang jual beli komoditas hasil bumi berniat untuk mengajukan kuota impor bawang putih. Afung dibantu rekannya Direktur PT Sampico Adhi Abattoir Dody Wahyudi.
Pada Juli 2018, Chandry mengajukan PT CSA sebagai perusahaan importir bawang putih yang bekerja sama dengan PT Pertani (Persero) sebagai penyedia wajib tanam 5 persen dalam rangka memperoleh RIPH dari Kementerian Pertanian. Kementerian Perdagangan lalu menerbitkan SPI bawang putih sebesar 20 ribu ton kepada PT CSA.
Pada awal 2019, Chandry berniat untuk mengajukan kuota impor bawang putih kembali, sehingga mengajukan kerja sama dengan PT Pertani melalui 4 perusahaannya, yaitu PT Perkasa Teo Agro, PT Citra Sejahtera Antarsia, PT Cipta Senosa Aryaguna, dan PT Abelux Kawan Sejahtera untuk memenuhi kewajiban wajib tanam 5 persen sebagai syarat diterbitkannya RIPH.
Padahal diketahui PT CSA gagal menyelesaikan kewajiban pembayaran kepada PT Pertani atas wajib tanam yang telah dilaksanakan oleh PT Pertani pada 2018.
Dody lalu bertemu Nyoman Dhamantra pada Januari 2019 di Hotel Dharmawangsa agar bisa dibantu menjadi Direktur PT Berdikari dan menanyakan cara mengurus kuota impor bawang putih. Selanjutnya, Nyoman memberitahu Dody agar teknis pengurusan impor bawang putih dilakukan melalui Mirawati Basri selaku orang kepercayaan Nyoman Dhamantra.
Dody lalu menghubungi Mirawati melalui seorang wiraswasta Zulfikar, dan Indiana alias Nino. Mereka pun lalu bertemu pada 29 Mei 2019 di Kantor PT Asiatech Integrasi. Dody meminta bantuan pengurusan kuota impor bawang putih tahun 2019 untuk Afung kepada Nyoman melalui Mirawati Basri dan Elviyanto.
Elviyanto adalah Direktur PT Asia Tech, sedangkan Mirawati juga bekerja di PT Asia Tech. Pada Juni 2019, Dody bertemu dengan Chandry dan Dody mengatakan sudah memiliki jalur melalui Mirawati dan Nyoman untuk pengurusan impor bawang putih 2019, sehingga Chandry setuju menjadi importir bawang putih dan meminta Dody untuk mengurus penerbitan RIPH dari Kementerian Pertanian dan SPI dari Kementerian Perdagangan.
Pada 1 Agustus 2019, Mirawati bersama Dody, Zulfikar, Indiana, Ahmad Syafiq dan Elviyanto bertemu dan menyepakati “commitment fee” terkait pengurusan kuota impor bawang putih sebesar Rp3,5 miliar.
Elviyanto meminta agar Doddy Wahyudi menyerahkan uang muka sebesar Rp2 miliar untuk memastikan kuota impor bawang putih tersebut. "Commitment fee" itu diminta untuk ditransfer ke rekening money changer Indocev milik I Nyoman Dhamantra melalui rekening atas nama Daniar Ramadhan Putri.
Lalu, pada 7 Agustus 2019, Zulfikar mentransfer sebesar Rp2,1 miliar ke rekening Dody, kemudian Dody mentransfer Rp2 miliar ke money Changer Indocev atas nama Daniar Ramadhan Putri.
Dody dan Ahmad Syafiq lalu membuat rekening bersama di Bank BCA untuk memasukkan uang Rp1,5 miliar sebagai sisa “commitment fee” untuk diserahkan setelah SPI terbit.
Dody lalu bertemu dengan Chandry dan Lalan di restoran lantai L Hotel Pullman dan menyampaikan kepada Chandry bahwa uang muka Rp2 miliar sudah ditransfer kepada Nyoman.
Terkait perkara ini, Chandry Suanda sudah dituntut 2,5 tahun penjara, sedangkan Direktur PT Sampico Adhi Abattoir Doddy Wahyudi divonis 2 tahun penjara serta Zulfikar divonis 1,5 tahun penjara. Sedangkan Mirawati dan Elvianto dituntut 7 tahun penjara dalam perkara yang sama.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Bongkar Gurita Korupsi Pertamina, Kejagung Periksa Jaringan Lintas Lembaga
-
Guntur Romli Murka, Politikus PDIP 'Rampok Uang Negara' Terancam Sanksi Berat: Sudah Masuk Evaluasi!
-
Dasco: UU Anti-Flexing Bukan Sekadar Aturan, tapi Soal Kesadaran Moral Pejabat
-
Harta Kekayaan Minus Wahyudin Moridu di LHKPN, Anggota DPRD Ngaku Mau Rampok Uang Negara
-
Dapat Kesempatan Berpidato di Sidang Umum PBB, Presiden Prabowo Bakal Terbang ke New York?
-
SPBU Swasta Wajib Beli BBM ke Pertamina, DPR Sebut Logikanya 'Nasi Goreng'
-
Menkeu Purbaya hingga Dirut Pertamina Mendadak Dipanggil Prabowo ke Istana, Ada Apa?
-
Bukan Kursi Menteri! Terungkap Ini Posisi Mentereng yang Disiapkan Prabowo untuk Mahfud MD
-
Jerit Konsumen saat Bensin Shell dan BP Langka, Pertamina Jadi Pilihan?
-
Warga Jakarta Siap-siap, PAM Jaya Bakal Gali 100 Titik untuk Jaringan Pipa di 2026