Suara.com - Sistem kesehatan Yaman dalam kondisi kolaps - membuat negara itu kemungkinan sulit untuk mengatasi wabah virus corona.
Dr Shalal Hasel adalah seorang pejabat departemen pemantauan epidemiologi di provinsi Lahj, Yaman.
Biasanya pekerjaannya berfokus menghadapi wabah kolera, tapi sekarang dia bekerja sepanjang waktu untuk memastikan Yaman bersiap menghadapi wabah Covid-19.
Meskipun - pada usia 30 tahun - dia muda dan energik, dia sudah terdengar sedih.
"Anda akan tahu tentang situasi kesehatan yang memburuk di Yaman - terutama setelah konflik dan perang. Rumah sakit di sini terbatas dan tidak dilengkapi untuk menangani kasus virus corona."
Untuk membuktikan maksudnya, dia mengirimi saya beberapa foto dokter dengan celemek dan masker yang belum sempurna.
"Kami kekurangan APD (peralatan perlindungan pribadi) yang memadai. Tim tanggap cepat telah menerima pelatihan dalam manajemen kasus Covid-19 tetapi mereka tidak memiliki perlindungan pribadi. WHO [Organisasi Kesehatan Dunia] harus mengisi kekosongan ini."
WHO memberi bantuan perlengkapan kepada apa yang disebut sebagai "pusat isolasi" di Yaman untuk pasien Covid-19.
Beberapa di antaranya adalah fasilitas kesehatan yang hingga kini masih beroperasi, sementara sisanya adalah beberapa bangunan tua yang diubah menjadi rumah sakit darurat.
Baca Juga: Lockdown Dilonggarkan, 85 Juta Warga China Berwisata
Namun di tempat itu pun ada banyak kekurangan pasokan, menurut Dr Hasel.
"Kami tidak memiliki alat ukur suhu infra merah; ada kekuarangan swab untuk mendiagnosa, bahkan tim pemantau tidak memiliki ambulans untuk digunakan bagi terduga pasien."
'Ketakutan di wajah mereka'Merujuk data WHO, hanya ada empat laboratorium di Yaman yang bisa memeriksa virus corona. Laboratorium kelima saat ini sedang dipersiapkan.
Mohamed Alshamaa dari Save The Children sama khawatirnya tentang apa yang mungkin melanda rumah sakit di negara itu - hanya setengahnya beroperasi sebagai imbas dari perang.
"Anda dapat melihat ketakutan di wajah, tidak hanya dokter tetapi juga manajemen. Kami memiliki beberapa dokter di satu atau dua rumah sakit yang telah mengirim pasien dengan kondisi pernapasan normal karena khawatir mereka adalah kasus virus corona, karena mereka tidak memiliki peralatan pelindung yang tepat. "
Saat ini Yaman hanya memiliki 209 ventilator, sejumlah 417 ventilator sedang didatangkan dari negara lain.
Ini masih jauh dari ribuan ventilator yang dimiliki atau diproduksi oleh negara-negara maju.
Tamuna Sabadze, dari Komite Penyelamatan Internasional, mengatakan bahwa dari semua skenario, yang paling mungkin terjadi adalah Yaman membutuhkan setidaknya 18.000 tempat tidur perawatan intensif.
"Dan bahkan jika Anda mendapatkan ventilator, Anda tidak dapat menjalankannya jika Anda tidak memiliki pasokan listrik - sering kali tidak ada generator atau, jika ada, tidak ada bahan bakar untuk menjalankannya."
Tempat-tempat padatSejauh ini, Yaman beruntung - tercatat hanya ada sejumlah kasus di negara itu.
Kasus pertama tercatat di provinsi Hadramaut. Lima kasus lainnya terjadi di Aden, menurut komisi darurat yang bertugas memantau pandemi.
WHO mengatakan semua pelacakan kontak yang diperlukan dilakukan.
Sebanyak 177 orang diawasi - termasuk 36 yang dianggap berisiko tinggi. Tetapi tidak ada ahli yang berharap itu berakhir di sana.
Selain kurangnya peralatan, ada kekhawatiran tentang kesadaran kesehatan masyarakat - atau lebih tepatnya kurangnya kesadaran kesehatan masyarakat.
Dengan melemahnya pemerintah karena perang, tidak ada pesan pencegahan yang kuat yang dikeluarkan oleh pihak berwenang seperti di negara lain.
Sebagian besar bersifat budaya, kata Dr. Hasel.
"Orang-orang Yaman berkumpul di kerumunan dan paar kami - khususnya pasar khat (stimulan herbal yang populer di Yaman) - penuh dan jalanan sangat sempit. Bahkan fasilitas kesehatan dipadati orang-orang.
"Semua ini membuat penerapan jaga jarak terkendala."
Lalu ada masalah perbatasan yang keropos, tambahnya.
"Yaman memiliki banyak imigran Afrika yang masuk secara ilegal dan mereka berisiko terhadap kesehatan masyarakat jika mereka tidak diperiksa atau diawasi. Ada juga ekspatriat Yaman di negara-negara tetangga yang diselundupkan bolak-balik melintasi perbatasan. Mereka membawa risiko juga.
"Mungkin salah satu dari mereka memiliki virus corona dan kemudian bercampur dengan masyarakat umum dan tidak ada yang tahu tentang itu."
Salah satu hal yang menjadi fokus Tamuna Sabadze di Komite Penyelamatan Internasional adalah pemulihan fasilitas sanitasi dan distribusi peralatan kebersihan.
"Sangat baik untuk mengatakan 'cuci tanganmu!' tapi itu tidak mudah di Yaman. Lima puluh persen dari populasi tidak memiliki akses ke air yang mengalir. "
Tak lama setelah kami berbicara, banjir bandang melanda Aden yang membuat tugas menyediakan air bersih semakin sulit.
'Tidak ada yang bisa pergi ke rumah sakit'Kembali ke kantor Saana dari Save The Children, Mohammed Alsamaa khawatir tentang persediaan dan personel yang minim di negara itu sejak wilayah udara Yaman ditutup pada pertengahan Maret.
Staf Mohammed kekurangan tiga pekerja kemanusiaan yang secara tidak sengaja diusir.
Dia juga khawatir pasokan makanan terganggu oleh tindakan penutupan. Yaman sudah menjadi negara di mana kekurangan gizi banyak terjadi.
Di tengah kekhawatiran akan penularan, ada secercah harapan pada April silam ketika gencatan senjata diumumkan oleh koalisi yang dipimpin Arab Saudi, yang sedang bertempur dengan pemberontak Houthi di Yaman.
Gencatan itu diperpanjang satu bulan ke depan namun para pemberontak belum menerimanya dan Mohammed berkata pada saya bahwa pertempuran terus terjadi secara diam-diam.
"Masih ada tegangan di mana-mana. Lebih mendesak dari sebelumnya bahwa konflik berhenti. Tidak ada yang bisa pergi ke rumah sakit atau klinik jika ada perang dan wabah ini - ketika datang - bisa menjadi tak terkatakan. "
Berita Terkait
-
Gaza Butuh Rp116,3 Triliun untuk Pulihkan Layanan Kesehatan yang Hancur Total
-
WHO Apresiasi Kemajuan Indonesia dalam Pengembangan Obat Herbal Modern
-
Yaman Bersorak: Pendukung Houthi Rayakan Gencatan Senjata Hamas-Israel sebagai Kemenangan Palestina
-
Anggaran Daerah Dipotong, Menteri Tito Minta Pemda Tiru Jurus Sukses Sultan HB X di Era Covid
-
Korupsi Wastafel, Anggota DPRK Aceh Besar jadi Tersangka usai Polisi Dapat 'Restu' Muzakir Manaf
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
4 HP Memori 256 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer yang Ingin Install Banyak Game
-
Disebut Menteri Berbahaya, Menkeu Purbaya Langsung Skakmat Hasan Nasbi
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
-
5 Fakta Kemenangan 2-1 Real Madrid Atas Barcelona: 16 Gol Kylian Mbappe
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
Terkini
-
Umrah Mandiri Jadi Sorotan, Wamenhaj: Itu Keniscayaan Karena Arab Saudi Sudah Buka Gerbang Lebar
-
Penumpang Asal Medan Tewas di Kursi Tunggu Bandara Soetta, Benarkah 'Death on Arrival' Penyebabnya?
-
Tragedi Pohon Tumbang di Pondok Indah: Pemprov Gercep Siapkan Penyangga dan Pemangkasan
-
Ricuh di PN Jaksel: Polisi dan Pendukung Aktivis Khariq Anhar Saling Dorong Rebut Poster
-
Dua Pria Ditangkap Terkait Pencurian Permata Berharga di Museum Louvre
-
Mengenang Johnson Panjaitan: Kritik Keras untuk Polri dan Ingatkan 'Potong Kepalanya'
-
Jaksa Ungkap Detik-detik Kompol Yogi dan Ipda Aris Habisi Brigadir Nurhadi di Gili Trawangan
-
Pramono Anung Pastikan Kasus Sumber Waras Tuntas, Siap Bangun RS Tipe A di Atas Lahan 3,6 Hektar
-
Kasus Kereta Anjlok Terus Berulang, DPR Minta Kemenhub Lakukan Audit Keselamatan Independen
-
Menhut Raja Juli Minta Maaf ke Warga Papua Usai BKSDA Bakar Mahkota Cenderawasih: Ini Jadi Catatan