Suara.com - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian mempertanyakan dimana sikap otoritarianisme pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama memimpin.
Donny menganggap sejak era reformasi, tidak ada pemerintahan atau presiden yang berlaku otoritarian.
"Harus dilihat sejauh mana itu betul-betul bisa dipersepsi sebagai otoritarian. Karena kita tahu sejak reformasi sulit pemerintah manapun, presiden manapun untuk berlaku otoritarian, diawasi DPR, diawasi LSM, diawasi ormas, jadi pengawasnya banyak," ujar Donny saat dihubungi Suara.com, Senin (15/6/2020).
Pernyataan Donny menyusul Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang mencatat 28 kebijakan Pemerintahan Presiden Jokowi yang mencerminkan tanda-tanda otoritarianisme.
Terkait itu, Donny menilai tak mudah pemerintah bersifat otoriter kepada rakyatnya. Pasalnya semua kebijakan-kebijakan publik yang dirasakan tidak sesuai pasti akan digugat atau mendapatkan kritikan dari rakyat.
"Jadi tidak mudah untuk otoriter, apalagi sekarang kita tahu bahwa, presiden itu selalu harus berhadapan dengan publik. Jadi pada akhirnya kebijakan-kebijakan yang dirasakan tidak sesuai dengan publik pasti akan digugat dan dikritik," ucap dia.
"Jadi saya kira dalam pasca reformasi, siapapun termasuk presiden Jokowi itu tidak mudah untuk berlaku otoriter. Bilamana ada persepsi otoriter ya musti harus dijelaskan, bagaimana dan mengapa bisa disebut sebagai otoriter," sambungnya.
Lebih lanjut, Donny menegaskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap memiliki komitmen dalam penegakkan hak asasi manusia (HAM) hingga kebebasan hak-hak ekonomi sosial.
"Pak Jokowi tetap berkomitmen untuk menegakkan hak asasi manusia (HAM), menghormati hak-hak dasar, menghormati kebebasan-kebebasan dasar warga terutama kebebasan hak-hak sosial ekonomi. Ekonomi sosial melalui berbagai skema bantuan sosial, Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, sembako murah dan sebagainya," ucap Donny.
Baca Juga: Anarko Dituding Rencanakan Penjarahan, Eks Direktur LBH: Polisi Tidak Paham
Selain itu Donny juga menganggap kalau Presiden Jokowi memiliki komitmen dalam hal kebebasan sipil politik.
"Terkait dengan hal seperti politik presiden juga punya komitmen yang kurang lebih sama. Presiden percaya bahwa kebebasan-kebebasan sipil politik itu mensyarakatkan kesejahteraan mensyaratkan pendiidikan, mensyaratkan kemakmuran. sehingga tidak bisa dilepaskan antara hak-hak ekonom dan sosial dengan hak-hak ekonomi politik," katanya.
Untuk diketahui, sedikitnya ada 28 kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi sejak 2015 yang dianggap mencerminkan tanda-tanda otoritarianisme. Ini seperti dicermati Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
Kebijakan yang dinilai otoriter ini dikumpulkan YLBHI sejak 2015 dan angkanya meningkat di tahun 2020.
Kebijakannya bermacam-macam, mulai dari kebijakan ekonomi negara, kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat, kebijakan dwi fungsi pertahanan keamanan, serta kebijakan politik yang memperlemah partai oposisi
Bisnis ekonomi ini mulai dari mengamankan omnibus law cipta kerja dan macammacam lainnya, kemudian ada soal kebebasan sipil dan politik mulai dari berpendapat berekspresi, menyampaikan pendapat di muka umum, berorganisasi, memiliki pandangan politik yang berbeda, dan kebebasan akademis," kata Ketua YLBHI Asfinawati dalam diskusi Mimbar Bebas Melawan Oligarki : Seri 1 - Tanda-Tanda Otoritarianisme Pemerintah, Minggu (14/6/2020).
Berita Terkait
-
Sidang Rakyat Tandingan: UU Minerba Baru Cerminan Rezim Otoriter
-
Kisah Perempuan Pejuang Pembela HAM Petani Batanghari yang Diintimidasi
-
Polisi Sebut Anarko akan Jarah Pulau Jawa, YLBHI: Takuti Warga Tanpa Fakta
-
Tak Ada Bukti, YLBHI Sayangkan Polisi Bilang Anarko Akan Menjarah Jawa
-
Ciduk Penghina Jokowi saat Corona, YLBHI: Polisi Represif, Menakuti Warga
Terpopuler
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
- 7 Sepatu Murah Lokal Buat Jogging Mulai Rp100 Ribuan, Ada Pilihan Dokter Tirta
Pilihan
-
Kredit Nganggur Tembus Rp2,509 Triliun, Ini Penyebabnya
-
Uang Beredar Tembus Rp9891,6 Triliun per November 2025, Ini Faktornya
-
Pertamina Patra Niaga Siapkan Operasional Jelang Merger dengan PIS dan KPI
-
Mengenang Sosok Ustaz Jazir ASP: Inspirasi di Balik Kejayaan Masjid Jogokariyan
-
Gagal di Sea Games 2025, Legenda Timnas Agung Setyabudi Sebut Era Indra Sjafri Telah Berakhir
Terkini
-
Wamenkum: Penyadapan Belum Bisa Dilakukan Meski Diatur dalam KUHAP Nasional
-
Hindari Overkapasitas Lapas, KUHP Nasional Tak Lagi Berorientasi pada Pidana Penjara
-
Kayu Hanyutan Banjir Disulap Jadi Rumah, UGM Tawarkan Huntara yang Lebih Manusiawi
-
Video Viral Badan Pesawat di Jalan Soetta, Polisi Ungkap Fakta Sebenarnya
-
Libur Natal dan Tahun Baru, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan Tiga Hari!
-
KemenHAM: Pelanggaran HAM oleh Perusahaan Paling Banyak Terjadi di Sektor Lahan
-
Pemerintah Terbitkan PP, Wahyuni Sabran: Perpol 10/2025 Kini Punya Benteng Hukum
-
Komisi III DPR Soroti OTT Jaksa, Dorong Penguatan Pengawasan
-
Perpres Baru Bisnis dan HAM Masih Menunggu Teken Menko Airlangga
-
Rawan Roboh Selama Cuaca Ekstrem, Satpol PP DKI Jakarta Tertibkan 16 Reklame Berbahaya