Suara.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kebebasan Pers mendaftarkan permohonan uji materi terhadap kewenangan pemerintah untuk memblokir internet yang tertuang dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (23/9/2020) kemarin. Dalam uji materi ini, pihak pemohon adalah Aliansi Jurnalis Independen atau AJI Indonesia dan Arnoldus Belau selaku Pemimpin Redaksi Suara Papua.
Dalam hal ini, para pemohon merasa dirugikan oleh pemerintah merujuk peristiwa yang merundung Suara Papua pada 4 November 2016 silam. Saat itu, portal berita yang kerap memberitakan soal pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, budaya, politik dan hak asasi manusia di Papua itu tak bisa diakses sama sekali.
Imbasnya, kerja-kerja jurnalistik Suara Papua terhambat. Tiga hari berselang, barulah akses kembali bisa dipulihkan.
Ketua Umum AJI Indonesia Abdul Manan mengatakan, uji materi ini dimaksudkan sebagai upaya untuk mengoreksi kewenangan dari Undang Undang ITE kepada pemerintah soal pemblokiran. Pasalnya, kewenangan itu kerap dijadikan dalih untuk memblokir situs --bahkan internet.
"Pemerintah juga tidak transparan soal dasar pemblokiran selain hanya mengatakan karena mengandung konten negatif atau melanggar undang-undang," kata Manan dalam keterangannya, Kamis (24/9/2020).
Manan juga menilai, kewenangan pemblokiran acapkali digunakan untuk meredam sebuah informasi dan sebuah pandangan. Dalam hal ini, informasi atau pandangan yang tak sejalan dengan pemerintah.
"Kami melihat pemblokiran itu juga dipakai untuk meredam atau membungkam informasi atau pandangan kritis atau tidak sejalan dengan narasi pemerintah," sambungnya.
Sementara itu Direktur LBH Pers, Ade Wahyudin berpendapat, kewenangan pemblokiran oleh pemerintah itu melampaui kewenangannya dan tidak sejalan dengan Konstitusi. Hal ini dinilai melanggar hukum.
"Kewenangan pemblokiran itu seperti mengambil alih kewenangan Pengadilan dalam menegakan hukum dan keadilan untuk memeriksa, mengadili dan memutus atas tafsir dari informasi dan/atau dokumen elektronik yang melanggar hukum," ujar Ade.
Baca Juga: DPR Minta MK Tolak Judicial Review UU Penyiaran
Selain itu, uji materi yang diajukan para pemohon dilakukan untuk menilai Undang- Undang ITE memberi kewenangan yang tidak tepat kepada pemerintah untuk melakukan pemblokiran internet. Kewenangan itu kerap digunakan oleh pemerintah untuk memblokir internet dengan alasan yang tidak dijelaskan secara transparan dan cenderung sewenang-wenang.
Kewenangan pemblokiran oleh pemerintah itu tertuang dalam Pasal 40 ayat (2b) UU ITE, yang isinya menyatakan: "Dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan melanggar hukum."
Layangkan Surat ke Ditjen Aptika
Melalui LBH Pers, pemohon mengirimkan surat pada pada 8 November 2016. Surat itu berisikan protes dan meminta klarifikasi kepada Menteri Komunikasi dan Informatika dan Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika ( Ditjen Aptika) terkai pemblokiran itu.
Selanjutnya, Ditjen Aptika dalam surat balasannya membenarkan adanya pemblokiran situs Suara Papua. Alasanya, situs tersebut mengandung konten yang melanggar ketentuan Undang - Undang.
Ditjen Aptika menilai pemblokiran tersebut sesuai Pasal 40 ayat 2a dan 2b UU ITE dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif. Dalam surat balasan tidak dijelaskan secara spesifik konten apa yang dinilai melanggar undang-undang.
Berita Terkait
-
Kejagung Hormati Putusan MK: Jaksa Bisa Ditangkap Tanpa Izin Jaksa Agung dalam Kasus Tertentu
-
UU Kepemudaan Digugat, KNPI DKI Minta Usia 40 Tahun Masih Masuk Kategori Pemuda
-
18 Profesor Hukum Bela Hasto, Minta MK Rombak Pasal Kunci Pemberantasan Korupsi
-
Minta MK Hapus Uang Pensiun DPR, Lita Gading Dibalas Hakim: Mereka kan Kerja
-
UU PDP Dinilai Bisa Jadi 'Tameng' Pejabat Korup, Koalisi Sipil Minta MK Beri Pengecualian
Terpopuler
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- Gary Neville Akui Salah: Taktik Ruben Amorim di Manchester United Kini Berbuah Manis
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- Belanja Mainan Hemat! Diskon 90% di Kidz Station Kraziest Sale, Bayar Pakai BRI Makin Untung
Pilihan
-
5 Fakta Wakil Ketua DPRD OKU Parwanto: Kader Gerindra, Tersangka KPK dan Punya Utang Rp1,5 Miliar
-
Menkeu Purbaya Tebar Surat Utang RI ke Investor China, Kantongi Pinjaman Rp14 Triliun
-
Dari AMSI Awards 2025: Suara.com Raih Kategori Inovasi Strategi Pertumbuhan Media Sosial
-
3 Rekomendasi HP Xiaomi 1 Jutaan Chipset Gahar dan RAM Besar, Lancar untuk Multitasking Harian
-
Tukin Anak Buah Bahlil Naik 100 Persen, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Tahu!
Terkini
-
DPD RI Gelar DPD Award Perdana, Apresiasi Pahlawan Lokal Penggerak Kemajuan Daerah
-
Program Learning for Life, Upaya Kemenpar Perkuat Pemberdayaan Masyarakat Pariwisata
-
Ada 4,8 Juta Kelahiran Setahun, Menkes Budi Dorong Perbanyak Fasilitas Kesehatan Berkualitas
-
Menkes Budi: Populasi Lansia di Jakarta Meningkat, Layanan Kesehatan Harus Beradaptasi
-
Berkas Lengkap! Aktivis Delpedro Cs akan Dilimpahkan ke Kejati DKI Rabu Besok
-
Sudah Vonis Final, Kenapa Eksekusi Harvey Moeis Molor? Kejagung Beri Jawaban
-
Sinergi Polri dan Akademi Kader Bangsa: Bangun Sekolah Unggul Menuju Indonesia Emas 2045
-
Blueprint Keberlanjutan Ride-Hailing Indonesia: Motor Penggerak UMKM dan PDB Nasional
-
Anggota DPR Non Aktif Korban Disinformasi dan Fitnah, Bukan Pelaku Kejahatan
-
Jejak Korupsi POME: Dari Kantor ke Rumah, Kejagung 'Kunci' Pejabat Bea Cukai