Suara.com - Mantan Kadiv Humas Mabes Polri Komjen Pol (Purn) Setyo Wasisto menyebut "red notice" Interpol atas nama terpidana korupsi "cessie" Bank Bali Djoko Tjandra mengalami beberapa kali adendum atau tambahan.
"Saya ingat ada beberapa adendum, adendum itu tambahan, yang saya ingat bahwa ada tambahan karena ada informasi bahwa Djoko Tjandra mengubah nama dan menggunakan paspor baru, maka kami kirim ke Interpol untuk diterbitkan adendum," kata Setyo di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (19/11/2020).
Setyo menjadi saksi untuk terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra yang didakwa melakukan penyuapan terhadap aparat penegak hukum dan permufakatan jahat.
Setyo diketahui adalah Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri pada 23 Desember 2013 - Agustus 2015.
"Sehingga apabila dicari, nama-nama ini muncul, termasuk adendum terakhir 2019, bulan Februari. Adendum itu menyatakan karena dari penyidik Kejaksaan Agung bahwa kasus Djoko Soegiarto Tjandra hanya korupsi, kasus penggelapannya tidak, itu adendumnya," ungkap Setyo.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Divhubinter Polri pertama kali menerbitkan "red notice" No. : A-1897/7-2009 tanggal 10 Juli 2009 atas nama Djoko Soegiarto Tjandra karena permintaan Kejaksaan Agung karena tidak dapat mengeksekusi putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung pada 11 Juni 2009 yang menjatuhkan hukuman pidana 2 tahun dan denda Rp 15 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Djoko Tjandra.
Selain adendum, Setyo juga mengirimkan surat Nomor R/08/II/2015/Divhubinter pada 12 Februari 2015 perihal DPO atas nama Djoko Tjandra alias Joe Chan warga negara Papua Nugini kepada Direktorat Jenderal Imigrasi.
"Betul saya yang menandatangani surat itu pada 12 Februari 2015, karena muncul di koran Kompas, yang menyatakan bahwa orang tua dari saudara Djoko Soegiarto Tjandra meninggal dunia. Kemudian anggota kami melapor, karena melapor kami buat surat karena ini harus cepat," ungkap Setyo.
Setyo mengaku surat itu bersifat memperingatkan Ditjen Imigrasi.
Baca Juga: Komjen Setyo Akui Keluarkan Surat Warning Djoko Tjandra saat Ayahnya Wafat
"Sifatnya mengingatkan karena kemungkinan karena orang tuanya meninggal, Djoko Tjandra akan datang ke Indonesia. Kami mengingatkan Kejaksaan sebagai pemegang kasusnya dan kepada Imigrasi sebagai tempat perlintasan imigrasi. Surat itu bersifat mengingatkan karena kemungkinan logikanya kalau orang tua meninggal, akan datang itu mengingatkan agar kita waspada," tambah Setyo.
Setyo menjelaskan bahwa "red notice" adalah mekanisme dari Interpol yaitu permintaan negara anggota Interpol kepada anggota lain yang berjumlah 193 negara untuk menangkap dan menahan buronan.
"Misal Indonesia minta seluruh negara anggota Interpol, apabila ada orang buron atau DPO (Daftar Pencarian Orang) agar menangkap dan menahan dan memberitahu negara penerbit interpol tersebut," ungkap Setyo.
Menurut Setyo, semua penegak hukum baik Kejaksaan Agung, KPK maupun Polri dapat membuat permintaan kepada Interpol melalui Divhubinter Polri selaku fasilitator dan koordinator Interpol Indonesia.
"Pengajuan 'red notice' itu oleh instansi, bukan perorangan, dalam hal ini penyidik. Kemudian untuk permintaan penghapusan juga harus dilengkapi dengan berkas-berkas, contoh buronan atau DPO itu meninggal dunia harus ada surat kematian, dilaporkan ke Interpol di Lyon bahwa kasusnya sudah selesai karena yang bisa mencabut 'red notice' itu dari Interpol Lyon," jelas Setyo.
Dalam perkara ini, Djoko Tjandra didakwa melakukan dua dakwaan. Pertama, Djoko Tjandra didakwa menyuap jaksa Pinangki Sirna Malasari sejumlah 500 ribu dolar Singapura, mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte sejumlah 200 ribu dolar Singapura dan 270 dolar AS serta mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo senilai 150 ribu dolar AS.
Tag
Berita Terkait
-
Komjen Setyo Akui Keluarkan Surat Warning Djoko Tjandra saat Ayahnya Wafat
-
Rekan Akui Antar Tommy Kasih Amplop hingga Temui Prasetijo di TNCC Polri
-
Terungkap, Napoleon dan Prasetijo Bertemu Perantara Suap Djoko Tjandra
-
Terkuak! Pertemuan Dua Jenderal Polri Dengan Perantara Suap Djoko Tjandra
-
Tak Dihiraukan, Kini KPK Peroleh Berkas Kasus Djoko Tjandra Dari Kejagung
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 5 Rekomendasi Bedak Tabur untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Halus dan Segar
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Lagi Gacor, Tapi APBN Tekor
-
realme C85 Series Pecahkan Rekor Dunia Berkat Teknologi IP69 Pro: 280 Orang Tenggelamkan Ponsel
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan RAM 8 GB Terbaik November 2025, Cocok Buat PUBG Mobile
-
Ratusan Hewan Ternak Warga Mati Disapu Awan Panas Gunung Semeru, Dampak Erupsi Makin Meluas
-
Profil Victor Hartono: Pewaris Djarum, Dicekal Negara Diduga Kasus Pajak
Terkini
-
Pohon Tumbang Lumpuhkan MRT, PSI Desak Pemprov DKI Identifikasi Pohon Lapuk: Tolong Lebih Gercep!
-
Merasa Terbantu Ada Polisi Aktif Jabat di ESDM, Bagaimana Respons Bahlil soal Putusan MK?
-
Terbongkar! Sindikat Pinjol Dompet Selebriti: Teror Korban Pakai Foto Porno, Aset Rp14 Miliar Disita
-
Usut Kasus Korupsi Haji di BPKH, KPK Mengaku Miris: Makanan-Tempat Istirahat Jemaah jadi Bancakan?
-
Jember Kota Cerutu Indonesia: Warisan yang Menembus Pasar Global
-
Dissenting Opinion, Hakim Ketua Sebut Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Harusnya Divonis Lepas
-
Komisi III 'Spill' Revisi UU Polri yang Bakal Dibahas: Akan Atur Perpanjangan Batas Usia Pensiun
-
Jadi Pondasi Ekonomi Daerah, Pemprov Jateng Beri Perhatian Penuh pada UMKM
-
Buntut Demo Agustus Ricuh, 21 Aktivis Didakwa Hina Presiden dan Lawan Aparat
-
Demi Yakinkan Pensiunan, KPK Rela Pinjam Uang Tunai Rp300 Miliar untuk Dipamerkan