Suara.com - Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay memandang positif terkait opsi Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk membuka vaksinasi mandiri. Menurutnya, opsi tersebut bagus karena berdampak terhadap percepatan proses vaksinasi.
Saleh mengatakan, dengan target sasaran vaksinasi kepada 181,5 juta orang, akan menjadi sulit bagi pekerintah. Meski tidak mustahil, namun vaksinasi kepada masyarakat dengan jumlah besar bakal memakan waktu tidak sebentar.
"Apalagi, wilayah Indonesia yang berbentuk kepulauan. Untuk distribusi vaksin saja, butuh waktu. Presiden kan meminta agar vaksinasi segera dituntaskan, bahkan dari rencana awal 15 bulan, ini mau dikelarkan 12 bulan," kata Saleh kepada wartawan, Jumat (15/1/2021).
Kendati menilai positif, Saleh meminta agar proses vaksinasi mandiri nantinya tidak luput dari pengawasan sebagaimana vaksinasi dari pemerintah. Ia minta agar tahapan vaksinasi mandiri maupun dari pemerintah disamakan.
"Pertama, harus dipastikan keamanan dan mutu vaksinnya. Produsen vaksin juga harus jelas. Karena itu, vaksin tersebut harus betul-betul di bawah pengawasan BPOM RI," ujar Saleh.
Kemudian yang kedua, kata Saleh pelaksanaan vaksinasi mandiri harus melalui pendekatan kemanusiaan. Jangan sampai kehadiran vaksinasi mandiri justru dijadikan kesempatan berbisnis mengambil keuntungan.
"Sedapat mungkin, harus dihindari muatan bisnis dan profit. Sebab, saat ini semua pihak sedang fokus menghadapi pandemi yang banyak menyisakan persoalan sosial ekonomi di masyarakat," ujar Saleh.
Seleh menambahkan, terakhir yang menjadi catatan ialah vaksinasi mandiri harus dilakukan atas pengawasan Kementerian Kesehatan dan dinas kesehatan di daerah. Pengawasan dilakukan agar mereka yang divaksin dapat termonitor dengan baik.
"Termasuk pengawasan pasca imunisasi. Dengan begitu, KIPI (jika ada), dapat diantisipasi sejak awal," kata Saleh.
Baca Juga: Ingin Jadi yang Pertama Divaksin Corona, Ketua DPRD DKI Tak Penuhi Syarat
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membuka pilihan untuk swasta melakukan pengadaan vaksin di luar pemerintah. Pengadaan itu nantinya diperuntukan untuk dibeli korporasi atau perusahaan.
Namun, Budi mensyaratkan pembelian oleh perusahaan harus dengan ketentuan bahwa semua pegawai di lini level divaksinasi.
"Jadi dengan syarat satu korporasi mau beli dengan syarat semua karyawannya mesti dikasih. Ngga boleh hanya level atasnya saja atau direksi saja. Mungkin itu bisa kita berikan," kata Budi dalam rapat di Komisi IX DPR, Kamis (13/1/2021).
Budi menegaskan, pembelian melalui korporasi seperti opsi tersebut harus melalui pengadaan di luar pemerintah. Karena itu, menurut Budi, swasta sebaiknya diperkanankan masuk. Hanya saja, vaksin yang dibeli swasta tetap harus sesuai dengan rekomendasi WHO serta prosesnya melalui Badan POM.
"Pengadaannya bisa dilakukan oleh swasta dan mereka bisa pengadaan sendiri, yang penting, yang penting, vaksinnya harus ada di WHO, harus di-approve oleh BPOM dan datanya harus satu dengan kita. Karena saya ngga mau nanti datanya berantakan lagi. Jadi tetap sistem satu data harus pakai datanya kita untuk monitoring KIPI dan sebagainya," kata Budi.
Budi melanjutkan, opsi vaksinasi mandiri itu masih dalam tahap diskusi dan belum menjadi sebuah keputusan.
"Tapi balik lagi pak, itu belum final pak. Itu masih dalam diskusi karena kami takutnya sensitif kalo misalnya tidak ditata dengan baik. Kami welcome diskusinya itu karena objektif kami adalah sebanyak-banyaknya, secepat-cepatnya, dan semurah-murahnya terhadap anggaran negara," ujar Budi.
Berita Terkait
-
Ingin Jadi yang Pertama Divaksin Corona, Ketua DPRD DKI Tak Penuhi Syarat
-
Hits: Efek Samping Makan Oatmeal, Vaksinasi Corona Jokowi Dituduh Gagal
-
Anti Vaksin karena Ogah Ada Bahan Kimia di Tubuh, Pria Ini Diskakmat Publik
-
Siang Nanti! Cari Tahu Keamanan Vaksin Covid-19 Bareng Pakar Imunologi
-
Kampanye Vaksin COVID-19 ala Jokowi Disebut Seperti Sunatan Massal
Terpopuler
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
- Ditunjuk Jadi Ahli, Roy Suryo Siapkan Data Akun Fufufafa Dukung Pemakzulan Gibran
Pilihan
-
Belajar dari Cinta Kuya: 5 Cara Atasi Anxiety Attack Saat Dunia Terasa Runtuh
-
Kritik Menkeu Purbaya: Bank Untung Gede Dengan Kasih Kredit di Tempat yang Aman
-
PSSI Diam-diam Kirim Tim ke Arab Saudi: Cegah Trik Licik Jelang Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
-
Pemain Eropa Telat Gabung, Persiapan Timnas Indonesia Terancam Kacau Jelang Hadapi Arab Saudi
-
STY Sudah Peringati Kluivert, Timnas Indonesia Bisa 'Dihukum' Arab Saudi karena Ini
Terkini
-
Kasus Korupsi Sritex Resmi Masuk Meja Hijau, Iwan Lukminto Segera Diadili
-
Pesan Mendalam Jelang Putusan Gugatan UU TNI: Apakah MK Bersedia Berdiri Bersama Rakyat?
-
Pemerintah Finalisasi Program Magang Nasional Gaji Setara UMP Ditanggung Negara
-
Korupsi Bansos Beras: Kubu Rudy Tanoesoedibjo Klaim Sebagai Transporter, KPK Beberkan Bukti Baru
-
Polisi Ringkus 53 Tersangka Rusuh Demo Sulsel, Termasuk 11 Anak di Bawah Umur
-
DPR Acungi Jempol, Sebut KPU Bijak Usai Batalkan Aturan Kontroversial
-
Manuver Comeback dari Daerah: PPP Solok 'Sodorkan' Epyardi Asda untuk Kursi Ketua Umum
-
Mengapa Penculik Kacab Bank BUMN Tak Dijerat Pasal Pembunuhan Berencana? Ini Logika Hukum Polisi
-
PT Gag Nikel di Raja Ampat Kembali Beroperasi, Komisi XII DPR: Tutup Sebelum Cemari Geopark Dunia!
-
KPK Dinilai 'Main Satu Arah', Tim Hukum Rudy Tanoe Tuntut Pembatalan Status Tersangka