News / Nasional
Selasa, 16 September 2025 | 23:19 WIB
Ilustrasi Gedung Mahkamah Konstitusi. [ANTARA/Mario Sofia Nasution]

Suara.com - Gugatan atau uji materil terhadap UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) akan diputuskan Mahkamah Konstitusi pada Rabu (17/9/2025).

Jelang putusan, Tim Advokasi untuk Reformasi Sektor Keamanan menyampaikan sejumlah pesan kepada hakim MK yang akan mengadili gugatan perkara itu. 

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Fadhil Alfathan menegaskan bahwa putusan MK terhadap gugatan UU TNI yang mereka ajukan tidak dapat dipandang sebagai agenda dalam perkara hukum biasa.

"Ia adalah ujian sesungguhnya atas integritas dan komitmen MK untuk menegakkan konstitusi, mendukung agenda reformasi sektor keamanan, dan melindungi demokrasi dari ancaman militerisme yang kian menguat," kata Fadhil lewat keterangannya kepada Suara.com, Selasa (16/9/2025). 

Fadhil mengingatkan bahwa MK bukan hanya berfungsi sebagai penjaga konstitusi secara normatif.

Ia menegaskan bahwa MK juga memikul tanggung jawab historis dalam memastikan agenda reformasi yang lahir dari semangat 1998. 

"Putusan MK besok bukan sekadar soal usia pensiun atau ketentuan hukum administratif. Ia adalah ujian moral dan konstitusional: apakah Mahkamah bersedia berdiri bersama rakyat dalam menolak kembalinya militerisme ke ruang sipil, atau justru membiarkan konstitusi dibengkokkan demi melanggengkan kekuasaan," katanya. 

Ia menjelaskan, sedari awal proses pembahasan revisi UU TNI hingga disahkan menjadi undang-undang di DPR RI sudah memuat berbagai persoalan yang mendasar, seperti proses legislasi dilakukan secara tertutup, terburu-buru, dan jauh dari prinsip partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).

Selain itu secara substansi UU TNI juga bermasalah, sebab memperluas kewenangan militer di ranah sipil.

Baca Juga: Tak Seperti Revisi UU TNI, Habiburokhman Janji RKUHAP Tidak Dibahas di Hotel

Perluasan kewenangan militer  itu, setidaknya, kata Fadhil, tergambar dari berbagai situasi yang terjadi belakangan ini.

Salah satu di antaranya upaya kriminalisasi yang sempat akan dilakukan  Komandan Satuan Siber (Dansatsiber) Mabes TNI terhadap pegiat media sosial, Ferry Irwandi

Menurutnya, tindakan tersebut menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang. 

Satsiber TNI yang seharusnya berfokus pada pertahanan siber negara justru digunakan untuk memata-matai dan mengintimidasi warga negara yang menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah. 

"Jika revisi UU TNI besok tidak dibatalkan oleh MK maka khawatir kriminalisasi, dan kegiatan memata-matai warga negara seperti pada kasus Ferry Irwandi akan marak terjadi," ujar Fadhil. 

Oleh karenanya mereka berharap dalam putusannya, MK menyatakan proses pembentukan Revisi UU TNI bertentangan dengan UUD 1945 secara formil.

Load More