Suara.com - Pemerintah Australia telah melaporkan kematian pertama dari kasus Covid-19 varian Omicron pada Senin (27/12/2021), di tengah peningkatan jumlah kasus harian terbesar, namun otoritas tak memberlakukan pembatasan baru dan mengatakan bahwa tingkat perawatan di rumah sakit tetap rendah.
Kematian pada pria berusia sekitar 80 tahun dengan penyakit bawaan itu menjadi catatan yang suram bagi negara tersebut. Australia telah membatalkan sejumlah langkah pembukaan kembali, yang telah direncanakan hampir dua tahun setelah karantina wilayah beberapa kali diberlakukan, akibat pewabahan baru.
Para ahli kesehatan menyebutkan bahwa varian Omicron lebih mudah menular namun tak seganas varian Covid-19 lainnya. Varian tersebut mulai menyebar di Australia saat negara itu baru saja mulai melonggarkan pembatasan pada kebanyakan perbatasan domestik dan memperbolehkan warga negaranya untuk kembali dari luar negeri tanpa harus menjalani karantina. Hal tersebut pun menyebabkan lonjakan angka kasus menjadi yang tertinggi selama pandemi.
Otoritas tidak memberikan rincian lebih lanjut terkait kematian akibat varian Omicron itu, namun mengatakan bahwa pria tersebut tertular di fasilitas lansia dan meninggal dunia di sebuah rumah sakit di Sydney.
"Ini adalah kematian pertama yang diketahui di negara bagian New South Wales yang terkait dengan varian Omicron," kata epidemiolog NSW Health Christine Selvey dalam sebuah video yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Pria tersebut merupakan salah satu dari tujuh kematian akibat Covid-19 yang dilaporkan di Australia pada hari sebelumnya.
Negara tersebut mencatat 10.186 kasus baru di, menurut kalkulasi Reuters terhadap data negara bagian. Angka tersebut merupakan total yang melebihi 10.000 untuk pertama kalinya, dengan kebanyakan kasus baru terletak di New South Wales dan Victoria.
"Meskipun kita melihat angka yang meningkat... kami tidak melihat dampaknya terhadap sistem rumah sakit," kata pimpinan Queensland Annastacia Palaszczuk. Negara bagian itu melaporkan 784 kasus baru dengan empat orang yang dirawat di rumah sakit.
Dia pun membela kebijakan wajib tes di negara bagian yang ramah turis itu, meski terdapat laporan terkait waktu tunggu tes COVID selama enam jam bagi mereka yang berharap untuk memenuhi persyaratan perjalanan masa libur antar-negara bagian.
Baca Juga: Ratusan Tenaga Medis Israel Jadi 'Kelinci Percobaan' Vaksin Covid-19 Dosis Keempat
"Semua orang tahu bahwa saat mereka memesan tiket, jika mereka ingin datang ke sini mereka harus melakukan tes PCR," ujarnya.
Meski demikian, dia menambahkan bahwa Queensland tengah mempertimbangkan apakah harus melonggarkan persyaratan untuk pengunjung domestik. Tasmania, yang juga merupakan negara bagian yang populer di kalangan turis, juga tengah mempertimbangkan perubahan terhadap peraturan tes di perbatasan.
Di seluruh negara, peningkatan jumlah infeksi memberikan beban tambahan terhadap daya pengujian. Klinik tes SydPath telah mengkonfirmasi, pada satu hari sebelumnya, bahwa mereka memberikan informasi yang salah kepada 400 orang yang positif terinfeksi COVID, dan mengatakan bahwa mereka negatif dalam beberapa hari sebelum hari Natal. Pada Senin, mereka baru menyadari telah salah mengirim pesan dengan hasil tes yang salah kepada 995 orang lainnya.
Sejauh ini, otoritas Australia telah menolak untuk kembali memberlakukan penguncian di tengah jumlah kasus yang melonjak namun telah kembali memberlakukan beberapa kebijakan pembatasan.
Pada Senin, negara bagian New South Wales kembali mewajibkan masyarakatnya untuk melakukan check-in menggunakan kode yang dipindai saat memasuki fasilitas-fasilitas publik, sementara banyak negara bagian lain kembali memberlakukan wajib masker di area publik dalam ruangan.
Negara itu juga telah mempersempit masa penyuntikan booster vaksin dari enam bulan menjadi empat bulan, dan akan segera menjadi tiga bulan. (Sumber: Antara/Reuters)
Berita Terkait
-
Ratusan Tenaga Medis Israel Jadi 'Kelinci Percobaan' Vaksin Covid-19 Dosis Keempat
-
Update COVID-19 Jakarta 27 Desember: Positif 42, Sembuh 88, Meninggal 0
-
Tambah 3 Kasus Terkonfirmasi Covid-19 di Kaltim, Ini 3 Daerah yang Masih Zona Hijau
-
Perhelatan KTT G20, Harapan Bangkitnya Pariwisata Bali saat Pandemi Covid-19
-
Binda Jateng Gelar Vaksinasi Door to Door, Sasar Lansia hingga Difabel
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- Bobibos Bikin Geger, Kapan Dijual dan Berapa Harga per Liter? Ini Jawabannya
- 6 Rekomendasi Cushion Lokal yang Awet untuk Pekerja Kantoran, Makeup Anti Luntur!
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
Pilihan
-
Fakta-fakta Gangguan MRT Kamis Pagi dan Update Penanganan Terkini
-
5 Mobil Bekas Pintu Geser Ramah Keluarga: Aman, Nyaman untuk Anak dan Lansia
-
5 Mobil Bekas di Bawah 100 Juta Muat hingga 9 Penumpang, Aman Bawa Barang
-
Pakai Bahasa Pesantren! BP BUMN Sindir Perusahaan Pelat Merah Rugi Terus: La Yamutu Wala Yahya
-
Curacao dan 10 Negara Terkecil yang Lolos ke Piala Dunia, Indonesia Jauh Tertinggal
Terkini
-
KPK Periksa Tiga Kepala Distrik Terkait Korupsi Dana Operasional di Papua
-
Semeru 'Batuk' Keras, Detik-detik Basarnas Kawal 187 Pendaki Turun dari Zona Bahaya
-
Geger Kematian Dosen Cantik Untag: AKBP Basuki Dikurung Propam, Diduga Tinggal Serumah Tanpa Status
-
Pohon 'Raksasa' Tumbang di Sisingamangaraja Ganggu Operasional, MRT Jakarta: Mohon Tetap Tenang
-
262 Hektare Hutan Rusak, Panglima TNI hingga Menhan 'Geruduk' Sarang Tambang Ilegal di Babel
-
Dugaan Korupsi Tax Amnesty, Eks Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi Dicekal, Tak Bisa ke Luar Negeri
-
7 Fakta Kematian Dosen Untag di Kos: AKBP B Diamankan, Kejanggalan Mulai Terungkap
-
KemenPPPA Dukung Arahan Prabowo Setop Kerahkan Siswa Sambut Pejabat
-
Tamparan Keras di KTT Iklim: Bos Besar Lingkungan Dunia Sindir Para Pemimpin Dunia!
-
Komdigi Kaji Rencana Verifikasi Usia via Kamera di Roblox, Soroti Risiko Privasi Data Anak