Suara.com - Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, menilai bahwa pengajuan gugatan terhadap UU Pemilu khususnya terkait ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden atau Presidential Threshold harus dilakukan sebanyak-banyaknya ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Bivitri mengatakan, berdasarkan apa yang dia ketahui sudah ada 5 saat ini gugatan terhadap Presidential Threshold ke MK. Gugatan tersebut beberapa ada yang didampingi oleh Refly Harun dan juga Denny Indrayana.
"Nah DPD sudah mengajukan juga. Tapi juga menurut saya perlu disambut kalau bisa sebanyak-banyaknya (gugatan diajukan) terus terang aja ya," kata Bivitri dalam diskusi bertajuk 'Merefleksikan Kembali Presidential Threshold (PT) 0 persen Demokrasi Kita Dipersimpangan Jalan?', Kamis (27/1/2022).
Menurutnya, dengan banyaknya gugatan yang diajukan justru akan semakin banyak juga ahli yang bisa memberikan argumentasi. Apalagi MK sendiri dianggap masih belum menggali secara tuntas soal Presidential Threshold.
"Saya sudah sampaikan pertama MK memang belum belum menggali secara tuntas sehingga memang perlu sehingga perlu diperiksa kembali di MK," ungkapnya.
Lebih lanjut, Bivitri menjelaskan, bahwa dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sekalipun tidak ada batasan dalam pencalonan.
Bahkan di luar negeri, kata dia, batas pencalonan tidak pernah diatur, yang ada hanya batas kemenangan. Batas pencalonan hanya menghilangkan hak warga negara.
"Pencalonan di negara-negara lain itu adalah batas kemenangan, pencalonan tidak dibatasi karena menghilangkan hak warga negara untuk mendapatkan calon berkualitas dan argumen penyederhanaan parpol juga tidak relevan dalam konteks berbeda itu. Saya kira hal-hal yang saya kira tidak mudah," tandasnya.
Berita Terkait
-
Tolak Gugatan Mahasiswa UKI, MK Sebut Tindakan Polisi Setop dan Periksa Identitas Warga saat Patroli Konstitusional
-
Faisal Basri hingga Din Syamsuddin Mau Gugat UU IKN ke MK, Anggota Pansus DPR: Kami akan Samina Wa Athona
-
Ekonom Faisal Basri Sebut Ada Bagi-bagi Jatah Proyek Ibu Kota Negara, Pengamat: Mungkin Punya Data
-
Ekonom Faisal Basri Mau Gugat UU IKN ke Mahkamah Konstitusi, KSP: Biar Nanti MK yang Tentukan
Terpopuler
- 5 Body Lotion dengan Kolagen untuk Usia 50-an, Kulit Kencang dan Halus
- 8 Bedak Translucent untuk Usia 50-an, Wajah Jadi Flawless dan Natural
- Sepatu On Cloud Ori Berapa Harganya? Cek 5 Rekomendasi Paling Empuk buat Harian
- 6 Sabun Cuci Muka dengan Kolagen agar Kulit Tetap Kenyal dan Awet Muda
- Pemain Keturunan Jerman Ogah Kembali ke Indonesia, Bongkar 2 Faktor
Pilihan
-
Hasil SEA Games 2025: Mutiara Ayu Pahlawan, Indonesia Siap Hajar Thailand di Final
-
Stok BBM Shell Mulai Tersedia, Cek Lokasi SPBU dan Harganya
-
Kekuatan Tersembunyi Mangrove: Bisakah Jadi Solusi Iklim Jangka Panjang?
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
Terkini
-
DPR Usul Presiden Bentuk Kementerian Bencana: Jadi Ada Dirjen Longsor, Dirjen Banjir
-
Pemerintah Pulangkan 2 WN Belanda Terpidana Kasus Narkotika Hukuman Mati dan Seumur Hidup
-
Aksi 4 Ekor Gajah di Pidie Jaya, Jadi 'Kuli Panggul' Sekaligus Penyembuh Trauma
-
Legislator DPR Desak Revisi UU ITE: Sikat Buzzer Destruktif Tanpa Perlu Laporan Publik!
-
Lawatan ke Islamabad, 6 Jet Tempur Sambut Kedatangan Prabowo di Langit Pakistan
-
Kemensos Wisuda 133 Masyarakat yang Dianggap Naik Kelas Ekonomi, Tak Lagi Dapat Bansos Tahun Depan
-
27 Sampel Kayu Jadi Kunci: Bareskrim Sisir Hulu Sungai Garoga, Jejak PT TBS Terendus di Banjir Sumut
-
Kerugian Negara Ditaksir Rp2,1 T, Nadiem Cs Segera Jalani Persidangan
-
Gebrakan KemenHAM di Musrenbang 2025: Pembangunan Wajib Berbasis HAM, Tak Cuma Kejar Angka
-
LBH PBNU 'Sentil' Gus Nadir: Marwah Apa Jika Syuriah Cacat Prosedur dan Abaikan Kiai Sepuh?