Suara.com - Invasi Rusia ke Ukraina telah menghancurkan kehidupan jutaan orang. Banyak di antara mereka lahir di bawah pengaruh komunisme ketika Ukraina masih menjadi bagian dari Uni Soviet. Kini, mereka mulai meninggalkan negaranya. Wartawan BBC Fergal Keane bertemu dengan dua orang lansia di sebuah stasiun kereta api di Lviv, Ukraina barat, saat mereka mencoba menyelamatkan diri.
Ketika Volodymyr Dehtyarov menjadi tentara di Afghanistan, hanya ada dia dan rekan-rekannya sesama serdadu Soviet. Saat melawan mujahidin di Kandahar, mereka harus saling menjaga satu sama lain. Tidak ada orang yang lebih penting di antara yang lain. Mereka diberi perintah dan mereka bertempur.
Pada masa itu, Volodymyr adalah seorang tentara Uni Soviet. Dia sama sekali tidak tahu misi menyelamatkan rezim pro-Moskow di Kabul bakal gagal.
"Kami diberi perintah dan kami melakukan tugas kami," katanya kepada saya.
Mantan prajurit itu berdiri dalam antrean panjang di stasiun kereta api Lviv, menunggu dievakuasi ke Polandia bersama putri, menantu, dan empat cucunya. Putranya dan seorang cucu yang mengidap autisme harus tinggal di Mykolaiv, Ukraina selatan.
Baca juga:
- 'Merdeka atau mati' - anak-anak muda Ukraina terinspirasi perjuangan kemerdekaan Indonesia
- Imbas konflik Rusia-Ukraina bagi Indonesia - Harga mi instan hingga bunga kredit bisa naik
- Lima kemungkinan yang bakal terjadi dalam konflik di Ukraina
Dalam foto-foto hitam-putihnya saat bertempur dalam perang lain, dia berdiri dengan percaya diri seraya membawa senjata di lengannya.
Foto-foto tersebut, bersama medali kedinasan di Afghanistan, adalah pengingat semasa dirinya masih gagah serta persahabatan yang ditempa dalam pertempuran.
Namun, Tentara Merah sudah lama tiada. Perang baru ini justru telah memisahkan persahabatannya dengan para veteran Rusia yang pernah berjuang bersama.
Baca Juga: Bagaimana Cara Rusia Merekrut Tentara Bayaran untuk Bertempur dalam Invasi?
"Kami tidak lagi berbicara satu sama lain," katanya.
Volodymyr pensiun dari militer dengan pangkat letnan kolonel. Dia menyadari pemerintahnya menyampaikan propaganda ke Rusia bahwa Ukraina adalah negara yang dijalankan oleh Nazi dan fasis.
Ketika saya bertanya apa pendapatnya tentang label seperti itu, dia tertawa. Itu adalah tawa yang panjang dan pahit. Dia pun melambaikan tangannya ke arah seorang wartawan perempuan, anak-anak, dan orang tua di sekelilingnya.
"Benar-benar deh pertanyaannya. Di sini? Nazi? Fasis? Orang-orang ini? Apa yang kalian bicarakan? Ini bukan fasis atau Nazi? Lihat mereka. Ini orang Ukraina. Sederhana saja."
Veteran itu naik kereta api ke Polandia bersama keluarganya dan berharap bisa pergi lebih jauh ke barat, lebih jauh ke Uni Eropa. Seperti orang lain di sini, dia tidak tahu berapa lama pengungsiannya akan berlangsung.
Valentyna Malyshkina, 82 tahun, menuju ke arah yang sama dengan Volodymyr. Bedanya, dia sendirian. Dia berasal dari Kryvyi Rih di Ukraina tengah. Valentyna memiliki selembar kertas di tangannya, yang bertuliskan nomor telepon putrinya.
Dia mengaku tidak memiliki ponsel dan berharap bisa meminjam satu dari seorang sukarelawan ketika dia sampai di Polandia.
Ke mana tepatnya dia pergi? Dia juga tidak tahu. Apakah ada yang akan bertemu dengannya? Sekali lagi, dia tidak tahu apakah ada orang yang menunggunya di Polandia. Tapi sejauh ini para relawan itu baik hati. Mereka memberinya makanan.
Ketika tekanan darahnya naik dan dia merasa ingin pingsan, para relawan memberinya tablet untuk meredakan gejala pusing. Ada juga yang mengambilkan kursi untuknya.
Setiap kali antrean bergerak, seseorang membantunya untuk berdiri dan maju.
"Saya tidak tahu apa-apa. Saya akan pergi dan hanya itu," katanya. "Saya berharap ada orang baik. Itu saja. Saya yakin saya tidak akan ditinggalkan."
Saya berpikir sejenak. Dia begitu berani, mengandalkan rasa percayanya pada kebaikan orang asing.
Namun, semua yang saya lihat di stasiun Lviv, dan semua yang saya dengar tentang bagaimana para lansia diterima di Polandia, menunjukkan bahwa Valentyna benar.
Akan ada sambutan dan kenyamanan bagi perempuan tua itu saat dia pindah ke tempat yang tidak dikenal sepanjang hidupnya.
Berita Terkait
-
Peringatan 1 Tahun Invasi Rusia ke Ukraina, Ini 3 Pembelajaran yang Bisa Dipetik
-
Lilin-lilin Kecil Untuk Para Korban Genosida Holodomor di Ukraina
-
Ukraina Mulai Evakuasi Penduduk dari Kherson Jelang Musim Dingin
-
PBB Sahkan Resolusi yang Perintahkan Rusia Bayar Ganti Rugi Perang ke Ukraina
-
Jokowi: Putin Diragukan Hadir di KTT G20 Bali Minggu Depan
Terpopuler
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Pemain Keturunan Rp 20,86 Miliar Hubungi Patrick Kluivert, Bersedia Bela Timnas Oktober Nanti
- Ameena Akhirnya Pindah Sekolah Gegara Aurel Hermanyah Dibentak Satpam
- Cara Edit Foto yang Lagi Viral: Ubah Fotomu Jadi Miniatur AI Keren Pakai Gemini
- Ramai Reshuffle Kabinet Prabowo, Anies Baswedan Bikin Heboh Curhat: Gak Kebagian...
Pilihan
-
Dugaan Korupsi BJB Ridwan Kamil: Lisa Mariana Ngaku Terima Duit, Sekalian Buat Modal Pilgup Jakarta?
-
Awas Boncos! 5 Trik Penipuan Online Ini Bikin Dompet Anak Muda Ludes Sekejap
-
Menkeu Purbaya Sebut Mulai Besok Dana Jumbo Rp200 Triliun Masuk ke Enam Bank
-
iPhone di Tangan, Cicilan di Pundak: Kenapa Gen Z Rela Ngutang Demi Gaya?
-
Purbaya Effect, Saham Bank RI Pestapora Hari Ini
Terkini
-
Kronologi Penumpang Wings Air Tuding Pramugari Kuras Emas dan Dollar di Pesawat
-
Detik-detik Penumpang 'Ngamuk', Tuding Pramugari Curi Emas & Dollar di Pesawat Wings Air
-
Ada Sinyal Rahasia? Gerak-Gerik Dua Pria di Belakang Charlie Kirk Disebut Mencurigakan
-
Prabowo Setuju Bentuk Komisi Reformasi Polisi dan Tim Investigasi Independen Demo Ricuh
-
Usai Diperiksa KPK, Deputi Gubernur BI Jelaskan Aturan Dana CSR
-
Emas & Ribuan Dollar Lenyap di Pesawat Wings Air Viral, Pramugari Dituduh Jadi Pelaku
-
CEK FAKTA: Isu DPR Sahkan UU Perampasan Aset Usai Demo Agustus 2025
-
7 Cara Melindungi Kulit dan Rambut dari Polusi Udara, Wajib Rutin Keramas?
-
Rehat dari Sorotan, Raffi Ahmad Setia Dampingi Ibunda Amy Qanita Berobat di Singapura
-
Gerakan Muda Lawan Kriminalisasi Tuntut Prabowo Bebaskan Aktivis dan Hentikan Kekerasan Negara