Suara.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta Mahkamah Agung untuk menolak uji materiil terhadap Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi yang diajukan oleh Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat.
Anggota Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengatakan, Permendikbud PPKS sangat dibutuhkan untuk menciptakan ruang aman bagi civitas akademika di kampus.
"Setelah menelaah permohonan uji materiil ini, Komnas Perempuan berpendapat bahwa permohonan ini patut ditolak secara keseluruhan, sebagai penegasan kewajiban negara untuk menyediakan ruang aman dari kekerasan seksual, terutama di lingkungan pendidikan," kata Siti, Rabu (23/3/2022).
Terdapat tiga dasar pendapat Komnas Perempuan untuk merekomendasikan penolakan pada permohonan uji materiil tersebut di atas.
Pertama, LKAAM tidak memenuhi kriteria untuk mengajukan keberatan atas Permendikbudristek 30/2021 karena tidak mampu membuktikan kualifikasinya antara sebagai masyarakat hukum adat atau badan hukum publik, tidak memiliki kerugian hak warga negara, tidak memiliki hubungan sebab akibat antara kerugian dan obyek permohonan dan pembatalan obyek permohonan tidak akan menghentikan tindakan kekerasan seksual.
Kedua, Mendikbudristek Nadiem Makarim telah memenuhi Prosedur Formal Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yaitu Permendikbudristek 30/2021 diterbitkan sesuai kewenangan dan telah memenuhi proses menerima saran dan masukan baik secara lisan maupun tertulis dari kelompok masyarakat yang akan menjadi sasaran pemberlakuan obyek permohonan.
Ketiga, frasa “tanpa persetujuan korban” atau “tidak disetujui oleh korban” adalah untuk: (i) membedakan antara kekerasan dengan aktivitas seksual lainnya yang ditindaklanjuti oleh Tim Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual; (ii) mengenali siapa pelaku dan siapa korban, sehingga kemudian dapat ditentukan pemberian layanan pemulihan dan sanksi dari aktivitas seksual yang dimaksud; (iii) mendidik civitas akademika, khususnya peserta didik perempuan, untuk menolak permintaan seksual berkaitan dengan relasi kuasa yang ada di lingkungan Pendidikan, dan (iv) mendidik civitas akademika bahwa terdapat aktivitas-aktivitas dalam relasi kuasa yang tidak disukai, tidak diinginkan, menyerang atau tidak disetujui seseorang sehingga seharusnya relasi yang terbangun adalah relasi dengan budaya penghormatan terhadap tubuh dan seksualitas setiap orang; (v) sejalan dengan prinsip dan norma HAM internasional sebagaimana dimandatkan PBB yang menekankan “persetujuan korban” sebagai inti dari kekerasan seksual berbasis gender.
Frasa “tanpa persetujuan korban” atau “tidak disetujui oleh korban” ini ditemukan pada Pasal 5 Ayat 2 huruf b, f, g, h, j, l dan m yang memuat frasa yang ditafsirkan Pemohon sebagai pintu membuka terjadinya perzinahan di lingkungan perguruan tinggi.
"Komnas Perempuan berpendapat bahwa tafsir ini menunjukkan ketidakpahaman pada persoalan kekerasan seksual juga keliru karena ditafsirkan terbalik (a contrario)," jelasnya.
Baca Juga: Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo Soroti Kasus Hukum Korban Perempuan dan Anak
Komnas Perempuan juga merekomendasikan pembaruan mekanisme uji materiil peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang di Mahkamah Agung (MA) untuk mendengar para pihak yang berkepentingan, termasuk warga perempuan yang memiliki pengalaman khas dan kepentingan berbeda dibandingkan laki-laki atas keberadaan dan penerapan norma hukum, agar putusan uji materiil di MA berkontribusi terhadap penghapusan kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan.
Berita Terkait
-
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo Soroti Kasus Hukum Korban Perempuan dan Anak
-
Gegara Ceramah Soal KDRT, Komnas Perempuan Sebut Oki Setiana Dewi Tak Punya Rasa Empati
-
Kapolri Klaim Serius Tangani Kasus Tindak Pidana dengan Korban Perempuan dan Anak
-
Komnas Perempuan soal Ceramah Oki Setiana Dewi: Kekerasan Tak Dibenarkan dalam Islam
-
Komnas Perempuan Kritik Ceramah Oki Setiana Dewi Tutupi KDRT demi Aib: Bukan Diam, Lapor Keluarga
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 5 Pilihan HP Snapdragon Murah RAM Besar, Harga Mulai Rp 1 Jutaan
Pilihan
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
Terkini
-
Bupati Jember: Mulai 2026 setiap triwulan OPD dievaluasi bersama DPRD
-
Bobby Nasution Tak Kunjung Diperiksa, Penyidik KPK Rossa Purbo Bekti Dilaporkan ke Dewas KPK
-
Kasus Tudingan Ijazah Palsu Arsul Sani Masuk Babak Baru, Kini Ada Aduan Masuk ke MKD DPR RI
-
Menpar Kena 'Sentil' Komisi VII DPR, Proyek Lift Kaca di Pantai Kelingking Turut Disinggung
-
Waspada Game Online Terafiliasi Judol Ancam Generasi Muda, Aparat Didesak Bertindak Tegas
-
'Nanti Diedit-edit!' Arsul Sani Pamer Ijazah S3 Asli, Tapi Takut Difoto Wartawan
-
Seribu Keluarga Lulus Jadi PKH, Gubernur Ahmad Luthfi Dorong Kemandirian Warga
-
Apresiasi Kejujuran, KPK Undang 6 Siswa SD Penemu Ponsel untuk Podcast Antikorupsi
-
Dituduh Pakai Ijazah Palsu, Hakim MK Arsul Sani Buka Suara: Nanti Diedit-edit, Saya Pusing
-
Dituduh Palsu, Hakim MK Arsul Sani Pamerkan Ijazah Berikut Transkrip Nilainya: Ini yang Asli!