Suara.com - Pemerintah dan DPR diminta untuk mengatur tindak pelecehan seksual fisik dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) merujuk pada Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Hal itu diminta agar nantinya tidak menimbulkan celah transaksional dalam penggunaan pasal.
Demikian hal itu disampaikan oleh peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati dalam diskusi daring, Rabu (25/5/2022) hari ini.
Dalam paparanya, dia berpendapat perlu ada jaminan sinkronisasi pengaturan lebih lanjut terkait tindakan pelecehan seksual fisik dengan eksploitasi seksual dalam RKUHP.
Maidina berpendapat, kedua unsur tersebut menjadi tumpang tindih. Sebab, ancaman pidananya berbeda meski perbuatannya sama.
Soal pelecehan seksual fisik misalnya, Maidina menyebut hal itu terbagi menjadi tiga. Pertama adalah perendahan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitasnya.
Kedua, menempatkan seseorang di bawah kekuasaan baik secara hukum di dalam maupun di luar pernikahan. Ketiga adalah penyalahgunaan kedudukan dan menggerakkan orang lain untuk melakukan persetubuhan atau cabul.
"Ini sebenarnya salah satu yang kita kritisi bersama, terkait bagaimana nantinya implementasi oleh Aparat Penegak Hukum (APH) dan keterkaitannya dengan RKUHP ke depan," kata Maidina.
Maidina kemudian mencontohkan tumpang tindih tersebut dalam Pasal 6 Huruf a UU TPKS. Dijelaskan bahwa tindakan pelecehan seksual fisik merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang dengan maksud merendahkan harkat dan martabat berdasarkan seksualitasnya.
Meski demikian, dalam pasal yang sama juga mengatur bahwa tindakan pelecehan seksual fisik yang dimaksud tidak termasuk dalam ketentuan pidana lainnya. Jika ditinjau dari segi tindakan, dia menilai hal tersebut mempunyai dimensi yang sama dengan perbuatan cabul yang diatur dalam RKUHP.
"Nah ini perlu ditegaskan apakah ini maksudnya untuk memisahkan Pasal 6 huruf a UU TPKS dengan ketentuan perbuatan cabul di RKUHP atau tidak," jelas dia.
Atas hal itu, ICJR berharap RKUHP yang akan disahkan dalam waktu dekat dapat mengatur atau menentukan gradasi yang tepat untuk pelecehan fisik, pencabulan dan perkosaan.
"Tapi juga dalam bentuk lainnya yang selama ini diklasifikasikan sebagai perbuatan cabul," beber dia.
Maidina juga berpendapat agar pengaturan hal tersebut dinilai sangat perlu. Pasalnya, hal itu dapat memberikan kepastian hukum bagi korban kekerasan seksual.
"Bagaimana kita bisa membedakan pelecehan seksual fisik dengan pencabulan karena masing-masing dari keduanya memuat ketentuan ancaman pidana yang berbeda. Ini yang akhitnya ditakutkan menyebabkan celah transaksional untuk penggunaan pasal-pasal apakah KUHP atau UU TPKS."
Berita Terkait
-
Mahasiswa di UNY Lakukan Dugaan Pelecehan Seksual hingga Dipecat dari Kepengurusan, Begini Kronologinya
-
Usulkan Perkosaan Sebagai Tindak Pidana Atas Tubuh, Komnas Perempuan: Mempermudah Proses Hukum
-
Dorong Perlindungan Korban Kasus Aborsi di RKUHP, Komnas Perempuan Ungkit Fenomena Janji Dinikahi Pacar
-
ICJR Minta Agar Pemaksaan Aborsi Masuk Kategori Kekerasan Seksual Dalam RKUHP
-
Siapa Yeremia Rambitan? Atlet Bulu Tangkis yang Diduga Lecehkan Volunteer SEA Games 2021
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
Terkini
-
Stop Tahan Ijazah! Ombudsman Paksa Sekolah di Sumbar Serahkan 3.327 Ijazah Siswa
-
10 Gedung di Jakarta Kena SP1 Buntut Kebakaran Maut Terra Drone, Lokasinya Dirahasiakan
-
Misteri OTT KPK Kalsel: Sejumlah Orang Masih 'Dikunci' di Polres, Isu Jaksa Terseret Menguat
-
Ruang Kerja Bupati Disegel, Ini 5 Fakta Terkini OTT KPK di Bekasi yang Gegerkan Publik
-
KPK Benarkan OTT di Kalimantan Selatan, Enam Orang Langsung Diangkut
-
Mendagri Tito Dampingi Presiden Tinjau Sejumlah Titik Wilayah Terdampak Bencana di Sumbar
-
Pramono Anung: 10 Gedung di Jakarta Tidak Memenuhi Syarat Keamanan
-
Ditantang Megawati Sumbang Rp2 Miliar untuk Korban Banjir Sumatra, Pramono Anung: Samina wa Athona
-
OTT Bekasi, KPK Amankan 10 Orang dan Segel Ruang Bupati
-
OTT KPK: Ruang Kerja Bupati Bekasi Disegel, Penyelidikan Masih Berlangsung