Suara.com - Beberapa waktu lalu Kedutaan Besar atau Kedubes Inggris di Jakarta mengunggah foto bendera pelangi yang berkibar di samping bendera Inggris Raya di halaman kedutaan.
Bendera pelangi diyakini secara luas sebagai simbol dukungan terhadap kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender, serta minoritas gender dan seksual lainnya (LGBT+).
Keterangan yang tertulis pada unggahan tersebut juga jelas memperlihatkan keberpihakan Kedubes Inggris terhadap hak-hak LGBT+. Mereka juga mendorong semua negara di dunia untuk menghentikan diskriminasi terhadap LGBT+.
Unggahan di akun Instagram resmi Kedubes Inggris tersebut sontak menuai kontroversi warganet di media sosial. Kolom komentar unggahan foto itu kemudian didominasi oleh kecaman dari masyarakat Indonesia. Banyak yang memintanya untuk dihapus, bahkan banyak yang menyatakan akan berhenti mengikuti akun tersebut.
Di Indonesia, ekspresi dukungan terhadap kelompok LGBT+ maupun minoritas gender lain masih dianggap tabu. Biasanya, ekspresi semacam ini juga cenderung mengundang kecaman dari masyarakat.
Sebaliknya, pemerintah Inggris cenderung lebih menerima eksistensi kelompok LGBT+. Sikap tersebut tentu saja berhak mereka tunjukan di wilayah kedaulatannya.
Namun demikian, kecaman dan protes atas keputusan Kedubes Inggris untuk mengibarkan bendera pelangi di area kedutaan menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memahami bagaimana sebenarnya aturan hukum internasional tentang hukum yang berlaku pada lingkup wilayah gedung misi diplomatik, seperti gedung kedutaan sebuah negara di wilayah negara penerima.
Yurisdiksi ekstrateritorialitas
Keberlakuan hukum dan penegakan hukum oleh suatu negara melalui alat-alat kekuasaan negara dilandaskan pada suatu yurisdiksi. Ini berarti meliputi kekuasaan untuk membentuk, memberlakukan, dan menegakkan hukum di suatu wilayah.
Baca Juga: Pengibaran Bendera LGBT di Kedubes Inggris di Jakarta, Pemerintah RI Kecewa
Pada dasarnya, yurisdiksi itu terbatas dalam wilayah teritorial suatu negara, di mana negara tersebut memiliki kekuasaan sepenuhnya untuk melaksanakan aturan dan penegakan hukum terhadap warga negaranya. Kekuasaan tersebut tidak bisa dilaksanakan di wilayah negara lain.
Namun, pada gedung misi diplomatik seperti gedung kedutaan, diberlakukan yurisdiksi ekstrateritorialitas, yakni hak dan wewenang suatu negara untuk memberlakukan hukum negaranya di wilayah negara lain.
Hal ini karena, berdasarkan teori ekstrateritorialitas, para pejabat diplomatik dan gedung misi diplomatik di negara penerima atau penempatan, dianggap seolah-olah tidak meninggalkan wilayah negara asal.
Adanya ketentuan tersebut menunjukkan bahwa di area gedung kantor perwakilan diplomatik dari suatu negara pengirim, berlaku hukum negara asalnya, bukan negara lokasi gedungnya.
Kondisi ini dapat juga disebut sebagai perluasan wilayah kekuasaan hukum suatu negara di luar wilayah negara tersebut.
Dalam ilmu hukum, kondisi seperti ini dikenal sebagai suatu bentuk fiksi hukum, yakni suatu kondisi rekaan yang oleh hukum diterima atau diberlakukan sebagai suatu kondisi nyata.
Berita Terkait
-
Telkom Tegaskan Peran Strategis dalam Menghadirkan Kedaulatan Digital yang Berkelanjutan
-
Luhut Ikut Bangun Bandara IMIP: Itu Fasilitas untuk Investor Nikel China, Bukan Ancaman Kedaulatan
-
Indonesia Telanjang Digital di Depan Cina: Kalau Mereka Matikan Internet Hari Ini, Selesai Kita
-
Usung Make Indonesia Great Again, Partai Kedaulatan Rakyat Konsolidasi Menuju Pemilu 2029
-
Politik Pangan Nasional, SPI Ungkap Dugaan Pelemahan Bapanas Demi Impor
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 4 Rekomendasi Cushion dengan Hasil Akhir Dewy, Diperkaya Skincare Infused
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Daftar Promo Alfamart Akhir Tahun 2025, Banyak yang Beli 2 Gratis 1
Pilihan
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
Terkini
-
Malam Tahun Baru 2026 Jalur Puncak Berlaku Car Free Night, Cek Jadwal Penyekatannya di Sini
-
Rilis Akhir Tahun 2025 Polda Riau: Kejahatan Anjlok, Perang Lawan Perusak Lingkungan Makin Sengit
-
Rekaman Tengah Malam Viral, Bongkar Aktivitas Truk Kayu di Jalan Lintas Medan-Banda Aceh
-
'Beda Luar Biasa', Kuasa Hukum Roy Suryo Bongkar Detail Foto Jokowi di Ijazah SMA Vs Sarjana
-
Kadinsos Samosir Jadi Tersangka Korupsi Bantuan Korban Banjir Bandang, Rugikan Negara Rp 516 Juta!
-
Bakal Demo Dua Hari Berturut-turut di Istana, Buruh Sorot Kebijakan Pramono dan KDM soal UMP 2026
-
Arus Balik Natal 2025: Volume Kendaraan Melonjak, Contraflow Tol Jakarta-Cikampek Mulai Diterapkan!
-
18 Ribu Jiwa Terdampak Banjir Banjar, 14 Kecamatan Terendam di Penghujung Tahun
-
UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,7 Juta Diprotes, Rano Karno: Kalau Buruh Mau Demo, Itu Hak Mereka
-
Eks Pimpinan KPK 'Semprot' Keputusan SP3 Kasus Korupsi Tambang Rp2,7 Triliun: Sangat Aneh!