Suara.com - Meski warga Australia saat ini merasakan tekanan akibat inflasi, tapi kondisinya tidak seburuk yang terjadi pada sejumlah negara lain, yang mengalami lonjakan harga barang secara besar-besaran.
Menurut Biro Statistik Australia (ABS), laju inflasi negara ini berada tepat di atas 5 persen.
Sebagai perbandingan, Turki kini menghadapi laju inflasi tertinggi di dunia, sekitar 54 persen.
Pengamat keuangan Profesor Fariborz Moshirian dari University of New South Wales menjelaskan, negara-negara Eropa saat ini memiliki laju inflasi pada kisaran 5 hingga 7,5 persen.
Sementara untuk negara seperti Sri Lanka, laju inflasi sudah hampir 55 persen, sehingga memicu kerusuhan sosial politik akibat kelangkaan bahan makanan dan bahan bakar.
Profesor Moshirian menambahkan, Brasil dan Argentina mencatat laju inflasi pada kisaran 10 hingga 15 persen, sementara Rusia antara 10 dan 14 persen.
"Ada sejumlah negara di mana kita tidak perlu memiliki data akurat tentang laju inflasi, tapi di situlah kita perlu lebih peduli, seperti negara-negara di Afrika," ujarnya kepada ABC News
Dia mengatakan meski laju inflasi di Eropa pada umumnya tidak begitu tinggi, namun Yunani dan Italia terbilang tinggi masing-masing sebesar 12 persen dan sekitar 7 persen.
"
Baca Juga: Wakil PM Australia Minta Buang Sepatu Sepulang dari Bali, Ini Tanggapan Bandara Ngurah Rai
"Negara-negara Skandinavia telah berhasil mempertahankan laju inflasi mereka pada kisaran 2,5 dan 5 persen," katanya.
"
Negara berkembang paling terpukul
Profesor Moshirian mengatakan warga di negara-negara dengan pendapatan rendah akan merasakan dampak paling buruk dari inflasi global.
"Jika seseorang hanya memiliki A$200 (sekitar Rp2 juta) uang belanja per minggu dan semuanya habis untuk makanan dan kebutuhan pokok saja, jika harga naik 10 atau 20 persen, maka kemampuan belanjanya berkurang A$10 atau A$20," jelasnya.
"Sedangkan jika saya punya A$2.000 (sekitar Rp20 juta) per minggu untuk makanan dan kebutuhan pokok, maka kenaikan sebesar A$200 tidak akan berpengaruh seburuk yang dialami orang dengan kemapuan belanja A$200," katanya.
Profesor Moshirian memperingatkan kenaikan laju inflasi akan memiliki dampak langsung di luar sektor ekonomi.
Menurut dia, inflasi akan berdampak pada keluarga, menambah beban dan memengaruhi kesehatan fisik dan mental masyarakat. Misalnya ketika orang tua tidak dapat memastikan makanan yang cukup untuk keluarganya.
Ia menyebut guncangan eksternal akibat terganggunya rantai pasokan dan perang di Ukraina, yang menyebabkan harga naik dengan cepat.
"Sangat disayangkan karena Bank Sentral menaikkan suku bunga terlalu cepat dan terlalu tinggi," kata Profesor Moshirian.
"Jadi ini sebagai reaksi terhadap guncangan eksternal dari terganggunya rantai pasokan makanan, yang terjadi di seluruh dunia terutama untuk negara-negara miskin," paparnya.
Kondisi seperti ini, katanya, bisa menyebabkan terjadinya resesi ekonomi.
"Jika Bank Sentral tidak bisa mengatasinya, mereka pada dasarnya mengharapkan resesi akan memperlambat perekonomian," kata Profesor Moshirian.
Pengamat kebijakan publik, Yixiao Zhou dari Australian National University setuju bahwa negara-negara berkembang akan paling terpukul oleh inflasi, merujuk Sri Lanka sebagai contoh.
"Perekonomian mereka lebih terpukul dari laju inflasi saat ini," katanya. "Itu menyebabkan krisis keuangan."
Dampaknya, nilai tukar mata uang Sri Lanka memburuk dan mengalami masalah pembayaran utang luar negeri.
Namun menurut Profesor Moshirian, ada negara yang mengalami inflasi sangat tinggi karena keputusan politik yang pemerintah, seperti terjadi di Turki.
Pemerintah Turki, katanya, ingin terus menjaga agar suku bunga tetap rendah.
"Tapi ketika mereka mempertahankan suku bunga rendah dan harga terus naik, maka nilai tukar mata uang mereka anjlok, berkontribusi pada laju inflasi karena harga barang impor menjadi lebih mahal," jelasnya.
Ia menyebut intervensi pemerintah seperti ini tidak menguntungkan dan seharusnya tidak perlu terjadi.
Negara mana yang lebih baik?
Menurut Profesor Moshirian, negara-negara maju dengan Bank Sentral yang lebih berhati-hati bernasib terbaik.
"Negara mana yang lebih baik itu tergantung pada Bank Sentral yang mengambil keputusan sangat selaras dengan realitas ekonomi yang sebenarnya," katanya.
Dia menyebut Australia, Eropa, Jepang dan Kanada sebagai contoh.
Tapi Profesor Moshirian memperingatkan kondisi ini tergantung pada perkembangan selama enam hingga dua belas bilan ke depan.
Sementara Dr Zhou mengatakan sulit untuk mengidentifikasi negara mana yang lebih baik dalam menghadapi dampak inflasi, tapi dia menyebut Jepang dan China tidak terdampak separah negara lain.
"
"Kondisi makroekonomi China cukup berbeda dengan negara lain," katanya. "Saat ini negara itu tidak memiliki tekanan inflasi."
"
Dr Zhou mengatakan situasi Australia umum terjadi di negara-negara maju, seperti AS, Korea Selatan, Jerman, dan negara Eropa lainnya.
Profesor Moshirian juga menyebut Kanada memiliki kondisi yang mirip dengan Australia.
"Kanada memiliki masalah yang sama seperti kita, yaitu masalah rantai pasokan, harga minyak yang memberi tekanan pada laju inflasi," katanya.
Bank Sentral di negara-negara ini, katanya, harus bertindak dan mengimbanginya menaikkan suku bunga.
"Semua Bank Sentral di negara Barat menaikkan suku bunganya. Kita belum tahu seberapa baik tindakan itu sampai beberapa bulan ke depan," paparnya.
Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News.
Berita Terkait
-
Tinjau Langsung Kondisi Terdampak Bencana, Prabowo Bertolak ke Sumatra Pagi Ini
-
Finishing Persib saat Bantai Madura United Bikin Semringah Bojan Hodak
-
Prediksi Gaya Main Timnas Indonesia di Bawah John Herman
-
Belum Bertanding, Media Internasional Sorot Kemewahan Timnas Indonesia Terkuat di SEA Games 2025
-
Gie, Andi Munajat, dan Relevansi Aktivisme Mahasiswa Hari Ini
Terpopuler
- 8 Sepatu Skechers Diskon hingga 50% di Sports Station, Mulai Rp300 Ribuan!
- Cek Fakta: Jokowi Resmikan Bandara IMIP Morowali?
- Ramalan Shio Besok 29 November 2025, Siapa yang Paling Hoki di Akhir Pekan?
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70 Persen di Foot Locker
- 3 Rekomendasi Sepatu Lari Hoka Terbaik Diskon 70 Persen di Foot Locker
Pilihan
-
Penjarahan Beras di Gudang Bulog Sumut, Ini Alasan Mengejutkan dari Pengamat
-
Kids Dash BSB Night Run 2025 Jadi Ruang Ramah untuk Semua Anak: Kisah Zeeshan Bikin Terharu
-
Profil John Herdman, Pesaing Van Bronckhorst, Calon Pelatih Timnas Indonesia
-
Info A1! Orang Dekat Giovanni van Bronckhorst Bongkar Rumor Latih Timnas Indonesia
-
4 HP Snapdragon Paling Murah, Cocok untuk Daily Driver Terbaik Harga mulai Rp 2 Jutaan
Terkini
-
PBB Sebut Jakarta Kota Terpadat Dunia, Rano Karno Curiga Ada Jebakan Aglomerasi?
-
Kirim Bantuan Skala Besar untuk Korban Bencana Sumatra, Pemprov DKI Pakai KRI dan Helikopter
-
Peringatan Dini BMKG: Mayoritas Kota Diguyur Hujan, Waspada Cuaca Ekstrem
-
Tinjau Langsung Kondisi Terdampak Bencana, Prabowo Bertolak ke Sumatra Pagi Ini
-
Tragedi Sumatra: 442 Orang Tewas, 402 Hilang dalam Banjir dan Longsor Terkini
-
Korban Jiwa Bencana di Agam Tembus 120 Orang, Puluhan Lainnya Masih Hilang
-
Sadis! Komplotan Perampok di Tangsel Keroyok Korban, Disekap di Mobil Sambil Dipaksa Cari Orang
-
AHY Pimpin Penyelamatan Korban Banjir Sumatra, Ungkap Penyebabnya Topan Tropis Langka
-
PBNU Makin Panas, Wasekjen Sebut Pemecatan Gus Yahya Cacat Prosedur: Audit Belum Selesai
-
Tangis Ira Puspadewi Kenang Gelapnya Kamar Penjara: Dihindari Teman, Cuma Bisa Ngobrol Sama Tuhan