Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan atas uji materi UU Narkotika di antaranya berkaitan dengan penggunaan ganja medis untuk kesehatan pada Rabu (20/7/2022).
Dalam sidang putusan, Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan yakni menolak uji materi UU Narkotika yang diajukan Dwi Pertiwi DKK.
"Menyatakan permohonan pemohon V dan Pemohon VI tidak dapat diterima. Menolak Permohonan para pemohon untuk seluruh," ujar Anwar saat membacakan putusan yang disiarkan dari Youtube MK, Rabu (20/7/2022).
Anwar menjelaskan MK telah memeriksa dengan seksama permohonan para pemohon, keterangan DPR, keterangan Presiden, keterangan ahli dan saksi para pemohon serta ahli Presiden, bukti-bukti surat atau tulisan yang diajukan oleh para pemohon dan kesimpulan Presiden sebagaimana termuat pada bagian duduk perkara.
Kemudian Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh menjelaskan kalau MK menimbang bahwa berkaitan dengan isu-isu konstitusionalitas yang dipersoalkan oleh para pemohon, pada esensinya adalah berkenaan dengan inkonstitusionalitas penjelasan Pasal 6 ayat 1 huruf a Pasal 8 Ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2009.
Ia menjelaskan dalam penjelasan umum UU 35 Tahun 2009 juga ditegaskan, narkotika jenis tertentu merupakan zat atau obat yang bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan, dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi bangsa.
Terlebih, terhadap narkotika jenis tertentu lainnya yang oleh undang-undang benar-benar masih dilarang penggunaannya, selain apa yang secara tegas diperbolehkan. Seperti halnya jenis zat narkotika Golongan I, yang hanya diperbolehkan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
"Hal tersebut akan merugikan jika pembatasan tersebut justru ada penyalahgunaan peredaran narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan berbangsa," kata Daniel dalam persidangan.
MK menilai setiap jenis narkotika memiliki dampak yang berbeda-beda khususnya dalam hal tingkat ketergantungannya. Maka di dalam menentukan jenis-jenis narkotika yang ditetapkan ke dalam suatu jenis golongan narkotika tertentu, dibutuhkan metode ilmiah yang sangat ketat.
Baca Juga: tiket.com Luncurkan Buku Saku Digital, Bisa Jalan-Jalan Nyaman Tanpa Pemandu Wisata
Dengan demikian kata Daniel, terkait dengan adanya keinginan untuk menggeser atau mengubah pemanfaatan jenis narkotika dari golongan yang satu ke dalam golongan yang lain, maka hal tersebut juga tidak dapat secara sederhana dilakukan.
Karena itu MK menilai untuk melakukan perubahan, dibutuhkan kebijakan yang sangat komprehensif dan mendalam melalui tahapan penting dengan enelitian dan pengkajian ilmiah.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Suhartoyo memaparkan, berkaitan dengan jenis narkotika Golongan I telah ditegaskan dalam penjelasan Pasal 6 ayat 1 huruf a undang-undang 35 tahun 2009.
Di pasal tersebut disebutkan narkotika Golongan I hanya dapat dipergunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Selain itu, narkotika Golongan I juga jenis narkotika yang mempunyai dampak paling serius dibandingkan dengan jenis narkotika golongan lainnya.
Karena itu, dari pembatasan imperatif, dapat dipahami bahwa golongan narkotika Golongan I adalah jenis narkotika yang mempunyai dampak paling serius dibandingkan dengan jenis narkotika golongan lainnya.
"Bahwa berkaitan dengan pemanfaatan jenis narkotika Golongan I untuk pelayanan kesehatan dan atau terapi sebagaimana yang dimohonkan oleh para pemohon hal tersebut, sama halnya dengan keinginan untuk mengubah pemanfaatan jenis narkotika Golongan I yang secara imperatif hanya diperbolehkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan," kata Suhartoyo.
Berita Terkait
-
Gugatan Uji Materi Aturan Ganja Medis Ditolak MK
-
TOK! MK Tolak Legalisasi Ganja Medis Untuk Kesehatan, Ini Alasannya
-
Resmi! MK Tolak Permohonan Ganja Medis untuk Kesehatan
-
Tok! MK Tolak Gugatan Uji Materi Aturan Ganja Medis
-
Soal Produk Ganja Medis, Malaysia Siap Daftarkan Obat Mengandung CBD Tahun Depan
Terpopuler
- KPK: Perusahaan Biro Travel Jual 20.000 Kuota Haji Tambahan, Duit Mengalir Sampai...
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
Pilihan
-
Media Lokal: AS Trencin Dapat Berlian, Marselino Ferdinan Bikin Eksposur Liga Slovakia Meledak
-
Rieke Diah Pitaloka Bela Uya Kuya dan Eko Patrio: 'Konyol Sih, tapi Mereka Tulus!'
-
Dari Anak Ajaib Jadi Pesakitan: Ironi Perjalanan Karier Nadiem Makarim Sebelum Terjerat Korupsi
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
Terkini
-
Sejarah Panjang Gudang Garam yang Kini Dihantam Isu PHK Massal Pekerja
-
Pengamat Intelijen: Kinerja Listyo Sigit Bagus tapi Tetap Harus Diganti, Ini Alasannya
-
Terungkap! Rontgen Gigi Hingga Tato Bantu Identifikasi WNA Korban Helikopter Kalsel
-
Misteri Dosen UPI Hilang Terpecahkan: Ditemukan di Lembang dengan Kondisi Memprihatinkan
-
Dugaan Badai PHK Gudang Garam, Benarkah Tanda-tanda Keruntuhan Industri Kretek?
-
Israel Bunuh 15 Jurnalis Palestina Sepanjang Agustus 2025, PJS Ungkap Deretan Pelanggaran Berat
-
Mengenal Tuntutan 17+8 yang Sukses Bikin DPR Pangkas Fasilitas Mewah
-
IPI: Desakan Pencopotan Kapolri Tak Relevan, Prabowo Butuh Listyo Sigit Jaga Stabilitas
-
Arie Total Politik Jengkel Lihat Ulah Jerome Polin saat Demo: Jangan Nyari Heroiknya Doang!
-
Sekarang 'Cuma' Dapat Rp65,5 Juta Per Bulan, Berapa Perbandingan Gaji DPR yang Dulu?