Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap bentuk yang merendahkan harkat dan martabat manusia dalam kasus mutilasi yang melibatkan enam anggota TNI dan empat warga sipil di Mimika, Papua pada Senin 22 Agustus 2022.
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam mengungkapkan, temuan awal dari empat korban, dua di antaranya dihabisi nyawanya dengan ditembak. Sementara yang lain ditikam menggunakan senjata tajam.
"Ya kena tembak dua yang lain itu ditikam," kata Anam kepada wartawan di kantor Komnas HAM, Jakarta pada Selasa (20/9/2022) kemarin.
Beberapa waktu sebelum dilakukan mutilasi, ditemukan masih ada korban yang bernafas, untuk memastikan korban telah meninggal para pelaku menikamkan senjata.
"Ketika penikaman macam-macam itu dan jarak waktunya cukup panjang. Berjalan cukup panjang ada yang di mobil, katanya juga masih ada ruang nafasnya, masih hidup dan ditikam lagi. Itu merendahkan martabat, " kata Anam.
Kemudian perendahan harkat dan martabatnya para korban, tindakan mutilasi yang dilakukan para pelaku.
"Itu seluruh bagian tubuhnya yang pokok-pokok tangan, kepala dan lain-lain itu juga tindakan dalam banyak praktik disebut tindakan merendahkan martabat manusia," tegas Anam.
Hasil pemeriksaan terhadap para pelaku, mereka mengakui melakukan hal itu guna menghilangkan jejak. Mutilasi dilakukan dengan menggunakan parang.
Setelahnya, potongan jenazah dimasukkan ke dalam enam karung. Selanjutnya dibuang ke Sungai Kampung Pigapu, Distrik Iwaka, Timika. Agar karung jenazah korban terggelam para pelaku menggunakan batu sebagai pemberat.
Baca Juga: Satu Dari 6 Anggota TNI Pelaku Mutilasi Di Mimika Miliki Senjata Rakitan, Komnas HAM: Ini Aneh
Diduga Bukan Kali Pertama
Komnas HAM menduga para pelaku bukan kali pertama melakukan mutilasi. Hal itu berdasarkan pola kekerasan yang mereka lakukan.
"Berdasarkan pola kekerasan, penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan martabat serta keterangan saksi, diduga bahwa tindakan yang dilakukan para pelaku bukan yang pertama," ungkap Anam.
Anam menjelaskan tindakan mutilasi dengan korban lebih satu orang pada waktu bersamaan, menunjukkan karakter pelaku memiliki pengalaman melakukan tindakan yang serupa.
"Itu biasanya menunjukan karakter pelaku yang sudah punya pengalaman terhadap tindakan mutilasi sebelumnya," katanya.
Karenanya guna membuktikan hal tersebut, kepolisian didorong segera mengungkap komunikasi para pelaku di telepon genggamnya masing-masing.
Berita Terkait
-
Satu Dari 6 Anggota TNI Pelaku Mutilasi Di Mimika Miliki Senjata Rakitan, Komnas HAM: Ini Aneh
-
8 Tahun Berlalu, Pelanggaran HAM Berat Paniai Akhirnya Disidang Hari Ini, Begini Kata Komnas HAM
-
Hasil Pemeriksaan 6 Anggota TNI Pelaku Mutilasi, Komnas HAM: Mereka Tak Menunjukkan Mimik Bersalah dan Menyesal
-
Kasus Mutilasi Warga di Papua, Komnas HAM Temukan Dugaan Obstraction of Justice hingga Bagi-bagi Uang Antarpelaku
-
Komnas HAM Menduga Para Pelaku Mutilasi di Mimika Bukan Kali Pertama
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Digelar Terpisah, Korban Ilegal Akses Mirae Asset Protes Minta OJK Mediasi Ulang
-
Respons Ide 'Patungan Beli Hutan', DPR Sebut Itu 'Alarm' Bagi Pemerintah Supaya Evaluasi Kebijakan
-
Tinjau Lokasi Banjir Aceh, Menteri Ekraf Terima Keluhan Sanitasi Buruk yang 'Hantui' Pengungsi
-
Mensos Sebut Penggalang Donasi Tanpa Izin Terancam Sanksi Rp10 Ribu: Warisan UU Tahun 60-an
-
Komisi Reformasi Pertimbangkan Usulan Kapolri Dipilih Presiden Tanpa Persetujuan DPR
-
Ironi Hakordia, Silfester Matutina Si Manusia Kebal Hukum?
-
Mensos Sebut Donasi Bencana Boleh Disalurkan Dulu, Izin dan Laporan Menyusul
-
Usai dari Pakistan, Prabowo Lanjut Lawatan ke Moscow, Bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin
-
Tragedi Terra Drone: Kenapa 22 Karyawan Tewas? Mendagri Siapkan Solusi Aturan Baru
-
Solidaritas Nasional Menyala, Bantuan Kemanusiaan untuk Sumatra Tembus 500 Ton