Suara.com - Di media sosial, sering muncul sebuah video yang menggambarkan sebuah proyek pembangunan kota futuristik di Arab Saudi.
Video tersebut dimulai dengan kalimat yang cukup mengernyitkan dahi:
"Sudah sekian lama, manusia hidup di kota yang tidak berfungsi dengan baik, berpolusi, dan mengabaikan lingkungan."
"Kini, sebuah revolusi peradaban sedang terjadi."
Kemudian muncul gambar sebuah kota futuristik di padang pasir, dipenuhi gedung berteknologi tinggi.
"The Line: sebuah kota yang menciptakan keajaiban baru bagi dunia," ujar narator video tersebut.
Jika sering membuka media sosial, mungkin Anda pernah melihat video pendek berdurasi dua menit ini.
Potongan video ini sering muncul di platform seperti Twitter, Instagram dan Youtube. Tujuannya mempromosikan kota utopia yang rencananya akan dibangun di Arab Saudi bernama The Line.
Sejak diterbitkan di Twitter pada 26 Juli oleh Agen Press Saudi, video tersebut sudah ditonton 1,4 juta kali.
Baca Juga: Arab Saudi Beli Sepasang Kursi Astronaut SpaceX dari Axiom
Tapi apa itu The Line?
Diumumkan oleh Putra Mahkota Mohammed Bin Salman (yang dikenal sebagai MbS) akhir Juli lalu, konsep terbaru kota futuristik ini memiliki panjang 170 kilometer, berstruktur linear panjang setinggi 500 meter, dan dibungkus fasad kaca.
Di dalamnya, megalopolis, atau wilayah yang berpenduduk padat dan terpusat pada satu tempat tersebut menjanjikan "kualitas hidup tingkat dunia" bagi sembilan juta warganya.
Pembangunan kota tersebut tidak memproduksi karbon dan mengandalkan kecerdasan buatan 'artificial inteligence' (AI). Pembangunannya ditargetkan rampung pada 2045.
Megakota ini akan berlokasi di Neom, proyek pembangunan kota di Arab Saudi yang pertama kali diumumkan tahun 2017.
"Awalnya, [The Line] dirancang dengan struktur terpisah, tapi [sekarang dirancang menjadi] kota yang sangat kecil, sempit, dan panjang. [Ini] adalah ide mengacu pada arsitektur dan sejarah, tapi belum pernah dilakukan sebesar ini," kata Vivian Nereim.
Vivian adalah wartawan Bloomberg News dan koresponden Arab Saudi terlama media tersebut.
Awal tahun ini, ia baru menerbitkan tulisan tentang Neom.
"[Idenya] adalah untuk mengubah, membuat semakin besar, semakin unik, dan sekarang idenya adalah untuk membangun ... dua struktur paralel dan memiliki interior hijau di antaranya," kata Vivian.
"Dan mereka seharusnya menjadi bangunan terbesar yang pernah dibangun sepanjang sejarah ... fasad kaca yang terlihat seperti fatamorgana futuristik dalam padang pasir."
Siapa yang akan membiayainya?
Vivian mengatakan desain awal Neom muncul dari desainer produk Hollywood yang pernah mengerjakan proyek TV seperti Westworld dan film trilogi Batman garapan Christoper Nolan.
Biaya pembangunan megakota dengan desain ini diperkirakan akan mencapai biaya US$500 miliar.
Menurut Vivian jumlah ini masih terlalu tinggi bagi negara yang masih suka berhutang, meski pembangunan sudah mulai dan Arab Saudi memiliki "sumber daya yang cukup besar".
Di situlah muncul dorongan bagi investor untuk masuk.
"[Arab Saudi] berharap untuk menarik perhatian dana negara dan investor asing dan mereka akan melakukan penawaran umum perdana (IPO) Neom untuk membantu sisi keuangannya," katanya.
"Jadi saya pikir sisi keuangan akan menjadi tantangan tersulit."
Pembaharuan citra negara
Dr Jessie Moritz, dosen di Pusat Studi Arab dan Islam Universitas Nasional Australia, mengatakan kampanye media sosial bagi Neom dan The Line menjadi semacam proposal yang ditujukan bagi investor asing, sekaligus masyarakat global.
"Tentu saja, akan ada aktor Saudi juga di sana, tapi ada alasan mengapa videonya diiklankan besar-besaran secara internasional."
Tujuan lain dari promosi di media sosial menurut Dr Jessie antara lain adalah untuk pembaharuan citra negara.
"Arab Saudi sedang mencoba membaharui citra sebagai kota yang ekonomi dan sosialnya progresif, dibandingkan sebelum 2015. Bukan progresif secara politik, tapi ekonomi dan sosial," katanya.
Langkah ini penting bagi Arab Saudi, setelah munculnya tuduhan keterlibatan Pangeran Mahkota dalam pembunuhan wartawan Washington Post, Jamal Khashoggi.
Reputasi Arab Saudi kini rusak dengan segala tuduhan terkait hak asasi manusia atau bagaimana perempuan di negara tersebut diperlakukan.
Diproduksi oleh Natasya Salim dari laporan ABC News dalam bahasa Inggris
Tag
Berita Terkait
-
Arab Saudi Turun Salju, Sikap Warganya Tuai Sorotan
-
Bruno Fernandes Akui Sakit Hati dengan Sikap Manchester United, Kasih Isyarat Bisa Saja Hengkang
-
Gaji Rp15 M Per Pekan Ditolak Mentah-mentah, Bruno Fernandes Pilih Setia di MU
-
Putra Mahkota Arab Saudi Siapkan Tawaran Fantastis Rp195 T Akuisisi Raksasa Eropa
-
Proyek Kereta Cepat Arab Saudi-Qatar Siap Hubungkan Dua Ibu Kota
Terpopuler
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
- 7 Sepatu Murah Lokal Buat Jogging Mulai Rp100 Ribuan, Ada Pilihan Dokter Tirta
Pilihan
-
Indosat Gandeng Arsari dan Northstar Bangun FiberCo Independent, Dana Rp14,6 Triliun Dikucurkan!
-
Kredit Nganggur Tembus Rp2,509 Triliun, Ini Penyebabnya
-
Uang Beredar Tembus Rp9891,6 Triliun per November 2025, Ini Faktornya
-
Pertamina Patra Niaga Siapkan Operasional Jelang Merger dengan PIS dan KPI
-
Mengenang Sosok Ustaz Jazir ASP: Inspirasi di Balik Kejayaan Masjid Jogokariyan
Terkini
-
Bupati Bekasi dan Ayah Dicokok KPK, Tata Kelola Pemda Perlu Direformasi Total
-
Menteri Mukhtarudin Terima Jenazah PMI Korban Kebakaran di Hong Kong
-
KPK Ungkap Kepala Dinas Sengaja Hapus Jejak Korupsi Eks Bupati Bekasi
-
Bupati Bekasi di Tengah Pusaran Kasus Suap, Mengapa Harta Kekayaannya Janggal?
-
6 Fakta Tabrakan Bus Kru KRI Soeharso di Medan: 12 Personel Terluka
-
Pesan di Ponsel Dihapus, KPK Telusuri Jejak Komunikasi Bupati Bekasi
-
Rotasi 187 Perwira Tinggi TNI Akhir 2025, Kapuspen Hingga Pangkodau Berganti
-
KPK Geledah Rumah Bupati Bekasi dan Kantor Ayahnya
-
Kejari Bogor Musnahkan 5 Kilogram Keripik Pisang Bercampur Narkotika
-
Pemerintah Tunda Kenaikan Cukai Rokok 2026: Kebijakan Hati-Hati atau Keberpihakan ke Industri?