Suara.com - Polri sedang menyusun perangkat pimpinan Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) Banding untuk empat pelanggar yang memori bandingnya telah diterima oleh Sekretariat KKEP.
“Untuk memori banding empat pemohon sudah diterima, tapi lagi penyusunan hakim bandingnya,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (27/9/2022).
Keempat pelanggar yang mengajukan banding tersebut adalah mantan Kasubbagaudit Baggak Etika Rowabprof Divisi Propam Polri Kompol Chuck Putranto, mantan Kasubbag Riksa Baggaketika Rowaprof Divisi Propam Polri Kompol Baiquni Wibowo, mantan Kaden A Ropaminal Divisi Propam Polri Kombes Pol. Agus Nur Patria, dan mantan Wadirkrimum Polda Metro Jaya AKBP Jerry Raymond Siagian.
Keempatnya mengajukan banding atas putusan sidang etik yang menjatuhkan sanksi administrasi dipecat sebagai anggota Polri atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Menurut Dedi, pelaksanaan banding dapat dilakukan setelah Sekretariat KKEP menerima memori banding dari pelanggar. Setelah disusun perangkat hakim banding oleh Kapolri sebagaimana diatur dalam Pasal 71 Peraturan Polri (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.
“Apabila hakim banding sudah disusun, kemudian diajukan kepada pimpinan dan sudah disahkan baru bisa kami umumkan kapan pelaksanaan sidang bandingnya,” ujar Dedi.
Kompol Chuck Putranto telah menjalani sidang etik pada Kamis (1/9), Kompol Baiquni Wibowo disidang Jumat (2/9), kemudian Kombes Pol. Agus Nur Patri disidang etik pada Selasa (6/9) dan AKBP Jerry Raymond Siagian disidang etik Jumat (10/9) dengan putusan yang sama, yakni pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Ferdy Sambo yang lebih dulu disidang etik dan dijatuhi sanksi PTDH pun telah menggunakan haknya mengajukan banding atas putusan yang dijatuhkan pimpinan Sidang KKEP. Hak ini diatur dalam Pasal 69 Perpol Nomor 7 Tahun 2022 walau kemudian permohonan banding tersebut ditolak dan menguatkan putusan sidang etik sebelumnya.
Adapun keempat pelanggar tersebut terlibat dalam pelanggaran etik Polri tidak profesional dalam menjalankan tugas penanganan tempat kejadian perkara penembakan Brigadir J di Kompleks Polri Duren Tiga. Tiga di antaranya berstatus tersangka obstruction of justice, yaitu Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, dan Kombes Pol. Agus Nur Patria.
Baca Juga: Polri Pecat Ferdy Sambo, Sekum PP Muhammadiyah: Keputusan yang Sangat Tepat dan Adil
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mengatakan keempat pelanggar etik tersebut layak ditolak permohonan bandingnya mengingat pelanggaran yang dilakukan kategori berat.
Menurut Poengky, dalam memutus banding perlu dilihat pangkat dan jabatan para pelanggar. Untuk yang level tamtama, bintara, dan perwira pertama bisa dipahami jika mereka dalam posisi terjepit sehingga tidak mampu melawan perintah, apalagi jika perintah tersebut tidak dipatuhi dikhawatirkan akan membahayakan nyawa mereka.
"Tetapi jika yang diperintah itu perwira tinggi atau perwira menengah maka yang bersangkutan seharusnya dapat memberikan masukan jika proses yang dilakukan tidak sesuai dengan SOP dan aturan hukum," ujarnya.
Poengky mengatakan keempat pelanggar yang memohon banding tersebut sudah pernah mengikuti sekolah pimpinan (Sespim), sudah dibentuk jiwa kepemimpinannya, sehingga argumentasi mereka di bawah perintah dan korban tidak bisa dijadikan alasan.
"Perbuatan yang mereka lakukan berupa obstruction of justice sangat fatal, menjadikan proses lidik sidik kasus ini menyesatkan. Hal ini mencoreng nama baik institusi," kata Poengky. (Sumber: Antara)
Berita Terkait
-
Ahli Forensik Ungkap Ferdy Sambo Diduga Psikofat, Harus Mendapatkan Penjagaan Ketat
-
Alasan Logis LPSK Tak Terkecoh Skenario Kekerasan Seksual Istri Ferdy Sambo, Sebut Janggal Tak Ada Relasi Kuasa
-
LPSK: UU TPKS Dimanfaatkan Untuk Justifikasi Putri Chandrawathi Korban Pelecehan Seksual
-
LPSK Mencium Adanya Kejanggalan dari Keterangan Bharada E terkait Kasus Ferdy Sambo
-
Amnesty International: Polisi yang Terlibat Obstruction of Justice Kasus Ferdy Sambo Semestinya Diproses Pidana
Terpopuler
- 6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
- 5 Tablet Snapdragon Mulai Rp1 Jutaan, Cocok untuk Pekerja Kantoran
- 7 Rekomendasi Sepatu Jalan Kaki Terbaik Budget Pekerja yang Naik Kendaraan Umum
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
- Besok Bakal Hoki! Ini 6 Shio yang Dapat Keberuntungan pada 13 November 2025
Pilihan
-
Minta Restu Merger, GoTo dan Grab Tawarkan 'Saham Emas' ke Danantara
-
SoftBank Sutradara Merger Dua Musuh Bebuyutan GoTo dan Grab
-
Pertamina Bentuk Satgas Nataru Demi Pastikan Ketersediaan dan Pelayanan BBM
-
Jenderal TNI Muncul di Tengah Konflik Lahan Jusuf Kalla vs GMTD, Apa Perannya?
-
Geger Keraton Solo: Putra PB XIII Dinobatkan Mendadak Jadi PB XIV, Berujung Walkout dan Keributan
Terkini
-
Di Hadapan Prabowo, Raja Yordania Kutuk Ledakan di SMAN 72 Jakarta, Sebut Serangan Mengerikan
-
Usai Disanksi DKPP, Anggota KPU Curhat Soal Beredarnya Gambar AI Lagi Naik Private Jet
-
Dua Resep Kunci Masa Depan Media Lokal dari BMS 2025: Inovasi Bisnis dan Relevansi Konten
-
Soal Penentuan UMP Jakarta 2026, Pemprov DKI Tunggu Pedoman Kemnaker
-
20 Warga Masih Hilang, Pemprov Jateng Fokuskan Pencarian Korban Longsor Cilacap
-
Gagasan Green Democracy Ketua DPD RI Jadi Perhatian Delegasi Negara Asing di COP30 Brasil
-
Mensos Ungkap Alasan Rencana Digitalisasi Bansos: Kurangi Interaksi Manusia Agar Bantuan Tak Disunat
-
Terbongkar! Prostitusi Online WNA Uzbekistan di Jakbar, Pasang Tarif Fantastis Rp15 Juta
-
Rp500 T Subsidi Bansos Meleset, Gus Ipul Akui Hampir Separuh Penerima Bantuan Salah Sasaran
-
Dua Sahabat Satu Mobil Menuju Istana, Hormat Prabowo Bikin Senyum Raja Abdullah II