Suara.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mempertanyakan penangkapan oleh Polda Jawa Timur terhadap tiga petani Pakel, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Penangkapan itu dinilai janggal karena ketiganya dijadikan tersangka penyebaran berita bohong atau hoaks, di tengah upaya memperjuangkan lahan pertanian mereka yang diduga dirampas PT Bumi Sari.
Informasi yang dihimpun YLBHI, penangkapan tiga petani yang juga perangkat desa terjadi pada Jumat 3 Februari 2023 sekitar pukul 19.30 WIB. Penangkapan terjadi ketika mereka dalam perjalanan menghadiri rapat Asosiasi Kepala Desa Banyuwangi. Ketiga orang tersebut adalah Kepala Desa Pakel Mulyadi, Kepala Dusun Durenan Suwarno, dan Kepala Dusun Taman Glugoh Untung.
Ketua YLBHI Muhammad Isnur menyebut penangkapan tersebut merupakan upaya paksa yang dilakukan secara sewenang-wenang dan dan menyalahi prinsip fair trial.
"Sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) KUHAP jo. Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) huruf a UU No. 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik Jo. Pasal 27 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia," kata Isnur lewat keterangannya kepada Suara.com pada Senin (6/2/2023).
Hal itu disebut Isnur melanggar hak asasi manusia (HAM), yakni setiap orang untuk diperiksa secara adil dan terbuka, hak setiap orang untuk diberitahukan secara rinci dalam bahasa yang dapat dimengerti tentang sifat dan alasan tuduhan yang dikenakan kepadanya, hak warga negara untuk secara bebas bergerak, berpindah, dan bertempat tinggal.
"Jika peristiwa di atas dikatakan sebagai upaya penangkapan, maka proses penangkapan ini menyalahi prosedur penangkapan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) KUHAP. Di mana pelaksanaan penangkapan dengan memperlihatkan surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa," papar Isnur.
Saat ketiganya dijadikan tersangka, Isnur menyebut sudah menunjukkan tidak profesional Polda Jawa Timur. Sebab kasus yang penyebaran berita bohong yang disangkakan tidak jelas.
"Pertama, kasus tidak jelas, sebab warga dituduh menyebarkan berita bohong, tapi dalam surat pemanggilan tidak jelas berita bohong yang mana," ucap Isnur.
"Kedua, kasus ini terjadi di wilayah konflik agraria, seharusnya Polda Jatim belajar dari kasus sebelumnya untuk melakukan penanganan konflik agraria," imbuhnya.
Baca Juga: KontraS Kecam Penangkapan 3 Petani Pakel yang Bersengketa dengan PT Bumi Sari: Praktik Pembungkaman!
Kemudian, ketiga warga tersebut sedang mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Banyuwangi atas penetapannya sebagai tersangka. Praperadilan diajukan karena kasus yang disangkakan dinilai tidak jelas.
"Warga tengah berjuang di jalur legal melalui pra-peradilan untuk menggugat proses atau penanganan kasus yang tidak sesuai aturan dan etika. Tiba-tiba di tengah jalan mereka dihadang lalu diculik, lalu ditahan di Polda Jatim," tutur Isnur.
"Ini semakin menambah daftar hitam ketidakprofesionalan polisi, dari beberapa kasus besar yang dibiarkan menguap, tetapi kasus konflik yang melibatkan petani yang berkonflik dengan perusahaan ditangani dengan cepat dengan melanggar hukum dan hak asasi manusia," sambungnya.
Sengketa Lahan Petani Pakel
Mengutip dari laman Walhi Jatim, sengketa lahan petani Pakel disebut telah terjadi 100 tahun atau 1 abad. Lewat Akta 1929 tertanggal 11 Januari 1929 era pemerintahan kolonial Belanda, memberikan izin kepada warga Pakel untuk membuka lahan seluas 400 bahu.
"Namun, dalam perjalanannya, kawasan Akta 1929 tersebut dikuasai oleh Perhutani dan PT Bumi Sari saat Orde Baru berkuasa – yang terus berlangsung hingga saat ini," tulis Walhi Jatim dikutip Suara.com pada Senin (6/2/2023).
Berita Terkait
-
KontraS Kecam Penangkapan 3 Petani Pakel yang Bersengketa dengan PT Bumi Sari: Praktik Pembungkaman!
-
Meningkat Dibanding Tahun Lalu, KPA Sebut 212 Letusan Konflik Agraria Terjadi di 33 Provinsi Sepanjang 2022
-
YLBHI Tuding Presiden Jokowi Lakukan Kudeta Konstitusi, Ini Buktinya
-
Baru Diterbitkan Kemarin, YLBHI Bingung Dokumen Perppu Cipta Kerja Malah Gaib
-
Demi Manjakan Investor dan Pemodal, Jokowi Disebut Ugal-ugalan Bentuk Perppu Cipta Kerja
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- Bobibos Bikin Geger, Kapan Dijual dan Berapa Harga per Liter? Ini Jawabannya
- 6 Rekomendasi Cushion Lokal yang Awet untuk Pekerja Kantoran, Makeup Anti Luntur!
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
Pilihan
-
Fakta-fakta Gangguan MRT Kamis Pagi dan Update Penanganan Terkini
-
5 Mobil Bekas Pintu Geser Ramah Keluarga: Aman, Nyaman untuk Anak dan Lansia
-
5 Mobil Bekas di Bawah 100 Juta Muat hingga 9 Penumpang, Aman Bawa Barang
-
Pakai Bahasa Pesantren! BP BUMN Sindir Perusahaan Pelat Merah Rugi Terus: La Yamutu Wala Yahya
-
Curacao dan 10 Negara Terkecil yang Lolos ke Piala Dunia, Indonesia Jauh Tertinggal
Terkini
-
Tamparan Keras di KTT Iklim: Bos Besar Lingkungan Dunia Sindir Para Pemimpin Dunia!
-
Komdigi Kaji Rencana Verifikasi Usia via Kamera di Roblox, Soroti Risiko Privasi Data Anak
-
Detik-detik Pohon Raksasa Tumbang di Sisingamangaraja: Jalan Macet, Pengendara Panik Menghindar!
-
KPK Panggil 3 Kepala Distrik Terkait Kasus Korupsi Dana Operasional Papua
-
Pramono Ungkap Ada Orang Tidak Senang Ragunan Bersolek, Siapa?
-
Fakta-fakta Gangguan MRT Kamis Pagi dan Update Penanganan Terkini
-
Legislator PKB Beri Peringatan Keras ke Prabowo: Awas Jebakan Israel di Misi Pasukan Perdamaian Gaza
-
Pramono Ungkap Asal Usul Harimau Titipannya di Ragunan: Namanya Raja, Pakan Bayar Sendiri
-
Babak Akhir Perkara Korupsi ASDP, Pleidoi Ira Puspadewi Seret Nama Erick Thohir Jelang Sidang Vonis
-
Meski Anggap Sah-sah Saja TNI Bantu Ketahanan Pangan, Legislator PDIP Beri Catatan Kritis