Suara.com - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar alias Uceng menilai jarang ada partai politik (parpol) yang ingin menjadi oposisi di dalam pemerintahan. Penyebabnya tidak lain karena minimnya keuntungan elektoral ketika menjadi oposisi.
"Jarang ada partai mau oposisi karena mereka tidak mendapatkan keuntungan elektoral menjadi oposisi. Biasanya yang menjadi oposisi itu bakal miskin kan, enggak punya kekuasaan dan itu yang bikin males," kata Uceng ditemui di Fakultas Hukum UGM, Selasa (23/4/2024).
Uceng menilai sudah seharusnya ke depan dipikirkan bagaiman kemudian partai oposisi itu mendapatkan keuntungan elektoral. Masyarakat dalam hal ini bisa turut andil untuk menciptakan kondisi tersebut.
"Makanya saya termasuk yang mengatakan siapa yang mau oposisi pada pemerintahan harus kita pilih di pemilu berikutnya, harus kita pilih calonnya di Pilkada gitu dan menghukum partai-partai yang status quo gitu," ungkapnya.
"Supaya ada keuntungan elektoral, biasanya juga ada keuntungan finansial. Seharusnya jadi melindungi oposisi karena kalau tidak, orang enggak ada yang mau jadi oposisi dan begitu ditawarin kursi menteri belok semua," sambungnya.
Disampaikan Uceng, saat ini di dalam sistem politik Indonesia parpol berada dalam kondisi yang pragmatis. Oposisi dianggap menjadi pilihan berat akibat tak mendapat banyak keuntungan di sana.
"Nah itu yang mengesalkan dari politik kita, kalau oposisi mereka teriaknya kencang tapi begitu ditawarin kursi menteri melipir semua, publik yang didorong-dorong disuruh, maju menjadi oposisi, enak aja. Mereka mau dapat nangkanya tapi enggak mau kena getahnya ya," ucapnya.
"Menjadi oposisi itu kan kasihan di Indonesia itu, menjadi oposisi itu bakal miskin nggak dapat ini nggak dapat banyak hal, agak sulit. Harusnya kita mulai dorong untuk memberikan insentif elektoral kepada partai-partai yang mau menjadi oposisi," imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir menilai bahwa kubu oposisi di dalam pemerintahan Indonesia masih tetap dan akan selalu dibutuhkan. Prinsip check and balances harus terus dihidupkan.
"Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia itu memang perlu rekonstruksi ya, apapun namanya tapi prinsipnya harus berjalan check and balances," tegas Haedar, ditemui di UGM, Selasa (23/4/2024).
Jika prinsip check and balances itu tidak digunakan lagi bukan gak mungkin sebuah negara akan stagnan. Check and balances dalam ketetatanegaraan sendiri menghendaki eksekutif, legislatif, dan yudikatif sederajat.
Kemudian mereka memiliki wewenang untuk mengontrol satu sama lain di dalam pemerintahan. Hal ini penting untuk dilakukan guna menghindari abuse of power dari pihak yang akan menjalankan kekuasaan ke depan.
"Sebuah bangsa dan sistem politik yang tanpa check and balances itu nanti akan mengalami stagnan karena apa? kita merasa berada di jalan yang cepat tetapi ternyata tidak tepat," ucapnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Dicopot
Pilihan
-
Sore: Istri dari Masa Depan Jadi Film Indonesia ke-27 yang Dikirim ke Oscar, Masuk Nominasi Gak Ya?
-
CELIOS Minta MUI Fatwakan Gaji Menteri Rangkap Jabatan: Halal, Haram, atau Syubhat?
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
-
Tak Hanya Soal Ekonomi! Celios Ungkap Jejak Tiongkok di Indonesia Makin Meluas, Ini Buktinya
-
3 Rekomendasi HP 5G Murah di Bawah Rp3 Juta Tebaru September 2025
Terkini
-
Anak Gajah 'Tari' Ditemukan Mati Mendadak di Tesso Nilo, Penyebab Masih Misterius
-
Polisi Cikarang Utara Bikin Heboh Minta Warga Lepaskan Maling Motor, Kapolres Bekasi Minta Maaf
-
CEK FAKTA: DPR Sahkan UU Perampasan Aset Usai Demo Agustus 2025, Benarkah?
-
Jenguk Delpedro di Polda Metro Jaya, Bivitri Sebut Penangkapan Upaya Bungkam Kritik
-
Nepal Mencekam: 20 Tewas dan PM Mundur, Sekjen PBB Antonio Guterres Turun Tangan
-
Baleg DPR Tegaskan Kehati-hatian dalam RUU Perampasan Aset, Ogah Bahas Seperti Bikin Pisang Goreng
-
Pramono Anung Bantah Isu Tarif Parkir Jakarta Naik Jadi Rp30 Ribu/Jam: Itu Hoaks!
-
Protes Adalah Hak! API Lawan Pelabelan Negatif dan Ingatkan soal Kasus HAM
-
MK Lanjutkan Sengketa Pilkada Papua dan Barito Utara ke Tahap Pembuktian
-
Dasco Sambangi Prabowo di Istana, Lapor Perkembangan Terkini di Tanah Air hingga Keputusan DPR