Suara.com - Pihak Istana bereaksi terkait gelaran Mahkamah Rakyat yang digagas sejumlah organisasi sipil untuk mengadili pemerintah Joko Widodo (Jokowi).
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menjawab kritik itu membeberkan hasil survei kinerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. Hasil survei itu tunjukkan tingkat kepuasan publik mencapai 75,6 persen.
"Sebagaimana hasil survei lembaga-lembaga yang kredibel, misalnya, Litbang Kompas yang baru saja menunjukkan tingkat kepuasan pada kinerja Pemerintahan Jokowi mencapai 75,6 persen," kata Ari Dwipayana di Jakarta, Selasa (25/6/2024).
Ari menambahkan kritik terhadap Presiden Jokowi sebagai masukan yang konstruktif untuk memperbaiki kinerja di semua bidang pemerintahan.
"Pemerintah terbuka menerima kritik ataupun dukungan terhadap jalannya pemerintahan. Kritik merupakan hal yang lazim dalam negara demokrasi," jelasnya dikutip dari Antara.
Dari hasil survei Litbang Kompas merinci bahwa masyarakat menganggap pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Ma'ruf Amin berhasil melakukan pemerataan pembangunan dengan tingkat kepuasan mencapai 74,5 persen.
Kepuasan terhadap pemerataan pembangunan menjadi indikator dengan tingkat apresiasi tertinggi terhadap Presiden Jokowi di bidang ekonomi.
Survei tersebut menyebutkan metode penelitian dengan melibatkan 1.200 responden yang dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi.
"Dengan kata lain, dalam demokrasi yang sehat adalah lumrah terjadi perbedaan pandangan, persepsi, dan penilaian terhadap kinerja pemerintah," kata Ari.
Baca Juga: Ini Tawaran Nasdem ke Kaesang kalau Mau Dapat Dukungan di Pilkada Jakarta 2024
Nawadosa Jokowi
Sebelumnya sejumlah organisasi masyarakat sipil menggelar Mahkamah Rakyat Luar Biasa untuk mengadili pemerintahan Presiden Jokowi pada hari ini di Wisma Makara Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat.
Gugatan yang dinamai sebagai “Nawadosa” rezim Jokowi, di antaranya terkait perampasan ruang hidup, persekusi, korupsi, militerisme dan militerisasi, komersialisasi pendidikan, kejahatan kemanusiaan dan impunitas, sistem kerja yang memiskinkan, serta pembajakan legislasi.
Pengadilan ini disebut People's Tribunal atau Sidang Rakyat yang digelar secara terbuka. Dikutip dari laman mahkamahrakyat.id, sidang ini digelar untuk mengadili pemerintahan Jokowi.
Di laman itu dipaparkan apa-apa saja nawadosa Jokowi. Mulai dari perampasan ruang dan penyingkiran masyarakat, komersialisasi, penyeragaman, dan penudukan sistem pendidikan.
Lalu ada sistem kerja yang memiskinkan dan menindas pekerja, kekerasan, persekusi, kriminalisasi dan diskriminasi. Praktik KKN serta tindakan perlindungan koruptor.
Selain itu ada pembajakan legislasi, kejahatan manusia, eksploitasi sumber daya alam dan program solusi palsu untuk krisis iklim. Serta yang terakhir praktik militerisme dan militerisasi.
Dalam penjelasannya, Mahkamah Rakyat pernah berlangsung pada 1967 dan digagas oleh Bertrand Russell dan Jean Paul Sarte untuk menyelidiki kebijakan luar negeri dan intervensi militer Amerika Serikat di Vietnam.
Berita Terkait
-
Ini Tawaran Nasdem ke Kaesang kalau Mau Dapat Dukungan di Pilkada Jakarta 2024
-
Perayaan Ulang Tahun Presiden Jokowi Ternyata Disiapkan Kaesang Pangarep: Penuh Balon dan Diramaikan Organ Tunggal!
-
Juli Pindah Markas ke IKN, Istana Ungkap Agenda Jokowi di Akhir Jabatan Presiden
-
Fasilitas Air Tersedia Juli, Begini Progres Pembangunan Istana dan Kantor Presiden di IKN
-
Istana dan Kantor Presiden Siap Juli 2024, Jokowi Bakal Ngantor di IKN Bulan Depan?
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
Terkini
-
Kunto Aji Soroti Kualitas Makanan Bergizi Gratis dari 2 Tempat Berbeda: Kok Timpang Gini?
-
Rekam Jejak Sri Mulyani Keras Kritik BJ Habibie, Kinerjanya Jadi Menteri Tak Sesuai Omongan?
-
Pajak Kendaraan di RI Lebih Mahal dari Malaysia, DPRD DKI Janji Evaluasi Aturan Progresif di Jakarta
-
Jalan Berlubang di Flyover Pancoran Makan Korban: ASN Terjatuh, Gigi Patah-Dahi Sobek
-
DPR Ingatkan Program Revitalisasi Sekolah Jangan Hanya Buat Gedung Mewah: Guru Juga Harus Sejahtera
-
Gibran Tak Lulus SMA? Said Didu Bongkar UTS Insearch Cuma 'Bimbel', Surat Kemendikbud Disorot
-
Ditinggal Jaksa di Tengah Gugatan Rp125 Triliun, Gibran Hadapi Sendiri Kasus Ijazah SMA-nya?
-
Geger Dugaan Skandal Terlarang Irjen KM, Terkuak Panggilan 'Papapz-Mamamz' Kompol Anggraini
-
Jadi Buron Kasus Pencemaran Nama Baik JK, Kejagung Buru Silfester Matutina
-
Inikah Wajah Kompol Anggraini Diduga Jadi Orang Ketiga di Rumah Tangga Irjen Krishna Murti?