Suara.com - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ogah ambil pusing soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold (PT) 20 persen.
Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf, mengatakan posisi NU hanya sebagai pemilih bukan sebagai pihak yang memiliki kepentingan politik.
“Posisi NU dan warganya ini hanya sebagai pencoblos, kalau kita diberi kesempatan mencoblos, ya kita coblos. Soal siapa yang boleh nyalon atau tidak ini domain dari aktor-aktor politik kelembagaan yaitu partai-partai, DPR dan lain sebagainya,” kata Yahya di Gedung PBNU, Jakarta, Jumat (3/1/2025).
Yahya mengatakan, persoalan penghapuan presidential threshold bagi partai politik telah lama dan saat ini telah diputus MK. Dalam memutuskan hal itu, lanjut Yahya, tentunya MK telah memiliki nalar konstitusionalnya sendiri.
Disisi lain, para aktor politik juga telah memiliki visi tentang bagaimana konstruksi politik Indonesia ke depan harus diciptakan supaya ada keseimbangan antara tuntutan demokratisasi dan efisiensi manajemen politik nasional.
“Kita tentu tidak hanya memikirkan masalah demokrasi dengan mengorbankan katakanlah sistem politik yang tidak efisien tentu tidak, tapi harus ada pertimbangan tentang hal itu dan saya kira itu menjadi gagasan dari para pemimpin politik,” jelas Yahya.
Setelah hal tersebut diputus MK, Yahya mengatakan selanjutnya bagaimana partai politik hingga parlemen dan pemenrintah untuk mengimplementasikannya dalam pelaksanaan pemilu atau pemilihan presiden.
“Saya kira begitu jadi kita tidak ingin masuk ke arena yang bukan menjadi domain kami apa yang bisa kami sampaikan hanya pandangan umum yang mungkin membutuhkan diskusi yang lebih luas di tingkat publik,” pungkasnya.
Sebelumnya MK menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold 20 persen.
Baca Juga: MK Hapus Presidential Threshold 20 Persen, Pilpres 2029 Bakal Lebih Bergairah
“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).
“Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tambahnya.
Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Saldi Isra menjelaskan bahwa ketentuan presidential threshold tidak hanya bertentangan dengan hak pollik dan kedaulatan rakyat namun juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak bisa ditoleransi.
“Nyata-nyata bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945, sehingga terdapat alasan kuat dan mendasar bagi mahkamah untuk bergeser dari pendirian dalam putusan-putusan sebelumnya,” ujar Saldi.
“Pergeseran pendirian tersebut tidak hanya menyangkut besaran atau angka prosentase ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) berapapun besaran atau angka persentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945,” lanjut dia.
Adapun perkara ini menguji Pasal 222 Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu yang berbunyi sebagai berikut:
Berita Terkait
-
Wacana Libur Sekolah Sebulan Penuh Saat Ramadhan, Ketum PBNU: Pemerintah Harus Kaji Ulang!
-
Jokowi Tokoh Terkorup dan Presidential Threshold Dihapus, Rocky Gerung: Awal Tahun yang Bagus
-
MK Hapus PT 20 Persen, Parpol-parpol Diprediksi Tetap Takut Usung Capres Sendiri kalau Prabowo Maju Lagi
-
Apa Itu Presidential Threshold? Dihapus Mahkamah Konstitusi, Semua Parpol Bisa Usung Capres 2029
Terpopuler
- Feri Amsari Singgung Pendidikan Gibran di Australia: Ijazah atau Cuma Sertifikat Bimbel?
- 7 Mobil Kecil Matic Murah untuk Keluarga Baru, Irit dan Perawatan Mudah
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 22 Oktober 2025, Dapatkan 1.500 Gems dan Player 110-113 Sekarang
- Pria Protes Beli Mie Instan Sekardus Tak Ada Bumbu Cabai, Respons Indomie Bikin Ngakak!
Pilihan
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
-
Heboh Kasus Ponpes Ditagih PBB hingga Diancam Garis Polisi, Menkeu Purbaya Bakal Lakukan Ini
-
Makna Mendalam 'Usai di Sini', Viral Lagi karena Gugatan Cerai Raisa ke Hamish Daud
Terkini
-
KPK Cecar Eks Dirjen Perkebunan Kementan Soal Pengadaan Asam Semut
-
Buka Lahan Ilegal di Kawasan Konservasi Hutan, Wanita Ini Terancam 11 Tahun Bui
-
500 Ribu Lulusan SMK Siap Go Global: Cak Imin Targetkan Tenaga Terampil Tembus Pasar Dunia
-
Indonesia Siap Tambah Bahasa Portugis ke Kurikulum, Ini Alasan Strategisnya
-
Pemerintah Siapkan Beasiswa Khusus Siswa SMK yang Ingin Kerja di Luar Negeri, Termasuk Pakai LPDP
-
Sempat Tegang karena Dijaga Ormas GRIB, Begini Situasi Terkini 'Rumah Lelang' di Petukangan
-
Lagi-lagi Absen Panggilan, Nasib Tersangka Sekjen DPR Indra Iskandar Makin Tak Jelas
-
Nekat Pasok Sabu ke Napi Lewat Sandal, SM Malah Masuk Penjara Gegara Gesture Gelisah
-
Sepakat Kembangkan PLTA di Indonesia: PLN dan J&F S.A Brasil Teken MoU di Depan Dua Presiden
-
Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional Dikritik, Mensos Gus Ipul: Itu Bukan Keputusan Saya Pribadi