Suara.com - Pertambangan nikel di Sulawesi Tenggara terus menimbulkan dampak lingkungan dan sosial yang memprihatinkan. Deforestasi, pencemaran air dan udara, serta pelanggaran hak masyarakat lokal menjadi sorotan.
Direktur Pusat Kajian dan Advokasi Hak Asasi Manusia (PuSPAHAM), Kisran Makati, mengungkapkan bahwa aktivitas tambang telah merusak ekosistem, memperburuk kemiskinan, dan bahkan melibatkan pekerja dalam kondisi kerja yang tidak manusiawi.
"Di Sulawesi Tenggara ada 154 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan luas mencapai 587.128,1 hektare. Dari angka itu, deforestasi sudah mencapai 153.364 hektare," ungkapnya dalam konferensi pers di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (12/2/2025).
Ia menyoroti bagaimana eksploitasi tambang telah mengubah kondisi alam secara drastis dan mengancam ekosistem.
Kabupaten Konawe Utara kata dia, menjadi salah satu wilayah yang paling terdampak.
Terdapat empat blok tambang utama di daerah ini, yaitu Mandiodo, Boinaga, Morombo, dan Matarape.
"Di Blok Morombo, pantai dan gunung habis dibabat," ujarnya.
Selain deforestasi, pencemaran air dan udara juga menjadi masalah serius.
Sumber air minum di Torobulu kata dia, telah tercemar dan polusi udara di sekitar tambang semakin memburuk.
Baca Juga: Izin Tambang Emas Anak Usaha Emiten BMRS Diminta Dicabut
Selain kerusakan lingkungan, keberadaan tambang juga mengancam kehidupan masyarakat adat dan satwa endemik.
"Anoa yang habitatnya rusak akhirnya masuk ke pemukiman dan menjadi konsumsi pekerja tambang," katanya.
Ia menyebut bahwa spesies langka, seperti anoa, dan berbagai fauna khas Sulawesi lainnya bisa punah akibat pertambangan yang tak terkendali.
Masyarakat sekitar juga mengalami tekanan ekonomi yang semakin parah.
"Tidak semua penduduk lokal mendapat pekerjaan di tambang, kalaupun ada, mereka hanya dipekerjakan sebagai pekerja kasar dengan gaji kecil," tambahnya.
Sementara itu, perusahaan tambang menggunakan berbagai cara untuk mengambil tanah warga, mulai dari iming-iming kompensasi hingga tekanan dari aparat.
Berita Terkait
-
Konawe Utara Jadi Contoh, NGO Indonesia-Korsel Tuntut Moratorium Tambang Nikel dan Regulasi Baterai EV
-
NGO Korea-Indonesia Desak Regulasi Ketat Tambang Nikel: Hentikan Perampasan Tanah!
-
Diminta Stop Penambangan Emas, BRMS Klaim Punya Izin
-
DPR Minta Pemerintah Telisik Dugaan Pencemaran Tambang Emas di Sulteng
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Mengurai Perpol 10/2025 yang Dinilai Tabrak Aturan, Dwifungsi Polri Gaya Baru?
-
Bareskrim: Mayoritas Kayu Gelondongan Banjir Sumatra Diduga dari PT TBS
-
Tolak Bantuan Asing untuk Sumatra, Prabowo: Terima Kasih, Kami Mampu!
-
31 Perusahaan Resmi Diselidiki Diduga Jadi Biang Kerok Banjir Sumatra, Siapa Jadi Tersangka?
-
Daftar Lengkap Perusahaan yang Disebut Kejagung Jadi Penyebab Banjir di Wilayah Sumatera
-
Demo Korupsi Pertambangan, Mahasiswa Desak KPK Periksa Komisaris PT LAM Lily Salim
-
Kementerian P2MI Raih Peringkat 5 Anugerah Keterbukaan Informasi Publik
-
'Biar Kapok': DPR Desak Polisi Beri Efek Jera ke Youtuber Resbob Penghina Sunda dan Bobotoh
-
Bareskrim Bersiap Umumkan Tersangka Banjir Sumut, Nama Korporasi Mencuat
-
Satgas PKH Telah Identifikasi Perbuatan Pidana Terkait Bencana Longsor dan Banjir Bandang Sumatera