Suara.com - Iran menegaskan tidak akan bernegosiasi di bawah tekanan dan intimidasi setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali meningkatkan tekanannya terhadap Teheran dengan mencabut keringanan sanksi yang selama ini memungkinkan Irak membeli listrik dari Iran.
Pernyataan tegas tersebut disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, melalui platform media sosial X pada Senin (10/3).
"Kami TIDAK akan bernegosiasi di bawah tekanan dan intimidasi. Kami bahkan TIDAK akan mempertimbangkannya, apa pun pokok bahasannya," tegas Araghchi.
Sebelumnya, pada Minggu (9/3), misi Iran di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sempat mengindikasikan kemungkinan Teheran bersedia untuk berdialog dengan AS terkait kekhawatiran Washington atas potensi militerisasi program nuklir Iran. Namun, Iran menegaskan bahwa program nuklirnya sepenuhnya bersifat damai dan tidak ada yang disebut sebagai 'potensi militerisasi'.
AS Perketat Tekanan terhadap Iran
Sejak kembali menjabat sebagai Presiden AS pada Januari lalu, Trump kembali mengadopsi kebijakan "tekanan maksimum" terhadap Iran dengan menerapkan kembali sanksi besar-besaran. Langkah terbaru dalam strategi ini adalah pencabutan keringanan sanksi yang sebelumnya diberikan kepada Irak untuk membeli listrik dari Iran.
Departemen Luar Negeri AS pada Minggu menyatakan bahwa pencabutan keringanan ini bertujuan untuk "memastikan Iran tidak mendapatkan keringanan ekonomi atau finansial apa pun". Langkah ini diperkirakan akan berdampak besar pada ekonomi Iran, mengingat Teheran memperoleh pendapatan signifikan dari ekspor gas dan listrik ke Irak.
Di sisi lain, keputusan ini juga berdampak pada Irak yang mengandalkan Iran untuk sepertiga kebutuhan gas dan listriknya. Dengan berakhirnya keringanan ini, Irak menghadapi ancaman krisis energi yang lebih dalam, terutama menjelang musim panas yang biasanya meningkatkan permintaan listrik.
Iran Tolak Pembongkaran Program Nuklir
Misi Iran di PBB sempat menyatakan bahwa mereka bersedia membahas kekhawatiran AS terkait program nuklir mereka. Namun, mereka menegaskan bahwa negosiasi tidak akan pernah terjadi jika tujuannya adalah pembongkaran program nuklir damai Iran.
"Jika tujuannya adalah pembongkaran program nuklir damai Iran untuk mengklaim bahwa apa yang (Presiden Barack) Obama gagal capai kini telah tercapai, negosiasi semacam itu tidak akan pernah terjadi," ujar pernyataan resmi dari misi Iran.
Baca Juga: Masa Depan TikTok di AS: Dijual, Diblokir, atau Dimiliki Bersama?
Iran sendiri awalnya tetap mematuhi kesepakatan nuklir 2015 meskipun Trump menarik AS dari perjanjian tersebut dan kembali memberlakukan sanksi. Namun, setelah beberapa waktu, Teheran mulai mengurangi komitmennya terhadap kesepakatan tersebut. Pejabat AS bahkan memperkirakan Iran kini hanya membutuhkan beberapa minggu untuk membangun bom nuklir jika mereka menginginkannya.
Dampak bagi Irak dan Alternatif Pasokan Energi
Keputusan AS untuk mencabut keringanan sanksi juga menimbulkan tantangan besar bagi Irak. Meski memiliki cadangan minyak dan gas yang besar, negara tersebut masih sangat bergantung pada impor energi dari Iran. Untuk mengantisipasi dampaknya, pemerintah Irak menyatakan telah menyiapkan "semua skenario" dalam menghadapi kemungkinan kekurangan pasokan listrik.
Para analis memperkirakan bahwa pencabutan keringanan ini dapat memperburuk kondisi listrik di Irak, yang sudah mengalami pemadaman berkala. Menurut analis Teluk Yesar Al-Maleki dari Survei Ekonomi Timur Tengah, Irak dapat mencari alternatif lain seperti meningkatkan impor listrik dari Turki untuk menutupi kekurangan pasokan.
Namun, dengan meningkatnya ketegangan antara Iran dan AS, situasi di kawasan Timur Tengah tetap berpotensi memanas, terutama terkait dampak ekonomi dan politik dari kebijakan sanksi ini.
Berita Terkait
-
Masa Depan TikTok di AS: Dijual, Diblokir, atau Dimiliki Bersama?
-
Korut Ungkap Kapal Selam Nuklir, Ancaman Nyata bagi Korsel dan AS?
-
Iran Buka Pintu Negosiasi Nuklir dengan AS, Tapi Ada Syaratnya!
-
Israel Siapkan Serangan ke Iran? Latihan Militer di Gunung Hermon Ungkap Skenario Perang 2025!
-
Badai PHK Terjang AS! 172 Ribu Pekerja Kena Lay Off, Terbanyak dari PNS
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
Pilihan
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Jurus Baru Menkeu Purbaya: Pindahkan Rp200 Triliun dari BI ke Bank, 'Paksa' Perbankan Genjot Kredit!
-
Sore: Istri dari Masa Depan Jadi Film Indonesia ke-27 yang Dikirim ke Oscar, Masuk Nominasi Gak Ya?
-
CELIOS Minta MUI Fatwakan Gaji Menteri Rangkap Jabatan: Halal, Haram, atau Syubhat?
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
Terkini
-
Usai Dicopot Prabowo, Benarkah Sri Mulyani Adalah Menteri Keuangan Terlama?
-
Inikah Ucapan yang Bikin Keponakan Prabowo, Rahayu Saraswati Mundur dari Senayan?
-
Suciwati: Penangkapan Delpedro Bagian dari Pengalihan Isu dan Bukti Rezim Takut Kritik
-
Viral Pagar Beton di Cilincing Halangi Nelayan, Pemprov DKI: Itu Izin Pemerintah Pusat
-
Temuan Baru: Brimob Dalam Rantis Sengaja Lindas Affan Kurniawan
-
PAN Tolak PAM Jaya Jadi Perseroda: Khawatir IPO dan Komersialisasi Air Bersih
-
CEK FAKTA: Isu Pemerkosaan Mahasiswi Beralmamater Biru di Kwitang
-
Blusukan Gibran Picu Instruksi Tito, Jhon: Kenapa Malah Warga yang Diminta Jaga Keamanan?
-
DPR Sambut Baik Kementerian Haji dan Umrah, Sebut Lompatan Besar Reformasi Haji
-
CEK FAKTA: Viral Klaim Proyek Mall di Leuwiliang, Benarkah?