Suara.com - JPU KPK menegaskan bahwa putusan hakim dalam perkara mantan Anggota KPU Wahyu Setiawan, eks Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan kader PDIP Saeful Bahri tidak mengikat terhadap keputusan majelis hakim yang menangani perkara Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.
Hal itu disampaikan jaksa dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan dugaan perintangan penyidikan yang menjadikan Hasto sebagai terdakwa. Adapun agenda siding kali ini tanggapan jaksa terhadap nota keberatan atau eksepsi Hasto.
Awalnya, jaksa menyebutkan bahwa Hasto dan penasihat hukumnya mendalilkan bahwa surat dakwaan jaksa harus dibatalkan demi hukum karena sudah ada persidangan terhadap Wahyu, Agustiani, dan Saeful yang menunjukkan tidak adanya keterlibatan Hasto dalam kasus suap.
Menanggapi itu, jaksa menilai kubu Hasto justru ingin mengisolir permaslaahan soal dugaan adanya keterlibatan Hasto dalam kasus suap agar mantan caleg PDIP yang kini menjadi buronan, yaitu Harun Masiku bisa menjadi anggota DPR RI.
“Terhadap alasan keberatan atau eksepsi yang dikemukakan penasihat hukum terdakwa tersebut, penuntut umum berpendapat selain hal itu bukan merupakan ruang lingkup keberatan atau eksepsi sebagaimana ditentukan dalam pasal 56 ayat 1 KUHAP, juga menunjukkan keinginan untuk mengisolir permasalahan keterlibatan dalam perbuatan pemberian suap kepada anggota KPU,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (27/3/2025).
Jaksa juga menegaskan bahwa surat dakwaan terhadap Hasto didasarkan pada bukti yang didapatkan dalam proses penyidikan berupa keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan barang bukti yang telah disita secara sah.
Hal itu, lanjut jaksa, untuk membuktikan apakah ada keterkaitan dengan Hasto atau tidak dalam kasus suap ini, untuk membuktikan adanya niat dan perbuatan jahat Hasto sebagaimana telah diuraikan dalam surat dakwaan.
Lebih lanjut, jaksa menegaskan bahwa putusan dalam perkara Wahyu, Agustiani, dan Saeful tidak mengikat terhadap keputusan majelis hakim yang menangani perkara Hasto.
“Majelis hakim tidak terikat pada putusan pengadilan lain sebagaimana pada putusan Mahkamah Agung RI nomor 173K/KR/1963 tanggal 24 Agustus 1965. Hal ini sejalan dengan pasal 1 ayat 1 dan pasal 3 uu nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman yang pada pokoknya mengatur bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka dan hakim harus bersikap mandiri,” ujar jaksa.
Baca Juga: Hakim Tunda Sidang Praperadilan Gegara KPK Mangkir, Kubu Staf Hasto PDIP: Kami Kecewa!
“Dengan demikian, putusan perkara Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina, dan Saeful Bahri yang telah diputus tidak mengikat terhadap putusan majelis hakim berikutnya yang menyidangkan perkara ini, apalagi jika dalam tahap penyidikan ditemukan adanya fakta baru sebagaimana telah penuntut umum uraikan sebelumnya,” tandas dia.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristyanto, Febri Diansyah menuding Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak konsisten dalam mengungkapkan kejadian pada Desember 2019.
Hal itu dia sampaikan setelah jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK menyampaikan dakwaan kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan dugaan perintangan penyidikan.
“Jadi ada peristiwa di sekitar tanggal 17 Desember atau 19 Desember tahun 2019. Itu yang berubah,” kata Febri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (14/3/2025).
Sebab, Febri menjelaskan dakwaan yang disampaikan jaksa berkenaan dengan uang Rp 400 juta untuk suap mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan tidak sesuai dengan berkas perkara yang sudah inkrah.
Dalam dakwaan terhadap Wahyu, eks Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan politisi PDIP Saeful Bahri pada 2020 lalu, sumber uang suap Rp 400 juta berasal dari Harun Masiku.
“Pada dakwaan tadi kita dengar, itu diubah. Diubah sedemikian rupa sehingga seolah-olah Rp400 juta itu berasal dari Pak Hasto. Bagaimana mungkin KPK yang sama, lembaga yang sama membuat dua dakwaan dengan fakta uraian yang bertolak belakang,” ujar Febri.
Dakwaan Jaksa
Jaksa mendakwa Hasto melakukan beberapa perbuatan untuk merintangi penyidikan kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI kepada mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Selain itu, Hasto juga disebut memberikan suap sebesar Rp 400 juta untuk memuluskan niatnya agar Harun Masiku menjadi anggota DPR RI.
Dengan begitu, Hasto diduga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHAP.
Di sisi lain, Hasto juga dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 5 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Diketahui, KPK menetapkan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI yang juga menyeret Harun Masiku.
“Penyidik menemukan adanya bukti keterlibatan saudara HK (Hasto Kristiyanto) yang bersangkutan sebagai Sekjen PDIP Perjuangan,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024).
Dia menjelaskan bahwa Hasto bersama-sama dengan Harun Masiku melakukan suap kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Setyo menjelaskan penetapan Hasto sebagai tersangka ini didasari oleh surat perintah penyidikan (sprindik) nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tertanggal 23 Desember 2024.
Di sisi lain, Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan oleh KPK dalam surat perintah penyidikan (sprindik) yang terpisah.
Setyo menjelaskan bahwa Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk merendam ponselnya di air dan melarikan diri ketika KPK melakukan operasi tangkap tangan.
“Bahwa pada tanggal 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan KPK, HK memerintahkan Nur Hasan penjaga rumah aspirasi di Jalan Sutan Syahrir Nomor 12 A yang biasa digunakan sebagai kantor oleh HK untuk menelepon Harun Masiku supaya meredam Handphone-nya dalam air dan segera melarikan diri,” kata Setyo.
Kemudian pada 6 Juni 2024 sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi oleh KPK, dia memerintahkan staf pribadinya, Kusnadi untuk menenggelamkan ponsel agar tidak ditemukan KPK.
Hasto kemudian memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus Harun Masiku pada 10 Juni 2024.
“HK mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara Harun Masiku dan mengarahkan agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya,” ujar Setyo.
Untuk itu, lanjut dia, KPK menerbitkan sprindik nomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 pada Senin, 23 Desember 2024 tentang penetapan Hasto sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan.
Berita Terkait
-
Di Tengah Sidang Hasto, Febri Diansyah Mendadak Dipanggil KPK! Ada Apa?
-
Jelang Sidang Tanggapan KPK: Hasto Diklaim Siap Hadapi Apapun, Ini Kata Pengacaranya
-
Wasekjen DPN Peradi: Ada Rekan Kita yang Diberlakukan Semena-mena Oleh KPK
-
Usai Rumah Digeledah, KPK Periksa Djan Faridz Hari Ini
-
Komarudin Watubun Soal Calon Sekjen PDIP Pengganti Hasto: Kader Banyak, Silakan Bertarung
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga 7 Seater Mulai Rp30 Jutaan, Irit dan Mudah Perawatan
- Lupakan Louis van Gaal, Akira Nishino Calon Kuat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
- Mengintip Rekam Jejak Akira Nishino, Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 19 Oktober: Klaim 19 Ribu Gems dan Player 111-113
- Bukan Main-Main! Ini 3 Alasan Nusakambangan, Penjara Ammar Zoni Dijuluki Alcatraz Versi Indonesia
Pilihan
-
Suara.com Raih Penghargaan Media Brand Awards 2025 dari SPS
-
Uang Bansos Dipakai untuk Judi Online, Sengaja atau Penyalahgunaan NIK?
-
Dedi Mulyadi Tantang Purbaya Soal Dana APBD Rp4,17 Triliun Parkir di Bank
-
Pembelaan Memalukan Alex Pastoor, Pandai Bersilat Lidah Tutupi Kebobrokan
-
China Sindir Menkeu Purbaya Soal Emoh Bayar Utang Whoosh: Untung Tak Cuma Soal Angka!
Terkini
-
Suara.com Raih Penghargaan Media Brand Awards 2025 dari SPS
-
Bukan Lagi Isu, Hujan Mikroplastik Resmi Mengguyur Jakarta dan Sekitarnya
-
Heboh Dugaan Korupsi Rp237 M, Aliansi Santri Nusantara Desak KPK-Kejagung Tangkap Gus Yazid
-
Terungkap di Rekonstruksi! Ini Ucapan Pilu Suami Setelah Kelaminnya Dipotong Istri di Jakbar
-
Kena 'PHP' Pemerintah? KPK Bongkar Janji Palsu Pencabutan Izin Tambang Raja Ampat
-
Ketua DPD RI Serahkan Bantuan Alsintan dan Benih Jagung, Dorong Ketahanan Pangan di Padang Jaya
-
KPK Ungkap Arso Sadewo Beri SGD 500 Ribu ke Eks Dirut PGN Hendi Prio Santoso
-
KPK Tahan Komisaris Utama PT IAE Arso Sadewo Terkait Dugaan Korupsi Jual Beli Gas PGN
-
Alasan Kesehatan, Hakim Kabulkan Permohonan Anak Riza Chalid untuk Pindah Tahanan
-
Pelaku Pembakaran Istri di Jatinegara Tertangkap Setelah Buron Seminggu!