Suara.com - Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman menyambut hangat kedatangan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang baru saja mendarat di Bandara King Abdul Khalid, Riyadh pada Selasa 13 Mei 2025.
Dilansir dari Kantor Berita Arab Saudi, SPA dalam agenda tersebut, Trump mendapatkan kehormatan sebagai tamu negara Arab Saudi.
Saat tiba di Bandara Abdul Khalid, Presiden Trump disambut dengan tembakan meriam sebanyak 21 kali dan alunan terompet sebagai penghormatan.
Setelah itu, keduanya melakukan pembicaraan ramah sambil menikmati kopi khas Arab Saudi.
Untuk diketahui, hubungan antara Amerika Serikat dan Arab Saudi telah terjalin sejak 1933 dengan ditandai kerja sama pada sektor energi dan keamanan.
Arab Saudi kemudian menjadi mitra strategis utama AS di Kawasan Timur Tengah, khususnya karena cadangan minyaknya yang melimpah dan posisinya yang strategis dalam percaturan geopolitik regional.
Hubungan tersebut terus bertransformasi dari waktu ke waktu, dengan kepentingan ekonomi dan pertahanan menjadi poros utama kerja sama kedua negara.
Pada Pemerintahan Presiden Donald Trump silam, menandai salah satu fase paling erat dalam hubungan bilateral tersebut, terutama setelah Mohammed bin Salman diangkat sebagai Putra Mahkota Arab Saudi pada Juni 2017.
Trump dan Mohammed Bin Salman memiliki pendekatan yang serupa dalam kebijakan luar negeri, yakni pragmatis dan berorientasi pada kepentingan ekonomi serta stabilitas keamanan regional.
Baca Juga: Donald Trump Tuding Mangga Dua 'Surga' Barang Bajakan, Ada Tas Guess KW Dijual Rp 200 Ribu
Salah satu tonggak penting dalam hubungan mereka terjadi saat Trump melakukan kunjungan luar negeri pertamanya sebagai presiden ke Arab Saudi pada Mei 2017.
Dalam kunjungan itu, kedua negara menandatangani kesepakatan senjata senilai lebih dari 110 miliar dolar AS, serta nota kesepahaman kerja sama yang nilainya mencapai 350 miliar dolar dalam 10 tahun.
Kesepakatan tersebu mengukuhkan Arab Saudi sebagai pembeli utama peralatan militer buatan AS dan mencerminkan dukungan kuat Trump terhadap visi reformasi ekonomi Vision 2030 yang diusung Mohammed Bin Salman.
Trump juga mendukung langkah-langkah kontroversial yang dilakukan Mohammed Bin Salman, termasuk pemblokiran terhadap Qatar pada 2017 dan tindakan keras terhadap para pangeran dan pengusaha dalam operasi 'pemberantasan korupsi' di Ritz-Carlton Riyadh.
AS juga memandang langkah-langkah ini sebagai bagian dari konsolidasi kekuasaan dengan putra mahkota Arab Saudi itu untuk mempercepat reformasi internal, meski menuai kritik dari kelompok HAM internasional.
Namun, hubungan ini diuji setelah pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di Konsulat Arab Saudi di Istanbul pada Oktober 2018.
Investigasi CIA menyimpulkan bahwa Mohammed Bin Salman terlibat dalam pembunuhan tersebut, namun Trump menolak menjatuhkan sanksi langsung terhadap sang Putra Mahkota.
Ia menegaskan bahwa hubungan strategis dan ekonomi dengan Arab Saudi terlalu penting untuk dikorbankan.
Pernyataan Trump ini menuai kecaman luas, tetapi juga memperlihatkan sikap realpolitik khas pemerintahannya.
Hubungan antara keduanya juga ditandai dengan dukungan dari Trump terkait agenda reformasi ekonomi Vision 2030 yang digagas Mohammed Bin Salman.
Selain itu, juga menjalin kerja sama besar di sektor pertahanan dengan penandatanganan kesepakatan senjata senilai lebih dari 110 miliar dolar AS pada 2017.
Trump juga memberikan dukungan politik terhadap berbagai langkah kontroversial Mohammed Bin Salman, seperti blokade terhadap Qatar dan operasi internal pembersihan elite Saudi.
Selain itu, Trump dan MbS memiliki kepentingan bersama dalam menghadapi pengaruh Iran di kawasan.
Pemerintahan Trump secara aktif mendukung kebijakan 'tekanan maksimum' terhadap Iran, termasuk penarikan diri dari kesepakatan nuklir JCPOA pada 2018, yang disambut positif oleh Riyadh.
Kedua negara juga bekerja sama dalam membendung kelompok-kelompok proksi Iran di Yaman, Suriah, dan Irak.
Secara keseluruhan, masa kepemimpinan Mohammed bin Salman dan Donald Trump memperlihatkan fase hubungan yang sangat erat, berlandaskan kepentingan ekonomi, pertahanan, dan geopolitik.
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Fakta Menarik Skuad Timnas Indonesia Jelang Duel Panas Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- 15 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 27 September 2025, Kesempatan Raih Pemain OVR 109-113
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
Pilihan
-
Emas Antam Tembus Level Tertinggi Lagi, Hari Ini Dibanderol Rp 2.234.000 per Gram
-
Tata Cara Menaikkan Bendera Setengah Tiang dan Menurunkan Secara Resmi
-
Harga Emas Hari Ini: UBS dan Galeri 24 Naik, Emas Antam Sudah Tembus Rp 2.322.000
-
Misi Bangkit Dikalahkan Persita, Julio Cesar Siap Bangkit Lawan Bangkok United
-
Gelar Pertemuan Tertutup, Ustaz Abu Bakar Baasyir Ungkap Pesan ke Jokowi
Terkini
-
Prabowo Sebut Program MBG Ciptakan 1,5 Juta Lapangan Kerja Baru
-
Pelajar SMA Bicara soal G30S/PKI: Sejarah yang Penuh Teka-teki dan Propaganda
-
Viral Momen Unik Akad Nikah, Pasangan Ini Justru Asyik Tepuk Sakinah Bareng Penghulu
-
Program 3 Juta Rumah Tancap Gas, Prabowo Hadiri Akad Massal KPR FLPP
-
Dugaan Korupsi Akuisisi Saham PT Saka Energi, Kejagung Telah Periksa 20 Saksi
-
Cuaca Jakarta Hari Ini: Waspada Hujan Deras di Kawasan Pesisir
-
Pria Tanpa Identitas Ditemukan Tewas Mengambang di Kali Kawasan Grogol Petamburan
-
Otak Pembobol Rekening Dormant Rp204 M Ternyata Orang Dalam, Berkas Tersangka Sudah di Meja Kejagung
-
Janji Kapolri Sigit Serap Suara Sipil Soal Kerusuhan, Siap Jaga Ruang Demokrasi
-
Indonesia Nomor 2 Dunia Kasus TBC, Menko PMK Minta Daerah Bertindak Seperti Pandemi!